21.Keajaiban

1.3K 99 0
                                        

Avrilia terhempas dengan kencang, menabrak tembok kemudian meringis pelan. Tubuh Lea terjatuh. Gadis itu meringis pelan memegang punggungnya kemudian terbatuk- batuk sambil memukul-mukul dadanya.

"G-goma--kh?" Gadis itu kembali terbatuk. Menopang tubuhnya dengan satu tangan dilantai, dan satu lagi terus memukul-mukul dadanya. semua bagian tubuhnya lebam dan perutnya mati rasa. untuk menegakkan tubuhnya saja sudah sangat sulit untuknya. Sesekali Lea meringis tertahan mecoba melawan rasa sakit diperut dan punggungnya yang semakin terasa ngilu saat dia mencoba memegangnya. Apa yang terjadi? Bagaimana bisa Goma berada disini?

"Sangat buruk" Goma memperhatikan keadaan sekitar dari ujung ke ujung. Hampir saja. Kalau dia terlambat sedetik saja, Lea akan dalam bahaya. Goma mendekat kearah Lea, menutup matanya dan berkonsentrasi. Cahaya biru redup keluar dari dua telapak tangannya, diarahkannya tepat didepan tubuh Lea. Lea diam, tak terlalu mempertanyakan Goma yang tiba-tiba saja berada didepannya. Gadis itu menangis tertahan. Seseorang lagi-lagi menyelamatkan -nya. Keajaiban...masih ada keajaiban.

"Go--ma...Himeko..." Lea berkata sedikit terbata-bata. Goma mengangguk. Segala hal telah dipersiapkannya. Tiga hari adalah waktu yang cukup baginya untuk mengumpulkan seluruh kekuatan. Goma tahu akan hari ini dan paham kalau hari ini pasti akan datang. Wanita itu mempersiapkan semuanya. Setelah selesai dengan Lea, Goma mendekat kearah Hime berada.

"Jangan bergerak. Kau diam disana" Goma menghentikan Lea yang hendak mengikutinya. Mantera penyembuh akan benar-benar bekerja setelah lima menit kemudian

Goma berjongkok, membalikkan tubuh Hime, kemudian menutup mata dan menggelengkan kepalanya pelan. Aku harus cepat. Goma berdiri dari tempatnya. Mengarahkan kedua tangannya tepat kebawah, ke arah tubuh Hime yang kaku. Matanya terbuka, menatap kosong. Goma menarik napas dalam-dalam.

"Ini akan cukup memakan waktu"

"Ex zersna!"

Goma berteriak kencang. Mendorong tangannya kebawah kuat-kuat. Tubuh Hime terangkat. Cahaya kuning menembus seluruh bagian tubuhnya. Goma berkonsentrasi, mengerutkan alisnya dalam-dalam, benar-benar serius saat ini.

Bruk

Kenneth mendekat, menendang musuh yang akan menyerang Goma dari arah belakang. Goma menatap kearah Kenneth, mengangguk samar sebagai tanda terima kasih kembali berkonsentrasi. Kenneth memutar tubuhnya berjaga disekitar tempat itu, melindungi Goma, Lea dan Hime.

"Kau baik?" Sambil mengarahkan Pedangnya kesamping, Kenneth menyempatkan diri bertanya pada Lea yang dekat dengannya. Kenneth yang tadi melihat Lea diserang brutal oleh Avrilia langsung menyerang dengan cepat,menjatuhkan puluhan musuh didepannya, mencoba menggapai Lea. Dia menggigit Bibirnya dalam-dalam. Seandainya Goma tak ada disana, Dia benar-benar akan berhenti menyebut dirinya sendiri sebagai kakak.

"M-maaf.." lanjut laki-laki itu dengan penuh penyesalan, kemudian berguling kesamping, memutar tubuhnya sekali dan mengayunkan pedangnya kedepan, mengenai dua musuh didedepannya. Lea menggeleng. Ini bukan salah siapapun. Tak ada yang perlu di salahkan dalam situasi ini. Gadis itu mengerti.

"Tak perlu mengkhawatirkanku.. kondisi Hime..Dia.." Lea kembali menangis, menutup wajahnya dengan kedua tangan dalam posisi masih tetap terlentang di lantai, masih sulit menggerakkan tubuhnya. Griffer didepan sana, menbantu Flandy dan pasukan bayangan, terus menjatuh -kan musuh yang terus saja bertambah. Mereka kewalahan. Tak menyangka musuh akan sebanyak ini

"Ck. Pengganggu"  Avrilia berdiri, Kemudian tertawa renyah sambil menyeka darah yang keluar dari hidungnya dia menatap Goma sambil menyeringai. Goma tak peduli dan tak menatap wanita itu sama sekali. Satu-satunya tujuan yang lebih penting sekarang adalah nyawa Hime.

