Reflection - Dua Puluh Dua

8.1K 546 155
                                    

22. Hari Dimulainya Rencana

"Ini, Bu, album foto dari kelompok saya."

Bu Ratip yang semula sedang sibuk mengelompokkan tugas-tugas yang membanjiri mejanya itu langsung menoleh ketika suara perempuan menginterupsi pekerjaannya. Wanita muda itu tersenyum kecil. "Udah jadi? Cepet juga, ya. Padahal masih ada sisa beberapa hari lagi."

Cewek itu terkekeh singkat. "Iya, Bu. Milo yang buru-buru. Lagipula, nggak baik ditunda-tunda."

Bu Ratip manggut-manggut, setuju. "Oh iya, Ra. Milo ke mana, ya? Tadi saya SMS tapi nggak dibales, mau telpon nggak ada pulsa."

"Hm, Milo nggak masuk, Bu," jawabnya.

"Yah, sayang sekali. Padahal minggu depan udah hari Kartini. Ibu mau diskusi sama dia tentang acara tersebut. Kalau gitu, kamu bisa panggil Reza Cendekia kelas 11 IPA 2? Dia temennya Milo, kebetulan ekskul jurnalistik ikutan ngurus Kartini's Day."

"Bisa, Bu."

Bu Ratip tersenyum berterimakasih sembari mengusap lengan atas Rara. "Makasih ya, Ra. Ibu tunggu di sini."

Cewek itu mengangguk mengerti. Dia kemudian segera ke luar dari ruang guru setelah tersenyum formal ke beberapa guru lain yang melihatnya. Ini masih pagi menjelang siang, sekitar pukul sembilan lewat, tapi dirinya sudah merasakan beratnya hari. Baru beberapa jam saja bersikap seolah Rara yang biasanya sudah mampu membuat Jane gerah sendiri. Ini berbeda dengan kesempatan lain di mana dia muncul di sekolah ini. Waktu itu, dia bebas berbuat apa saja. Tapi sekarang, demi lancarnya rencana yang telah ia buat, dia harus melakukan ini.

Berkamuflase.

Untung saja Milo tak masuk hari ini. Gerak-geriknya jadi semakin luas meski Jane sendiri yakin semenjak dia berkata demikian, Milo sudah tak mau peduli dengannya. Ah, omong-omong, salah satu cewek berkuncir satu tadi di kelas yang mengaku sekretaris berkata bahwa Milo hari ini tak masuk karena sakit. Apa itu maksud dari dia kembali kambuh?

Jika itu benar, Jane akan amat sangat senang menanggapinya.

"Kak Rara!"

Seorang cewek dengan seragam yang sama dengannya memanggil kembaran Jane. Jane menoleh, tatapannya menelisik seragam cewek itu. Ada tulisan "Thessa Indira" di bagian name tag-nya. Hm, Rara itu tipe orang yang un-social, apa sekarang dia terkenal di kalangan sekolah?

Oh ... Jane lupa. Ini karena Milo, tentu saja. Sepengetahuan Jane—hal ini juga ditulis di diary Rara. Biasanya cewek itu menaruh di dalam koper yang terkunci di lemari, sangat mudah caranya tahu bagi Jane mengingat bahwa Rara menuliskannya lewat post-it di meja belajar seolah ingin berbagi cerita terhadapnya—namanya melambung semenjak kedekatan mereka dengan Milo. Ah, siswa di sini suka ngegosip juga ternyata.

"Maaf ya, Kak, SKSD. Aku Thessa kelas 10 IPS 2."

Jane yang berada dalam tubuh Rara mengangguk paham. "Ada perlu apa, ya?"

"Kakak dipanggil sama Reza di kantin."

"Reza siapa?"

"Reza Cendekia, ketua ekskul jurnalistik. Yang pernah bikin surprise buat cewek pake properti sekolah terus dikejar-kejar Bu Gesha."

Jane tersenyum geli. Tentu ini cuman formalitas saja. Dia 'kan tak tahu apa-apa tentang kejadian itu. Melihat ekskpresi Thessa yang tampak sumringah, pasti itu adalah hal lucu. "Kebetulan, aku juga mau ketemu dia," ucapnya ramah. Palsu juga. Jane, ramah? Hah, Milo pasti akan terbahak bila tahu.

Tapi, cowok itu tak akan pernah tahu. Jane tertawa di dalam hati.

"Oh, ya? Jodoh, tuh! Tapi, Reza udah sama Kirana," tukas Thessa sembari memberikan raut berpikirnya. Seolah percakapan ini lebih penting dibanding ulangan kenaikan. Dan, Jane hanya senyum-senyum tak jelas. Cewek di depannya terlalu banyak omong.

TCP [2] : "Reflection"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang