Reflection - Delapan Belas

4.9K 449 23
                                    

        Tit ... Tit ... Tit ...

        Milo menyernyit dalam tidurnya. Cowok itu menekan tombol alarm di nakas kemudian menggeliat di dalam selimutnya, mencoba merenggangkan otot-otot yang kaku akibat berjam-jam tak bergerak. Setelah dirasa lebih baik, ia membangunkan tubuhnya, terduduk di tengah kasur sambil memandang sekitar.

        Jendela di depan tempat tidurnya yang tersibak sedikit itu masih terbubuhi warna biru gelap, tanda fajar telah menjemput. Milo menguap lebar, dia masih mengantuk. Malam tadi dia habiskan dengan belajar kimia kemudian dilanjutkan dengan menatapi bintang-bintang di langit. Unik, tadi malam bintang tampak lebih banyak dari biasanya. Milo menghabiskan waktunya sampai jam setengah sebelas demi mengamati bintang itu satu persatu. Sudah kah dia bilang bahwa hanya melihat bintang ia bisa merasakan kehangatan tersendiri?

        Milo mengusap mata dengan jari telunjuk dan tengahnya sembari melangkah ke luar menuju dapur. Kalau dipikir-pikir, Milo harus memanjatkan syukur karena dia tidak kambuh akhir-akhir ini. Jika ia sampai kambuh hari ini, bisa-bisa sampai pagi dia akan diiringi dengan suara-suara mencekam.

        Dengan cekatan, cowok itu membuat sarapan paginya. Sandwich tuna, sarapan favoritnya dan satu-satunya makanan sedikit rumit yang ia bisa selain memasak mi rebus pakai kornet. Ia makan dengan cepat. Hari ini adalah jadwalnya piket pagi dan dia juga harus menjemput Sheren di rumah temannya. Omong-omong tentang Sheren, dia belum mengetahui jam berapa dia harus menjemput. Melihat bintang semalaman membuat Milo melupakan segala urusan dunia termasuk menengok ponselnya.

        Setelah mandi, berpakaian, dan merapikan tempat tidurnya, cowok itu langsung mengambil tasnya yang sudah ia ganti buku pelajarannya ke lantai bawah. Rambutnya yang sedikit basah dibiarkan tak tersisir, waktunya sudah tak sempat melihat jam yang melilit pergelangan kirinya mengukir angka 05:52, sudah waktunya untuk berangkat!

        Milo masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, kemudian mengecek barang-barangnya. Ia merogoh ponsel di dalam tas lalu tak lama kemudian menyernyit bingung. Sepanjang dia meraba seluruh jengkal tas ranselnya, dia sama sekali tak merasakan sesuatu yang berbentuk kotak nan pipih itu. Rasa panik tiba-tiba merundunginya. Kalau ponselnya hilang, bagaimana bisa ia menjemput adiknya?!

        "Shit, di mana, siih?" Milo bermonolog, wajahnya pias. Jika dia tak menjemput adiknya, maka sama saja dia harus menyiapkan diri untuk disinisi Sheren sepanjang hari. Oh, ini bencana. Sudahkah dia pernah bilang bahwa dirinya dan Sheren sangat mirip?

        Merasa tak juga menemukannya, Milo mendesah kesal sembari melempar tasnya ke kursi penumpang di sebelah. Cowok itu menyugar rambutnya ke belakang sembari memejam, berupaya mengingat di mana terakhir dia meletakkan ponselnya itu.

        'Kemarin abis pulang dari rumah Rara, gue ngerjain soal-soal kimia di buku cetak. Abis itu ngeliat bintang, sampe jam ... berapa ya? Oh, iya, jam 11. Intinya gue nggak megang hape sama sekali pas di rumah. Seinget gue, ada di tas. Atau ... di kantung?'

        Kelopak mata itu terbuka lebar setelahnya. Di kantung celana! Dia belum mengeceknya. Ia pun langsung segera keluar dari mobil, berlarian ke dalam rumah, tapi sebelum gerakannya tercapai, sebuah panggilan nama yang terdengar tergesa-gesa menginterupsi. Milo kembali ke tempatnya semula, memandang ke arah luar pagar yang menampilkan sosok Rara dengan peluh di mana-mana. Bahkan, rambutnya yang selalu terlihat tersisir rapi itu sudah tak terbentuk.

        "Kenapa, Ra?"

        Rara mengacungkan kelima jarinya ke arah depan, meminta waktu sejenak untuk bernapas. Dia baru saja berlarian masuk ke komplek perumahan ketua kelasnya itu. Sekedar informasi, rumah Milo sebenarnya dekat dari pintu masuk hanya saja itu jika ditempuh dengan kendaraan, kalau ditempuh dengan angkutan kaki alias berjalan terlebih lagi sembari diburu waktu, itu namanya lari marathon!

TCP [2] : "Reflection"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang