5

1.9K 253 45
                                    

Sudah minggu keenam aku mengikuti tutor dengan Luke. Sudah enam minggu ini kami semakin dekat, meskipun tak sedekat Luke-Emily.

"Coba gue tuh Emily ya, ga bakal kelar idup gue." Kataku saat melihat anggota cheers latihan di lapangan. Vanila sedang asik dengan kripik kentangnya dan limun segar gratis langganan kami. "Pasti Emily tuh ga suka minuman gratisan kayak limun gue."

"Duh tha apaan sih lo, lo ya lo, emily ya emily. Kalian tuh beda, jangan banding-bandingin gitu kali." Kata Vanila nyolot. Mungkin ia sudah tak betah dengan celotehanku tadi.

"Tapi Van--,"

"Lo tuh harus banyak-banyak bersyukur tha, jarang-jarang loh ada orang yang bisa deket sama orang yang dia taksir. Macam lo sama Luke tuh, lo harus bersyukur Luke milih lo sebagai muridnya. Secara ga langsung lo ditanggung jawabin sama dia." Kata Vanila panjang lebar.

"Iya iya Van," lalu tak lama kemudian. Aku melihat Luke sedang berjalan kearah lapangan membawa air mineral. Gue kapan sih Luke dibawain air mineral gitu sama lo, batinku.

"Kalo cemburu tuh ga usah diliat, tolol." Aku pun mengalihkan pandangan ke siswa-siswa yang sedang bermain basket disamping tempat anggota cheers latihan. Belum lama aku memperhatikan, tiba-tiba ponselku berbunyi ada sms masuk.

Unc Mikeyxx : hi budd

Aku tersenyum saat melihat nama pengirimnya, dia Uncle Michael, temannya papa Calum.

Me : hi uncleee

Unc Mikeyxx : do you have a time to face timing me? I'm so fucking miss ya budd:)

Jangan tanyakan kenapa Uncle Michael seperti ini. Dia adalah orang pertama yang mengajariku untuk berani dan tidak putus asa. Dia semacam guru spiritualku untuk membangun semangat hingga aku berani sekolah jauh-jauh di Inggris.

"Siapa tha?" Tanya Vanila.

"Uncle gue," aku memencet tombol facetime-nya dan melihat tampilan layar. Ternyata Uncle Michael sedang dirumah papa.

Me : i cant, because I still at schooo. I miss ya too unc

Tak lama kemudian, ada balasan masuk.

Unc Mikeyxx : sending a tons of love to you♡

Aku mengabaikannya. Semakin mereka menghubungiku semakin goyah aku untuk pindah ke Sydney. Aku ingin membuktikan bahwa aku bukanlah anak mama ataupun papa. Meskipun mereka berdua sangat peduli padaku.

"Kangen yah, sama keluarga disana. Gue ngerasa kayak ngerantau tau ga sih." Kata Vanila yang membuat lamunanku buyar.

"Ish gue mellow banget," mataku sudah berkaca-kaca hendak menangis.

"Gue mau ke kantin beli makan, lo tunggu sini atau ikut?" Tanya Vanila.

"Tunggu sini aja deh, beliin gua kripik pedes ya." Vanila mengangguk lalu meninggalkanku pergi ke kantin. Kualihkan pandangan ke tempat anggota cheers latihan tadi. Dan disana masih ada Luke.

Setelah lama kuperhatikan, Luke pergi. Dia menghilang begitu saja. Aku menghela nafasku dan melirik ke jam tangan yang kupakai di pergelangan tangan kiri. Sudah sejam yang lalu kelasku di hari ini sudah berakhir. Jika panas tidak seterik ini mungkin aku sudah berleha-leha di kam--"Atha!"

Aku terperanjak kaget saat seseorang berteriak di dekat telingaku. "Luke anjing."

Ia tertawa, "ngelamun mulu sih lo. Mikirin gue ya?" Iya jing.

"Anjir, enggalah." Kataku menyela.

"Nanti sore tutor di rumah gue tha." Aku mendelik. Ini pertama kalinya Luke meminta belajar di rumahnya.

Me And Hus-band 2 : Luke HemmingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang