"Tha, besok ikutan kuy." Ajak Kristin, temen satu ekskulku.
"Kemana dah? Gue ada tutor besok sore sama luke, ya kan?" Tanyaku pada Luke, iya, Luke sedang bersamaku.
"Ke toko buku doang sama timezone, bareng kak Aaron sama Nath juga." Spontan, aku menoleh pada Luke. Pipinya bersemu merah, dan menatapku penuh harap. Yaela, gue bisa apa kalo gini?
"Iya, tapi gue boleh bawa Luke kan? Kan gue emaknya dia sekarang." Lantas aku mendapat toyoran manis darinya.
"Boleh banget!"
Setelah acara makan-makan tadi dan Vanila ada ekskul, tinggal aku dan Luke berdua.
"Thanks tha." Kata Luke
"Buat apa?"
"Nathan." Aku balas dengan anggukan kecil. Aku hanya bisa harap-harap cemas melihat keadaan Luke yang seperti ini. Aku ingin ia cepat sembuh.
"Pipi lo merah tau Luke." Kataku sambil menoel pipinya, "lucu."
"Engga anjing, mana ada." Ia spontan menutupi pipinya.
"Halah tadi pas kristin bilang ada Nath, pipi lo langsung merah. Kaya apa aja ish." Aku tertawa dan mendapat jeweran dari Luke.
"Bacot tau tha."
"Luke."
"Apa tha?"
"Bahagia terus ya, Lukey."
***
Aku menatap loker Luke, barusan aja dia pamitan mau main futsal bareng timnya. Dan barusan aja, papa nelpon.
Karena ia menitipkan kunci lokernya padaku, aku iseng membuka loker Luke dan melihat-lihat isinya.
Buku dan beberapa kotak tisu. Syalan, ini loker atau wc, banyak amat tisunya, batinku.
Beberapa foto kukenal betul, karena itu versi 3Rnya foto yang Luke pajang di rumahnya. Dan satu foto membuatku bertanya-tanya, "siapa nih?"
Saat kuterawang dari garis dagunya, aku kenal betul ini siapa. Siapa lagi kalau bukan Nath?
Aku memutar mata lalu meletakkan foto itu ditempatnya semula. Ada beberapa carik kertas beramplop manis, dan aku sudah tau apa isinya. Surat loker, dari sang pengagum rahasia. Seperti aku ini. Aku pernah mengirimi Luke satu surat, dan kuletakkan secara anonim di lokernya. Benar-benar sampah.
Setelah puas mengobrak-abrik lokernya Luke, aku menyusul Vanila yang sedang berada di kantin. Kebiasaannya jika sudah pelajaran sejarah, nongkrong di kantin tanpa memikirkan waktu.
Belum sampai di kantin, aku berpapasan dengan Vanila. Ia seperti terburu-terburu dan berlari kearahku, "buruan ke lapangan!"
Dia menarikku dan membawaku ke lapangan. Aku juga tidak mengerti apa yang dimaksud Vanila tapi tetap saja aku mengikutinya.
Sesampainya di lapangan, keadaan ramai. Melingkari sesuatu di tengah sana, "ada apa sih Van?"
"Luke," vanila mendekat ke arahku, "ketauan-,"
Mengerti maksudnya, aku langsung ke barisan paling depan. Aku buru-buru melihat keadaannya. Jangan sampe aja statusnya ketauan.
Dan bahuku merosot saat sudah sampai di barisan depan, "anjing Vanila."
Ternyata bukan ketauan statusnya, tapi Luke ketauan kalo bolos futsal. Dan sekarang dia lagi dihukum disuruh senam lantai. Siapa coba yang ga mau liat Luke kayang? Makanya itu rame.
Aku pun kembali ke barisan belakang, mencari Vanila tentunya. "Sialan lo, gue kira apaan."
Vanila tertawa, "lagian lo khawatir banget. Belum selesai gue ngomong."
Aku memutar mata dan menuju bangku penonton disekitar lapangan, Vanila mengikutiku. "Besok gue sama Luke jalan, tapi ada doinya Luke."
"Gue akuin Nath ganteng, tapi kalo dibandingin Luke, duh gantengan Luke jauh." Aku setuju dengan Vanila, memang begitu adanya. Dan aku tidak mengerti kenapa Luke sebegitu have crush on Nathan.
"Gila emang tu orang."
"Tapi lebih gila lo karena cinta sama itu orang."
Aku melirik Vanila sinis, "sialan."
Lingkaran manusia didepan kami mulai bubar. Mungkin Luke sudah selesai menjalani hukumannya. Tadinya aku ingin ikutan berkumpul melihat Luke sedang kayang, tapi tidak mungkin itu terjadi nanti takutnya ia bertanya 'cie tadi lu liatin gue kayang sampe blablabla' dia lebay.
"Itu Luke!" Pekik Vanila
Iya, aku melihat Luke. Bergandengan tangan dengan Emily.
Aneh? Iya emang.
Kubiarkan saja mereka dan tetap bersama Vanila. Sudah menjadi makanan setiap hariku melihat pemandangan Luke-Emily, dan sampai sekarang aku tidak tahu jelas hubungan mereka.
Bilangnya sih cuma temen yang mau nutupin status doang, tapi hm...
Tak lama kemudian, bel pulang sekolah berbunyi dengan nyaringnya. Ini adalah bel pulang sekolah bagi siswa yang memang hanya mempunyai tiga kelas hari ini.
Beda halnya denganku, satu kelas lagi aku harus ikuti. Jauh dari kata senang, namun ini kelas aljabar. Harus kuikuti.
Saat aku masuk kelas, aku berpapasan dengan Luke. "Hai tha." Aku hanya balas mengangkat alis, "kelas aljabar?"
"Iya."
"Kita sekelas," aku menarik nafas samar. Ini untuk pertama kalinya aku sekelas dengan Luke. Tapi untung saja aku kenal dengan dia, jadi tidak bosan. "Tha duduk bareng gue kuy."
Ia menggandeng tanganku, mencari spot yang cocok untuk duduk. Aku yang sudah mati kutu karena genggaman tangannya hanya menurut diajak kemana pun dia mau. Ajak gue ke pelaminan, Luke.
"Sini aja tha," ia meletakkan tasnya begitupun denganku. "Besok jadi ga ajakannya Kristin?"
"Jadi-jadi selo sama gue mah." Luke tersenyum samar, kapan lagi aku bisa melihat senyumnya sedekat ini. Terlebih itu senyum karenaku bukan karena mencetak goal.
"Lah luke, itu Emily kan? Lo ga duduk sama dia?" Kataku.
"Engga, gue sama lo aja." Aku mengangguk, haduh mau sampai kapan gini mulu?
"Oh iya tha, besok berangkatnya gue jemput. Nanti gue bawa mobil," kata luke yang berhasil membuat kepompong di perutku berubah menjadi kupu-kupu yang siap untuk terbang.
To be continued
Cek works ya, gue bikin ff baru. Castnya Calum, judulnya 'getaway' semoga aja ga sesampis ff gue yng sebelumnya wkwkwkw
KAMU SEDANG MEMBACA
Me And Hus-band 2 : Luke Hemmings
Fanfiction¤ Me And Husband : Calum Hood (related) ¤ *** "Gue pengen jadi rumus matematika deh," "Kenapa?" "Biar selalu lo inget."