Reflection - Sembilan Belas

4.5K 444 52
                                    

19. Sheren dan Rencananya

Bel pulang sekolah yang sudah ditunggu-tunggu oleh seluruh murid akhirnya berdering nyaring. Pintu kelas pun mulai memuntahkan isinya. Para murid bergerombol keluar dengan wajah riang, walau ada beberapa wajah lesu mengingat harus melanjutkan dengan kegiatan bimbel sampai malam.

Seirama dengan berjalannya jarum jam, populasi murid yang masih berada di sekolah kian berkurang hingga pada akhirnya menyisakan segelintir murid yang akan melaksanakan ekskul, kerja kelompok, atau sebatas menunggu kehadiran jemputannya. Adalah Rara, murid yang tidak berada di dalam tiga golongan tersebut. Ia memiliki tujuan lainnya, memandang punggung Milo yang dia tutupi dengan adegan membaca novel. Punggung itu masih sama, merunduk seolah tak ada napsu akan apa pun. Sesekali dia akan menyugar rambutnya ke belakang, menghela napas berat, atau mengusap kasar wajahnya. Setelahnya, ia kembali terdiam.

Rara ingin bertanya. Amat sangat ingin. Namun, nyalinya tak cukup. Ini tak adil. Rara selalu berbagi keluh kesahnya dengan Milo, tapi Milo tak pernah berbagi sedikit hal kepadanya. Harus ia yang bertanya lebih dahulu. Ini membuat Rara merasa ... tak enak. Ia seperti menjadikan Milo tempat penampungan. Dia harus mencoba ke sana.

Cewek itu meyakinkan dirinya sendiri. Setelah mencoba menghilangkan kegugupannya, ia mulai mengangkat tubuh. Kakinya perlahan bergerak ke depan, tapi belum sempat dirinya sampai di pemberhentian, cowok itu bangkit berdiri secara tiba-tiba. Rara membeku, ia seperti maling yang ketahuan mencuri. Namun, Milo tak meliriknya. Sama sekali tidak. Karena sejurus kemudian, ia langsung beranjak ke luar tanpa menoleh sedikit pun.

Terlihat seperti ... Rara dihindari.

Rara menundukkan kepalanya. Rasa sedih mengalir lembut di dalam tubuhnya. Apa benar Milo baru saja menghindarinya? Kenapa? Apa karena dia mengetahui sedikit sisi yang tak diketahui orang lain? Tapi, bukankah mereka sudah berteman? Teman yang saling berbagi cerita, menopang, dan melindungi? Tapi ... kenapa?

Tangan Rara terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya. Tidak, dia yakin tak seperti itu. Milo pasti sedang gelisah dengan pertengkaran dengan adiknya. Iya, dia tak boleh berprasangka buruk dengan temannya itu. Milo sedang mengalami hari yang runyam. Maka, sebagai sahabat, dia harus menghiburnya.

***

Sesuai dengan visi misi yang dia buat, Rara langsung pulang ke rumah begitu sosok Milo sudah tak berada di pandangan. Dia tak mungkin mengikuti Milo yang sudah pasti menuju ke sekolah Sheren. Rara akan melaksanakan misinya dengan caranya sendiri. Pulang ke rumah, mandi, makan, kemudian menunggu ponselnya menampilkan chat dari Milo sembari mengerjakan PR matematikanya. Rencana yang bagus.

Beberapa menit kemudian, ia akhirnya turun dari angkot yang ia naiki di depan komplek. Demi menghemat uang, Rara memilih untuk menggunakan angkot untuk hari ini. Meski Sinta telah berkata padanya bahwa uang yang diwarisi oleh kedua orang tuanya sanggup untuk mebiayai Rara sampai menikah, Rara tak mau ambil resiko dengan berhura-hura. Alhasil, hari ini ia memilih berjalan kaki sampai ke depan rumahnya sembari bersenandung kecil. Lagu Gabrielle Aplin menjadi pilihannya.

Cewek itu melangkah dengan riang. Pikirannya berkata bahwa sebentar lagi hubungan pertemanan mereka akan semakin terikat. Milo akan berbagi kisah dengannya. Itu pasti. Milo untuk pertama kalinya akan bercerita tanpa dia minta. Entah apa yang meyakininya, tapi firasatnya berujar demikian. Semoga saja.

Kanan dan kiri, bergantian melangkah maju. Namun, secara tiba-tiba hal itu terhenti ketika melihat sebuah motor dari kejauhan. Tak ada yang aneh pada motornya, justru letak tak wajarnya berada di si pengemudi. Itu Sheren, tak memakai helm atau pun jaket. Kening Rara berkerut. Bukannya Milo akan menjemput adiknya?

TCP [2] : "Reflection"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang