8. Kali Pertama
Kecanggungan adalah hal yang lumrah bagi banyak orang. Biasanya hal ini terjadi akibat sebuah perasaan khawatir atau takut dalam menghadapi lawan bicara. Tapi bagi Milo, hal itu bukanlah hal yang biasa. Biasanya orang lain yang akan merasa canggung padanya karena sifat dingin dan irit bicara kalau bukan menyangkut masalah penting. Namun sekarang, Milo akhirnya merasakan bagaimana kecanggungan itu terjadi setiap dirinya berada di dekat Rara.
Ya, mereka lagi-lagi masuk dalam kondisi hanya berdua. Meski tak benar-benar berdua—mereka berada di koridor lantai tiga di depan kelas yang sedang ramai-ramainya karena letak kelas 11 IPA 1 dekat dengan tangga serta telah memasuki jam istirahat pertama—Milo merasa dirinya dan Rara berada di atmosfer yang berbeda. Seperti diisolasi dari lingkungan. Terlebih lagi sejak Rara memanggil dirinya yang hendak menghampiri kelima temannya di meja piket dekat tangga, cewek itu malah membungkam bibirnya sendiri. Milo sudah ingin angkat bicara, tapi melihat gelagat Rara yang sepertinya butuh waktu untuk bicara, Milo memilih diam dan meresapi segala kecanggungan yang ada bulat-bulat.
"Aa ... em ..." Rara lagi-lagi menggumam dan kemudian terputus, membuat Milo mendesah pelan. Butuh waktu berapa lama lagi untuk membuat cewek di hadapannya ini berbicara?
"Ja-jadi gini. Sorry udah nahan lo lama banget. Gue ... ya ... gitu deh."
Milo yang mulai jengah pun hanya mengangguk-anggukan kepalanya. Bingung harus merespon apa mendengar perkataan menggantung seperti itu. Dia masih diam di tempat, menunggu lanjutannya. Rara yang merasa bahwa jawabannya terlalu tak logis untuk orang sejenius Milo akhirnya buka mulut kembali.
"Gue mau minta maaf," ucapnya lancar. Membuat Milo melongo sejenak. Jadi selama nyaris tujuh menit menunggu, cewek di hadapannya ini hanya ingin mengatakan permintaan maaf? Untuk apa?
"dan terima kasih."
Milo semakin bingung. Tadi cewek di depannya bilang maaf lalu sekarang terima kasih. Untuk apa?
"Buat apa?" tanya Milo sambil berharap dalam hati bahwa cewek ini tak akan menghabiskan waktu tujuh menit lagi untuk menjawab.
Dan, harapannya terkabul begitu mendengar jawaban singkat yang keluar dari bibir Rara. "Untuk kemarin."
Milo menganggukkan kepala tanda paham. "Bukan apa-apa, kok."
Hening kembali. Milo semakin bingung. Rara masih berada di tempatnya semula, tak berpindah sesenti pun. Hal ini turut membuat Milo tak berpindah juga. Pasti ada yang mau cewek itu katakan lagi. Apa harus Milo hitung sampai 7 menit dulu baru cewek ini akan berbicara?
"Te-tentang PR Bu Ratip, kapan lagi mau dilanjutin?"
Ah, pertanyaan yang keluar dalam waktu dibawah tujuh menit. Milo tersenyum geli menanggapi perhitungan waktunya sendiri. Ini seperti lelucon. Cowok itu memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana sebelum menjawab dengan santai. "Kapan aja bisa kok, atur a—"
BRUK!
Milo melotot ketika kepalanya tertoleh ke sumber suara di belakangnya. Kelima temannya jatuh saling tumpuk dari balik tembok dekat tangga dengan Gege yang di paling bawah dan Jared di paling atas. Milo menutup wajahnya malu ketika mendengar suara tawa yang membahana dari siswa sekitar dan kekehan geli Rara.
"Kalian ngapain, sih?! Nguping?" sentak Milo dengan wajah sedikit merona.
Gege yang berposisi paling bawah langsung menyeruak bangkit, membuat empat orang di atasnya terjungkal ke belakang. Dengan cengiran tanpa dosa, dia menjawab, "Nontonin Mama Milong PDKT sama Papa Rara."
KAMU SEDANG MEMBACA
TCP [2] : "Reflection"
Teen FictionMasa SMA Milo awalnya seperti yang dia rencanakan. Datang pagi, menegur Citra dan Jati yang akan selalu meramaikan kelas dengan debat tak mutu, duduk di kursi kedua dari depan, belajar dengan giat, menuruti segala perintah guru, berkumpul dengan lim...