7

1.6K 224 1
                                    

Hari ini aku ada jadwal tutor dengan Luke. Dan kami memutuskan untuk belajar dirumahnya. Karena sudah tau jalan, Luke tidak lagi menjemputku.

Kuketuk pintu bercat putih itu dan keluarlah seorang laki-laki jangkung dengan pensil bertengger di telinganya, "abis ngapain lu?"

"Ngerjain pr kimia." Kami pun langsung menuju balkon tempat kami sering belajar bersama. "Kemaren lu ketemu Nath ga?"

Aku menggeleng malas. Aku sangatlah tidak suka jika sudah membahas Nathan, karena aku bisa saja merasakan cemburu padanya.

"Luke." Panggilku "stop kaya gini Luke."

Ia mengernyit, "maksud lo?"

"Ini tuh bukan kodrat lu suka sama cowo, lo ga bisa." Luke menatapku intens, "lo ga bisa kaya gini."

"Maksud lo apa sih tha?"

"Gue mau lo berhenti suka sesama jenis. Gue mau lo berubah, dan gue mau lo coba suka ke lawan jenis lo." Kataku.

Luke terdiam beberapa saat atau mungkin kata-kataku yang sedikit menusuk untuknya?

"Gue ga bisa."

"Kenapa ga bisa?"

"Ya pokoknya gue ga bisa tha, gue ga bisa suka sama cewe. Kenapa gue ngedeketin Emily, karena status gay gue takut keliatan tha. Gue minta bantuan dia buat ngebuat seakan-akan gue sama dia ada sesuatu." Ucap Luke panjang lebar.

"Ga gitu Luke. Lo pengen status lo yang gay itu ga kesebar, tapi kenapa lo ga mau nyoba untuk sembuh? Lo lupain perasaan lo buat Nath dan coba buat..bu-at ....bua-t," ayo tha lo harus bisa! "Coba buat suka sama Emily."

Luke tertawa, "lo kira gampang tha? Engga tha, ga gampang. Gue udah nyoba dan itu sakit, gue gabisa."

"sakit kan dibatin lo? Lebih sakit mana suatu saat Nathan punya pacar?" Aku meringis saat menyadari apa yang aku katakan barusan. "Ayo Luke, lo harus sembuh."

Luke menjambak rambutnya kuat-kuat, menyender pada balkon dengan tangan menangkup wajahnya. "Gue ga bisa tha."

"Lo pasti bisa, ga ada yang ga mungkin kalo lo berusaha." Telinga Luke memerah, tangannya mengepal kuat-kuat. Seperti ada sesuatu yang sangat mengganjal batinnya. "Lo mau sembuh kan?"

Luke diam, ia masih menangkup wajahnya dengan kedua telapak tangannya. Aku berjalan kearahnya dan duduk didepannya. Kuberanikan diriku untuk mengelus puncak kepalanya dan meraih kedua tangannya.

"Saat semua orang ga bisa lo percaya buat jaga rahasia lo, gue disini, bakal bersedia nampung semua rasa sakit lo." Kataku.

Tangannya yang mengepal kubuka pelan-pelan. Mungkin batinnya sakit, atau ada sesuatu yang sepertiku tak bisa merasakan. Aku tidak mengerti.

"Luke lo itu sempurna sebagai laki-laki, apa lo gabisa nyoba buat suka sama beda jenis lu? Apa lo ga ngerasa kalo mereka naro harapan buat lo?" Hasutku. Luke masihlah menunduk dengan mungkin wajah yang memerah. Kini kugenggam tangannya agar tidak mengepal.

"Gue ga bisa tha, gue belum bisa." Lirihnya.

"Gue tunggu sampe lo bisa," ia mengadah. Kini kudapat jelas melihat mata serta wajah Luke yang memerah. Bukan karena ia sedang blushing, tapi sebuah pertarungan batin. Seperti apa yang papa ceritakan.

"Thanks."

***

"Tha, woi atha!" Aku terbangun dan baru menyadari jika aku masih di rumah Luke. "Udah pagi tha, ayo bangun."

"Pagi?!" Aku langsung terlonjak kaget dan melihat ke arah jam tanganku yang masih melingkar di pergelangan tangan kiriku. "Anjir, kok gue bisa sampe tidur disini sih?"

"Au dah, gue mau bangunin. Lu kebo banget, malesin." Kata Luke

Aku memutar mata dan meregangkan otot-ototku, tidur di sofa itu membuat badan pegal. "Yaudah gue pulang dulu, thanks pembelajarannya kemaren."

"Lu bakal telat kalo pulang dulu, udah mandi disini aja. Ntar berangkatnya bareng sama gue." Aku yang mendengarnya langsung menelan ludah, gue berangkat bareng Luke jir.

Luke melemparkanku sebuah handuk, "itu kamar mandinya. Kalo mau pake air panas, pencet tombolnya tunggu lima menit. Gue mau bikin sarapan."

Luke pun meninggalkanku yang mematung sambil memegang handuknya, anjir tha, ini handuk yang Luke pake abis mandi, batinku.

Aku pun langsung masuk ke kamar mandi dan membasuh badanku, untuk pertama kalinya aku menginap di rumah Luke dan itu sangat membuatku bahagia.

Setelah selesai mandi, aku menyusul Luke yang sudah duduk di meja makan. "Lama banget si kutil," kata Luke.

"Yeu selow kali," kataku.

"Ini sarapan dulu." Dia memberikanku dua potong roti dan menyodorkanku selai. Wah lumayan nih selai coklat.

"Thanks." Kataku

"Tha," aku menatapnya, "lo bisa jaga rahasia gue kan?"

Aku mengangguk dan mempercepat makanku. Setelah selesai sarapan, aku dan Luke bergegas ke sekolah sebelum telat.

Aku dan Luke menggunakan bis umum untuk transportasinya. Karena cuaca di london selalu dingin, sedari tadi aku menggosok dan meniup telapak tanganku.

Tiba-tiba saja Luke menggenggam tanganku dan membawanya masuk kedalam saku mantelnya. "Biar ga dingin tha." Duh tha, jangan deg-degan.

Selama diperjalanan tanganku masih berada dalam saku mantelnya. Setelah sampai di sekolah, aku mengucapkan terima kasih dan berlari meninggalkan Luke. Yakali gue sama dia mulu, bisa keabisan nafas gua, batinku.

"Athaaaa." Aku menoleh dan mendapati Vanila sedang berlari kearahku. "Lu berangkat bareng sama Luke?"

"Iya, gue ketiduran dirumahnya." Vanila menganga, "selo aja sih."

"Syalan lo menang banyak."

"Engga juga anjing, gue jadi ga berasa apa-apa lagi sama doi."

Vanila menganga lagi, "lo mau move on?"

"Iya, tapi engga sekarang."

"Goodluck buddy." Ia memelukku singkat.



To be continued...

Me And Hus-band 2 : Luke HemmingsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang