24. Cari rara
"Mil, lo masih sakit! Kepala lo aja masih diperban gitu, lo tuh kepalanya baru aja bocor, untung kagak anemia."
Ini sudah kali kelimabelas Galih menginterupsinya dan juga sudah kali kelimabelas Milo mengoreksi ucapan cowok tersebut. "Amnesia, Gal, amnesia. Anemia itu kekurangan darah."
"Gue cuman ngetes lo doang, Mil. Takutnya lo ntar lupa beneran. Tapi, Alhamdulillah kagak."
"Ya ... ngetes sih ngetes. Tapi nggak lima belas kali juga," sungut Milo sembari merapatkan jaket varsity merahnya. Hawa sore hari ini terasa lebih dingin dibanding biasanya. Hujan baru saja mengguyur tanah Jakarta dengan deras melalui angkutan awan. Bulir air hujan telah melakukan tugasnya.
"Lagian, lo ngapain sih, Mil? Lo 'kan baru pulang dari rumah sakit, baru juga dua hari dirawat udah minta pulang."
"Nggak enak, Gal. Nggak bisa belajar."
"Dih," Galih menampilkan raut jijiknya seolah baru saja melihat muntahan hewan akibat memakan cokelat batangan. "study-holic banget lo."
"Daripada komen mulu, lo sebenernya mau nemenin gue buat nyari Rara nggak, sih? Dari tadi bawel amat," tukas Milo, terus menggerakkan tongkat penyanggahnya berbarengan. Akibat tulang keringnya yang patah, ia harus berjalan seperti ini hingga sembuh. Mungkin tiga bulan atau lebih.
"Mau nggak mau, ya harus maulah! Daripada gue ngeliat temen gue merana gitu. Tapi, gue udah nyari di semua tempat, nggak ada jejak dia, Mil."
"Lo udah cek rumahnya?"
Galih mengulum bibir, berpikir, lalu menggeleng. "Masa gue tiba-tiba dateng? Kan nggak logis."
"Ya itu namanya belom semua! Gue mau ke rumah dia."
"Bahkan gue baru pulang, Mil, dari ekskul pramuka! Lo mah enak, ada surat dokter yang bilang lo boleh tidur tenang sampe hari Rabu minggu depan, lah gue? Keroncongan, Mil! Nggak mau makan dulu, gitu?" Galih mengusap-usap perutnya yang keroncongan. Hari ini hari paling berat di antara lima hari. Semua pelajaran yang harus menghitung dan membuat otak bekerja ekstra, terlebih Galih yang lebih suka nonton anime 24 jam penuh dibanding mengerjakan lima soal matematika, diletakkan pada hari ini. "Eh, oh iya. Lo dicariin Bu Ratip, ditanyain gimana kabarnya. Untuk sementara yang gantiin posisi lo itu si Eja. Terus, keadaan kelas lo sampai tadi terkendali. Yang ngamanin kelas itu si Jati, Rosa, sama Adel. Tadi gue nanya Citra, sekalian bayar stiker LINE yang gue pesen, katanya mereka sekelas mau jenguk lo besok."
"Ya udah dateng aja, bawa makanan ya. Gue nggak bisa masak, Sheren nggak bisa gerak banyak juga. Gue nggak mau ngerepotin Bu Ina juga. Jadi, kalo nggak mau keroncongan, bawa makanan."
Galih mengerucutkan bibirnya ke depan. "Bilang aja lo nggak ada modal buat nyiapin makan. Tenang wae, ntar gue sponsorin deh. Kita berenem ikut nimbrung juga, santai aja, ntar kita semua yang beresin rumah."
"Gaya lo selangit."
"Wah, ngelunjak lo, Mil."
Milo mendengus geli kemudian masuk ke dalam mobil dan duduk di kursi penumpang bagian depan dibantu Galih. Sesuai dengan janji Galih yang akan menemani Milo tiap ingin mencari keberadaan Rara, sore ini selepas pulang sekolah, mereka memulai pencarian pertamanya.
Keempat orang lainnya tahu tentang pencarian ini. Tapi, karena mereka tak tahu apa-apa dan peringkat atas pengetahuan tentang masalah ini di antara mereka berlima adalah Galih, jadi hanya cowok itu saja yang menemani.
"Lia apa kabar?"
Galih yang sedang memfokuskan pandangannya ke jalan raya langsung mengerutkan kening. "Tumben lo nanyain Lia. Dia baik kok, masih sayang ama gue."
KAMU SEDANG MEMBACA
TCP [2] : "Reflection"
Teen FictionMasa SMA Milo awalnya seperti yang dia rencanakan. Datang pagi, menegur Citra dan Jati yang akan selalu meramaikan kelas dengan debat tak mutu, duduk di kursi kedua dari depan, belajar dengan giat, menuruti segala perintah guru, berkumpul dengan lim...