Avrilia mengepalkan tangannya erat-erat."Semua pasukan, serang witchers itu!" Avrilia merentangkan tangannya kedepan, menunujuk tepat kearah Goma berada. Flandy dan Griffer menahan, menghunuskan pedang mereka dengan cepat, berusaha sebaik mungkin agar pasukan musuh tak melewati mereka.

Lea spontan berdiri, berlari mendekat kearah Goma dan Himeko, dengan langkah yang sedikit diseret-seret. Gadis itu merentangkan kedua tangannya menghalangi, sambil meringis tertahan. Tubuhnya masih sakit, memaksanya untuk jatuh tapi gadis itu tetap bertahan pada posisinya.

"J-JANGAN COBA-C-COBA!"

"Apa yang kau lakukan!" Sedikit berteriak, Kenneth menatap Lea, menyuruhnya kembali pada posisinya sambil berdiri tepat didepan Lea, melindungi gadis itu.

"Kau.. tetap disini" Lea berjalan menjauh,teringat dengan keadaan Yume dan Kimmy disana.

"Lea! Lea--" Kenneth kewalahan. Lea berjalan menjauhinya. Tak ada pilihan lain, Laki-laki itu melindungi Hime dan Goma dibelakangnya, membiarkan Lea. Pasukan musuh sudah menghalangi pandangannya. Dia benar-benar tak bisa mengejar Lea saat ini. Sial!

Lea berjalan kesusahan, menarik kakinya, dengan tangan kanan memegang perutnya menahan sakit serta tangan kirinya menjadi penahan di tembok agar mempermudahnya berjalan. dalam langkahnya, Lea meringis tertahan

"Ki-Kimmy? k-kau baik-baik saja?" Kimmy tak menjawab, dan menangis sebagai jawaban. Masih tetap berusaha menyeret dirinya dengan tangan, dan mendekati Tubuh Hime.
Lea memegang pundak Kimmy, melingkarkan tangan gadis itu ke pundaknya membantunya berdiri. Kimmy berteriak. Lengan dan kakinya terasa sangat ngilu tapi dia tetap berusaha berjalan, mengikuti Lea yang membantunya.

"L-lea.. Hime.." Gadis itu kembali terisak. Dia tak bisa lagi. Membayangkan tubuh sahabat baiknya itu yang terpental ke dinding benar-benar membuatnya tak bisa berhenti mengeluarkan air mata. Lea menggeleng. Gadis itu sendiri tidak tahu. Kemungkinan Hime bisa diselamatkan dengan bantuan Goma. Tapi, kemungkinan terburuknya.. Lea menggigit bibirnya. Tak sanggup memikirkan kemungkinan terburuk. Kimmy terisak lebih kencang. Tak menerima jawaban yang Lea berikan.

Lea berhenti tepat disamping Yume. Melepaskan Kimmy pelan-pelan dan mendekat kearah gadis itu. Tubuhnya kejang-kejang, napasnya tak beraturan. Yume sedang dalam keadaan tak baik-baik saja.

"Yume..Y-yume" Lea menepuk pipi Yume sedikit keras, berusaha mengembalikkan kesadaran gadis itu. Kimmy disebelahnya meringkuk, menahan sakit. Gadis itu menangis, tapi tak mengeluarkan air mata sama sekali. Kedua teman.. kedua temannya.. Kimmy menutup matanya erat-erat, terisak dalam diam

Kumohon.

Lea kembali menepuk-nepuk pipi Yume yang masih tak memberikan reaksi apa-apa. Tubuhnya masih kejang-kejang.Perlahan, Yume sedikit menggerakkan jari-jarinya. Hanya sebatas itu, dan belum sadarkan diri. Lea menangis pelan. Yume masih menunjukkan tanda-tanda kehidupan.

"Yume.." Lea memegang tangan gadis itu erat. Berusaha menyalurkan kekuatan lewat pegangannya itu

"H-Hime--" gadis itu bergumam. Lea mendekatkan diri. Sedikit terisak.

"Tak apa. Dia baik-baik saja. Kau juga akan baik-baik saja" Lea menjawab. Tak tahu Yume mendengarnya atau tidak.

Dari tempat itu, baik Lea dan Kimmy, sama-sama berdoa dalam hati. Untuk keselamatan Hime, Yume dan untuk keselamatan mereka semua.

Mystiki Porta Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang