SOPHIA berjalan gontai setelah berjalan dari lapangan belakang menuju parkiran. Kenapa jadinya seperti ini? Apakah nanti ia akan menyesal? Bagaimana jika ternyata dalam lubuk hatinya, ia benar-benar masih menyukai Haikal? Kenapa Haikal meminta jawaban secepat itu?
Sophia mendongak setelah menyadari ada sebuah kerikil mengenai sepatunya. Ia melihat siapa pelaku yang melempar kerikil itu.
"Udah selesai urusannya?"
Sophia menatap Titan tidak percaya. Kenapa Titan suka sekali menunggu dirinya? Kenapa Titan tidak langsung pulang saja? Dan tanpa sadar, pikiran itu terucap dari mulut Sophia.
Titan tersenyum sebelum menjawab. "Gimana gue bisa pergi sedangkan gue tau elo ada disini."
Sophia mengerjap pelan-pelan. Ia lalu memaksakan seulas senyum. Ia menghampiri mobilnya lalu membuka pintu.
"Gue anterin, ya?"
Sophia tersenyum tipis. "Nggak usah. Lagian, kita beda arah."
"Lo kayak nggak tau gue aja," Titan menarik tangan Sophia lalu menutup pintu mobilnya. "Muka lo nggak meyakinkan buat nyetir."
Titan menarik Sophia, memutari mobil Sophia sampai ke pintu mobil Sophia sebelah kiri. Titan membuka pintu mobil Sophia lalu melepaskan pegangan tangannya. "Atau lo yang nyetir gue iringi di belakang pake motor?"
Sophia menghela napas. "Muka gue kacau banget, ya?" Sophia lalu tertawa renyah.
"Emang kacau, kan? Siapa bilang muka lo nggak kacau?"
Sophia mendengus lalu mencubit perut Titan, hingga Titan merintih kesakitan.
"Maksud gue, muka lo emang buat kacau. Buat kacau hati dan pikiran gue."
Sophia mendengus disela-sela tawanya. "Norak, tau!"
"Biarin. Gue norak, tapi gue ganteng. Siapa yang berani bilang norak?"
"Udahlah. Gue mau pulang," Sophia tertawa kecil sebelum membuka pintu mobilnya. Tapi, tangannya ditahan oleh Titan.
"Lo beneran nggak papa?"
Sophia menggeleng dengan berat. "Emang lo kira gue kenapa?"
Titan menyandarkan tubuhnya di pintu mobil Sophia, mencegah agar pintu mobil tidak bisa dibuka oleh Sophia.
"Heru, Haris, Hendra nembak elo, kan?"
Sophia membelalakan matanya. Ia kaget. "Lo tau darimana? Kak Haikal cerita sama lo?"
"Nggak cerita juga ...," Titan menimbang-nimbang. "Kalo gitu bahasanya gue ngerasa jadi temen deket dia."
"Dia cerita apa aja?"
"Dia nggak cerita, gue bilang," Titan gemas dengan Sophia sampai-sampai ingin mencubit pipi gadis itu. "Pagi tadi dia bilang kalo dia nembak lo."
"Terus?"
"Harusnya, gue yang nanya terus," Titan menjitak kepala Sophia pelan. "Terus jawaban lo gimana?"
"Gitulah ...," Sophia menunduk.
"Lo nolak dia gara-gara gue, ya?"
Sophia langsung menendang tulang kering Titan. "Lo jadi orang kepedean banget, ya!"
Titan memegangi kakinya sambil mengaduh pelan. "Mendingan ngeliat elo marah daripada ngeliat elo sedih, tau nggak."
"Tan."
"Iya, Sop Ayam?"
Sophia mendengus pelan. "Makasih."
Titan menatap Sophia aneh. "Gue merinding dengernya, sumpah."
KAMU SEDANG MEMBACA
MLS (1) - Phytagoras Love
Novela JuvenilMath Love Series (MLS) 1 - Sophia Afareen (kelas X), bukan cewek populer apalagi The Most Wanted-nya SMA Airlangga. Dia suka sama cowok bernama Haikal Ardhani (Kelas XI), prestasi Haikal membuat Sophia jatuh cinta. Juara 1 olimpiade Kimia tingkat na...