6. Pecahan Hidup
"Mil, lo harus tahu! Kemarin, pas lo nggak masuk, Citra sama Jati bener-bener nggak bisa ditangani. Adel yang notabene wakil ketua kelas aja nggak bisa! Kelas hancur lebur, Mil. Semua guru mata pelajaran baper sama kita," celetuk Dibo antusias dengan mimik wajah khas orang sedang melakukan lomba story telling.
Milo yang hari ini telah masuk kembali ke sekolah hanya bisa mendesah pasrah. Tempat duduknya masih berada di samping Jati, tapi cowok itu tak masuk hari ini dengan alasan acara keluarga, membuat Citra tak henti-hentinya melengkungkan senyuman.
"Kayaknya hari ini gue akan menghabiskan waktu di ruang guru deh, Dib," keluh Milo pasrah seraya berdiri bangkit dari duduknya yang ditanggapi Dibo dengan tepukan prihatin. "Lo emang ketua kelas yang baik," ungkap cowok itu, membuat Milo mendengus. Tentu saja dia adalah ketua kelas yang baik, bisa dilihat ketika dirinya tak masuk sehari saja, kelasnya langsung hancur lebur tak terkendali.
"Mil, lo mau ke ruang guru 'kan?"
Milo yang baru saja akan keluar pintu, menoleh ke arah belakangnya. Cowok itu mengangguk, membuat Rosa—sekretaris kelas—melengkungkan cengiran lebar di bibirnya. Ia melangkah mendekat kemudian menyerahkan sebuah map berisi daftar absensi siswa.
"Tolong ya sekalian mampir ke ruang BK. Oke, Mil? Gue belum ngerjain PR Sejarah Indonesia nih. Lo tahu 'kan betapa mengerikannya dia?"
Cowok yang dimintai tolong itu mau tak mau mengangguk. Tangannya mengambil map plastik tersebut kemudian berjalan keluar cepat-cepat sebelum teman lainnya mulai menitipi amanah seperti: "Mil, tolong beliin gorengan di kantin ya!"
Seiringan dengan kakinya yang bergerak, iris kecoklatan Milo mulai membaca absensi kehadiran hari ini dan kemarin. Hanya dirinya seorang yang tak masuk tempo hari. Pasti guru-guru yang mengajar semula tak menyadari bahwa dirinya tak hadir mengingat setiap absensi pelajaran namanya tak pernah disebut karena sudah pasti seorang Tengku Radmilo akan datang.
Sementara hari ini ada Jati dengan alasan izin dan ... Rara. Gerakan Milo terhenti sejenak ketika melihat lambang "S" penanda alasan sakit di kolom dan baris kehadiran cewek itu. Kening Milo mengerut. Sepulangnya cewek itu dari rumahnya kemarin, Rara tampak sangat sehat meski dalam acara kamuflasenya.
Apa yang membuat cewek itu sakit secara tiba-tiba?
Milo mulai melangkah kembali. Pikirannya mulai membuat praduga-praduga masuk akal mulai dari mungkin dia terkena flu dadakan sampai alasan sakit itu hanya tipu muslihat belaka. Namun, semua terasa tak mungkin terjadi begitu saja. Rara bukan tipe yang akan berbohong, dia kelewat jujur. Citra pernah mengatakan hal tersebut di kelas dan kebetulan Milo mendengarnya.
Langkah yang semula telah bergerak kembali terhenti ketika otak jeniusnya itu membuahkan sebuah lampu terang. Rahang cowok itu sontak mengeras, gigi gerahamnya saling adu kekuatan. Ia menarik napas, menetralisasikan emosinya yang mulai terpancing.
Jane Ganinda. Ini pasti alasannya. Tentu saja.
***
Tepat ketika bel pulang berkumandang ke seluruh sudut gedung sekolah, Milo langsung bergegas keluar dari kelasnya dan turun ke arah lahan parkir—tempat dimana ia memarkirkan mobilnya. Cowok itu ingin memastikan bahwa praduganya benar. Niat awal ingin berjalan sendiri harus gagal ketika Galih datang menghadang dengan cengiran khasnya. Jika sudah begini, maka maksud cowok itu ialah ingin numpang kendaraan pulang.
KAMU SEDANG MEMBACA
TCP [2] : "Reflection"
Teen FictionMasa SMA Milo awalnya seperti yang dia rencanakan. Datang pagi, menegur Citra dan Jati yang akan selalu meramaikan kelas dengan debat tak mutu, duduk di kursi kedua dari depan, belajar dengan giat, menuruti segala perintah guru, berkumpul dengan lim...