30

1.6K 224 14
                                    

Lukeh : kapan balik? Lusa ospek:(

Semenjak kejadian itu, kami tidak menetapkan apakah kami pacaran atau tidak. Maksudku, dikatakan pacaran juga bisa, dikatakan tidak pacaran juga bisa. Sebenarnya sih, aku juga tidak terlalu mengharapkannya, tapi sungguh ini lebih sakit daripada sakit hati. Semacam digantungin.

Me : nanti. Doain nga delay

Hari ini aku sedang menjalani liburan dengan Opa Justin dan Papa. Hanya bertiga, beneran. Mereka sedang pergi main golf dan aku yang norabene tidak suka dengan permainan itu hanya duduk di sofa kamar hotelku ini.

Semestinya aku memaksa mengajak mama, tapi sayangnya Opa tidak membolehkannya. Entahlah alasannya apa.

Lukeh : udah nyiapin bahan ospek? Awas tar lo delay

Kuputuskan untuk mengabaikan pesan dari Luke tersebut. Sesungguhnya, bertahan selama setahun dengan keadaan seperti ini tidak mengenakan. Untuk menganggap Luke pacarku saja rasanya tidak berhak. Mungkin karena dia belum menembakku?

Tapi masa kurang dengan jawaban papa yang langsung berperan sebagai orang tuaku?

Tak lama kemudian, papa dan opa datang. Dengan sekantung belanjaan yang mungkin pesenan dari istri-istri mereka.

"Yok berangkat." Ucap papa.

"Lah papa ga mandi?"

"Tadi pas mau jemput kamu, papa mandi dulu. Ayo berangkat, opa udah nungguin tuh." Aku menggeret koperku keluar kamar. Sedari tadi yang kupikirkan hanyalah bagaimana caranya agar cepat kembali ke Sydney. Karena perjalanan dari LA ke Sydney menghabiskan waktu hampir sehari semalam. Belum juga timezone yang menyebalkan.

Sesampainya di bandara, papa mengecek jadwal keberangkatan kami. Aku dan opa duduk di ruang tunggu sambil memakan takoyaki yang tadi kami beli di cafetaria.

"Gimana?" Tanya opa saat melihat papa kembali.

"Ya delay, 2 jam." Air mukaku langsung berubah. Mungkin 2 jam disini sama dengan keesokannya di Sydney. Dan itu tandanya, aku sampai di Sydney esok malam.

"Yah atha ga bisa nyiapin bahan ospek dong." Papa langsung mengecek jam dan menghitung-hitung sedikit.

"Kita sampe besok malemnya di Sydney." Ucap papa, "coba nanti papa telponin Jack buat di mintain tolong ya."

Aku balas menganguk, namun masih saja pikiranku tentang kakak senior galak masih terngiang.

Me : luke

Lukeh : iya?

Me : delay 2 jam:(

Lukeh : disini udah malem tha, jam 10

Me : yah kan:(

Lalu tidak ada balasan lagi dari Luke, mungkin ia sudah tidur. Dikarenakan disana sudah malam. Aku pun menjadi takut sendiri membayangkan aku dimarahi kakak senior.

Lebih baik aku tid--

Lukeh : gue otw kerumah lo skrg, ngambil data bahan ospek

"Anjir." Pekikku

"Kenapa tha?"

"Engga pah, cuma kaget aja tadi."

***

Seperti yang Luke bilang, ia benar-benar menyiapkan keperluan ospekku. Dari name tag dan barang bawaan. Hari ini dia katanya dia akan menjemputku. Kau tahu, dia sudah menjadi senior di kampus kami. Ini pasti dikarenakan aku yang malas sehingga tertinggal jauh darinya.

"Ayo pulang, tha."

Ia langsung menggenggam tanganku dan menarikku menuju mobil. Yeah, ini hal yang mungkin sulit bagi maba. Err, maba yang sudah dekat dengan senior, akan berhati-hati terhadap yang namanya send hate.

"Luke, diliatin ih." Aku menutupi setengah wajahku dengan telapak tangan. Sedari tadi aku sudah melihat kakak-kakak senior sudah menatapku garang.

"Emang siapa yang ngeliatin?" Luke pelanga-pelongo ke kiri dan ke kanan seperti orang bodoh. "udah ah gausa mentingin mereka. Ayo pulang."

Aku memutar mata dan mengikuti ajakan Luke untuk pulang. "Laper tha?" Aku mengangguk.

"Yaudah kita makan ya tha,"

"Luke," dia menoleh. "Please gue cape Luke, jangan kaya gini."

Luke mengernyit, "maksudnya tha?"

"Gue cape Luke, sebenarnya kita ini apa sih? Gue tuh ngerasa ga bebas, dengan lo yang kaya gini gue tuh ngerasa terikat. Lo tuh ga pernah ngejelasin kita ini apa." Luke terlihat terkejut, ya aku tau sekarang ini memang tidak tepat untuk mengatakan ini semuanya pada Luke. Apalagi ia sedang menyetir mobil.

"Bentar deh tha, lo kenapa sih?"

Aku tertawa miris, "lo masih nanya gue kenapa? Ini masalah hati men."

Luke menepikan mobilnya dan beralih menatapku. "Dan lo masih nanya tha, kita ini apa? Gue emang belum pernah nembak lo langsung, tapi apa perlu gue nembak lo langsung saat orang tua lo udah nyetujuin kita? Lo masih nanya kita ini apa disaat gue yang bener-bener ada buat lo ini. Gue tuh sayang sama lo, cuma gue ga mau ngeprotect lo yang emang semestinya bebas."

"Tapi ini ga jelas Luke, gue ga suka."

"Yaudah yaudah, nanti gue jelasin."

Aku mengalihkan pandangan ke luar jendela, Luke sungguh-sungguh tidak jelas. Sebenarnya aku malas sekali untuk membahas masalah seperti ini. Tapi karena ini masalah hati, harus segera diselesaikan.

Luke mengambil ponselnya yang di dashboard, ia menempelkan ponselnya itu ke telinganya. "Lo nelpon siapa?"

"Mama lo."

"Lah ngapain?"

"Katanya mau dijelasin."





To be continued..

Ini gue ngawur bat nulisnya serius dha

Next chp bisa aja last chapter ya. Atau nextnya udah bonchap hikshiks:')

Me And Hus-band 2 : Luke HemmingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang