Kimmy memegangi kepalanya. Tidak di mimpi dan kenyataan, kepalanya tetap benar-benar sakit. Isinya seperti diremas-remas. Pelan-pelan dia menatap teman-temannya satu persatu yang masih terdiam, mencerna keadaan sekitar, dan masih menerka-nerka dimana keadaan Avrilia.
"Aku bermimpi"
"Huh?"
"Aku.. bermimpi" ulang Kimmy, kali ini berdiri, mengikuti Lea dan Yume.
Kimmy menatap mereka ragu. Setiap dia menceritakan soal mimpi, pasti akan berakhir sama. Diabaikan dan ditertawakan. Kimmy menarik napas dalam-dalam.
"Aku bertemu seorang wanita---kira- kira umurnya empat puluh tahun" Kimmy mengingat-ingat. Dan perkiraan umur itu, berdasarkan opininya. Bukan fakta. Setidaknya dia berusaha mendeskripsikannya dengan benar. Yume, Hime dan Lea saling pandang. Apa yang spesial dengan bertemu seorang wanita berumur empat puluh tahun
"Jangan menatapku begitu. Aku belum selesai. Wanita itu berkata sesuatu dan itu sangat menggangguku"
"Kita memang sama--tapi hatilah yang akan membedakan kita. Kecemasan dan ketidakpercayaan, akan membuat kita terpecah belah.Pikirkan dan rasakan.Perkataan hati lebih besar dari perkataan dunia" Kimmy menutup mulutnya dengan tangan, tidak percaya dia dapat menghafalkannya sedetail itu tanpa satu kata pun yang hilang "Hei! Aku menghafalnya!"
Hime mendekat, menempelkan telapak tangannya di dahi Kimmy.
"Apa yang kau lakukan Hime? Aku baik-baik saja. Tidak sakit" Kimmy menghempaskan tangan Hime, memukulnya keras. Hime sedikit mengaduh lalu menjauh.
"Ya. Jiwamu yang sakit" Hime membalas, mengibas-ngibaskan tangannya yang dipukul "Kau kelelahan Kimmy. Itu saja"
"Jangan berbicara hal konyol denganku" sambung Yume, menatap Kimmy dengan pandangan aneh
"Terakhir kali aku berbicara hal konyol, kita berakhir di dunia ini. Sekedar informasi" Kimmy mendekat, berusaha mengingatkan kondisi mereka saat ini.
"Yang terpenting adalah mencari Avrilia dan Keluar dari tempat ini"jawab Yume,menutup topik tentang Kimmy dan mimpinya.keluar dari tempat ini adalah hal penting untuk saat ini. Hime mengibaskan bagian bawah pakaiannya lalu sedetik kemudian merasa mual sendiri dengan pakaiannya yang lengket dengan cairan kental, darahnya sendiri.
"Expecio!" Lea mengangkat tangannya sejajar dada, memunculkan cahaya kecil dari ujung jari telunjuknya. Lea berjalan kedepan, memperhatikan Ukiran dinding dengan simbol-simbol yang tak dapat dia mengerti. Gadis itu menggelengkan kepalanya
"Kita dalam masalah" Lea menghadap kebelakang, dari tatapan matanya menyuruh teman-temannya itu mendekat.
"Lihat" Lea lebih mendekatkan cahayanya kedepan, mempersilahkan mereka untuk dapat melihat dengan jelas. Lorong bercabang. Lima. Total lima yang harus mereka pilih. Lea mendengus. Mereka terjebak. Dan tempat ini persis sama dengan labirin. Atau bisa disebut, benar-benar labirin.
"Ada apa dengan tempat ini?!" Hime melihat sekitarnya. Frustasi. Tak bisa memilih salah satu dari kelima lorong. Bisa saja buntu, dan bisa saja membuat mereka berputar-putar. Tak ada yang tahu apa yang ada dibalik lorong-lorong itu. Lea melangkahkan kakinya kedepan. Mau tidak mau, mereka harus memilih, atau terjebak disini selamanya. Tujuan mereka hanya satu. Mencari Avrilia dan kembali.
Lea berjalan paling depan seperti biasa, menuntun jalan. Gadis itu mengambil lorong nomor dua "Tidak ada pilihan lain. Ayo" Ketiga gadis dibelakangnya ikut berjalan dalam diam. Satu-satunya penerangan disini adalah cahaya yang menyala di ujung jari telunjuk Lea.
Tetesan air terdengar di pendengaran mereka. Sesekali mereka menginjak genangan air dan berakhir dengan kaki yang basah. Kimmy bergerak tak nyaman. Sesaat kemudian dia memutuskan melepaskan ikatan baju besi dari tubuhnya, menyisahkan kaos lengan panjang dan celana bahan, meninggalkan baju besi itu di sudut lorong. Kimmy melompat lega. Dia merasa lebih bebas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mystiki Porta
FantasiMystiki porta : Adventure In My School Dua hal yang dipercayai Kimmy dalam hidupnya yaitu, Mistis dan Keajaiban Dua hal yang dipercayai Himeko dalam hidupnya yaitu, Sains dan Realitas Dua hal yang dipercayai Yumeko dalam hidupnya yaitu, Sa...