16.Kesedihan

1.3K 107 0
                                    

Lea terduduk lemas masih susah bernapas. Kakinya gemetaran. Mulutnya terbuka, pandangannya kosong. Didepan sana, Ibunya.. Ibunya benar-benar tak bergerak lagi,Tak memberikan reaksi apapun. Matanya masih terbuka, tapi tak menutup lagi. Tak bernyawa. Ibunya sudah pergi. Untuk selama-lamanya

Lea memaki dalam hati, hal yang sama yang dilakukan Kenneth. Sungguh lemah dan tak dapat berbuat apapun. Hanya bisa diam dan mengeluarkan airmata. Benar-benar tak berguna.

air mata. Untuk apa air mata? mereka tak bisa mengembalikan nyawa orang yang sudah meninggal dengan air mata. Lebih memilih menangisi diri sendiri, yang akan berakhir sama.

"Jadi bagaimana? masih tidak akan mengatakan dimana buku itu?" Wajah Avrilia tidak bersalah. Seakan-akan tak pernah mengakhiri nyawa orang lain, sekarang dia tersenyum. Bukan senyuman lembut dan menenangkan, tapi sebuah cengiran jahat.

Orion diam. Pandangannya kosong. Dia baru saja membiarkan salah satu orang yang dia sayangi terbunuh didepannya tanpa mampu berbuat apapun.

"Diam.berarti iya."

"Bawa anak itu kemari--sial" Perintah Avrilia lagi sambil menunjuk kearah Lea kemudian mengumpat karena tak sengaja menginjak tangan Zeira .Lea dipaksa berdiri dan didudukkan dengan kasar didepan perempuan jahat itu.

Kenneth meronta-ronta kali ini lebih berusaha keras melepaskan diri yang berakhir dengan teriakan kesakitan. Punggungnya ditendang dari arah belakang

"Lepaskan aku!"  Kembali berusaha, laki-laki itu meraung-raung walaupun harus mendapatkan tendangan berulang kali di punggungnya

"Sekarang giliranmu"

Lea menatap lantai dengan tatapan kosong. Secepatnya. Dia lebih memilih mati secepatnya. Tak ada gunanya lagi dia ada disini.

"Iblis. Tempatmu di neraka!" Lea berteriak dengan suara yang berakhir terdengar seperti bisikan udara, menatap Avrilia menantang. Tak sekalipun dia gentar dengan Avrilia didepannya yang mampu membunuhnya kapan saja.

"Gadis kecil tak tahu diuntung! Lihat saja! Aku akan membunuhmu dan membiarkan mayatmu dimakan hewan buas diluar sana!"

Lea menatap Bibinya itu dengan pandangan jijik. Termakan omongan dan terbawa emosi. Lea tak sudi lagi menyebutnya dengan sebutan bibi. Sangat tidak pantas. Bagaimana bisa dia membunuh tanpa merasa bersalah sedikitpun

"Tidak perlu menatapku seperti itu!"

Prak!

Avrilia menampar Lea dengan keras sampai tubuh gadis itu jatuh kesamping. Suara tamparan itu sangat nyaring, terdengar menyakitkan. Orion dan Kenneth semakin menjadi-jadi di tempat mereka, berusaha lebih kerar melepaskan diri.

Lea kembali dipaksa duduk oleh dua orang yang mencekalnya. Pipinya berkedut-kedut dan mulai bengkak berwarna biru kemerah-merahan. Lea benar-benar tak peduli. Rasa sakit itu tak sebanding dengan perasaannya saat ini.

"Ada kata-kata terakhir?" Avrilia berputar mengelilingi tubuh Lea dan mengasah pisau kecilnya dengan tangan, membersihkan darah Zeira dari pedangnya

"Cih. Untuk apa? K-kau juga akan berakhir s-sama" Suara gadis itu benar-benar habis. Kali ini tak bisa lagi berbicara. Tenggorokannya perih dan napasnya menburuh. Gadis itu menutup kedua matanya rapat-rapat. Sudah berakhir, sudah selesai.

"Rasakan ini!"

Zring!

Bruk

Mystiki Porta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang