Reflection - Satu

13.8K 956 76
                                    


1. Manik Mata Coklat Terang

        Cowok dengan kharisma yang sanggup membuat orang-orang di sekitar langsung mengalihkan fokus ke dirinya itu berjalan tegap menuju kelasnya di lantai tiga dengan tumpukan buku gambar di kedua tangan. Dia baru saja kembali dari ruang guru. Guru mata pelajarannya akan datang sedikit terlambat hari ini. Tadi, guru itu meneleponnya dan ini merupakan suatu hal yang lumrah untuk Milo. Seluruh guru mempunyai nomor teleponnya.

        Langkahnya pun terhenti di ambang kelas dengan tulisan "XI IPA 1" di atasnya. Ia menghela napas berat. Suara yang bermuara dari kelasnya itu bahkan terdengar hingga tangga. Meski kelas ini terisi dengan semua anak terunggul dari yang unggul, tetap saja tak ada bedanya dengan kelas biasa. Selalu ada biang kerok kegaduhan di setiap kelas dan untuk di kelas 11 IPA 1 adalah Jati, salah satu anggota band sekolah.

        Milo akhirnya masuk ke dalam, menaruh tumpukan buku gambar tersebut di atas meja guru lalu kembali ke tempatnya. Pandangan mata miliknya dia arahkan menuju komplotan Jati yang sibuk bermain ponsel di pojok belakang kelas.

        "Gila! Panjang, woy, panjang!"

        Alis Milo mengerut ketika suara Revan—satu dari empat kawanan Jati—menceletuk nyaring. 'Mereka nonton apa?'

        "Iya, gede pula!"

        Kali ini Jati yang menyeletuk heboh sambil tertawa-tawa. Arah pandangan cowok itu sedikit melirik Citra yang sudah tampak menarik napas karena kesabarannya terusik. Jati dan Citra, ini dia yang akan menghancurkan kelas karena kebisingan keduanya.

        "Mulus banget dah itu kulitnya. Licin, Gan!" ungkap Dibo. Sebenarnya nama cowok itu bukan Dibo hanya saja Jati suka memanggil cowok dengan nama asli Redha Bonar dengan sebutan tersebut.

        Citra kini terlihat semakin gerah. Milo sampai menyunggingkan senyuman geli melihat wajah Citra yang memerah. Dalam hitungan beberapa detik lagi, Citra akan meluapkan lavanya dan pada akhirnya Milo-lah yang akan melerai pertikaian mereka berdua.

        "Anjrit, nyiprat!"

        "HEH," Citra menggebrak meja kencang, membuat seluruh perhatian di kelas terarah kepadanya. "LO KALO MAU NONTON BOKEP TUH DI RUMAH, JANGAN DI SEKOLAH! GANGGU ORANG BELAJAR."

        Suasana kelas hening untuk beberapa detik sebelum ledakan tawa komplotan Jati menggema ke seantero kelas. Milo hanya bisa menghela napas pasrah ketika Jati bangkit dari posisinya dan mendekati cewek dengan wajah marahnya tersebut.

        "Siapa yang nonton bokep, sih?" tanya Jati dengan seringai miringnya.

        "Lo dan cecunguk nggak jelas lo itu! Emang gue nggak denger apa?! Milo yang duduk di bangku kedua pun pasti denger omongan nista lo semua."

         Jati mendengus geli. Ia membasahi bibirnya sebelum melebarkan senyuman. "Gue nggak nonton bokep, Citra."

       "Nggak usah dusta deh, Rakajati Reynand. Gue punya telinga yang bisa denger celotehan lo tentang apa yang barusan lo lihat. Kalian tuh ganggu kegiatan belajar, tau nggak?!"

       "Citra Natasha," panggil Jati penuh penekanan, tak lupa senyuman lembut dia sunggingkan namun terasa sangat kontradiktif dengan pandangan matanya. "Gue sama cecunguk kesayangan gue itu lagi nonton video atraksi lumba-lumba di Ancol. Kalo nggak percaya, nih lihat."

        Jati pun membuktikan omongannya dengan memperlihatkan ponsel pipihnya yang benar-benar sedang memutar video atraksi lumba-lumba dengan volume besar. Hal ini pun sontak membuat derai tawa meledak di sepenjuru kelas. Termasuk Milo, bahkan dia harus susah payah untuk menahan tawanya agar tidak begitu meledak.

TCP [2] : "Reflection"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang