Reflection - Lima Belas

5.1K 518 35
                                    

15. Rara dan Dia yang Dia Yakini

      "MAMA MILOOONGG!"

        Milo yang sekarang tengah berada di meja kantin bersama Jared, Galih, Reza, dan Dirga, langsung mendelik jengah mendengar panggilan Gege dengan suara membahananya. Ada yang unik dalam diri Gege. Cowok itu bisa mengatur kapan menggunakan suara cempreng dan kapan mengeluarkan suara bariton khas seorang laki-laki sejati. Contohnya sekarang, ia mengeluarkan suara cemprengnya.

        Nyaris 11-12 dengan Vita, adik perempuannya.

        "Anjrit, Ge. Suara lo tolong dikontrol bisa?" rutuk Jared sebal.

        "Tau lo, Ge. Berisik banget, polusi suara!" tambah Galih tak kalah sebal namun tak mengarahkan fokusnya ke Gege. Cowok itu sibuk dengan adegan chattingnya dengan Lia, pacarnya.

        "NGGAK BISA!" Suara Gege masih belum kembali dalam mode bariton. "Mama Milong udah kembali!"

        "Please, deh. Mama Milong udah ke kantin sejak dua hari yang lalu. Lo ke mana aja?" Kini gantian Dirga yang berujar.

        "Gue kan sakit sejak tiga hari yang lalu gara-gara keracunan kue cubit deket rumah. Emang Reza nggak ngasih tau?"

        Keempatnya menggeleng serempak kemudian menatap Reza yang sedang menandaskan mi ayamnya. Cowok dengan posisi menyeruput kuah langsung dari mangkoknya sehingga hanya terlihat kedua matanya—tiga perempat wajahnya tertutupi mangkok—itu balas memandang bingung. Reza kalau sudah bersama dengan makanan, terlebih lagi yang dia favoritkan, sudah seperti masuk ke dimensi lain. Hilang begitu saja.

        "Kok lo nggak ngasih tau ke kita kalo si kunyuk ini sakit?" tanya Milo, menerjemahkan pandangan.

        "Oh ituuu ..." Reza menaruh kembali mangkoknya ke atas meja. "Gue kira dia ngibul doang. Tau-taunya beneran, soalnya si Vita ngasih surat dokter kemarin. Gue pengen kasih tau kalian cuman udah telat. Jadi, gitu deh."

        "Pantesan nggak ada yang jenguk! Padahal gue pengen kebab depan sekolah kalo kalian mau jenguk," respon Gege merengut. Keempat yang lainnya pun hanya bisa geleng-geleng kepala menanggapi.

        "By the way, anyway, busway." Gege kembali angkat bicara. "Mira gimana?"

        Milo yang sedang mengetikkan sesuatu di laptopnya seketika berhenti saat mendengar nama Mira. Alisnya menyatu tanda bingung. "Mira?" ulangnya. "Siapa, tuh? Ada anak baru lagi?"

        "Milo-Rara," jawab Jared simpel mewakilkan Gege.

        Kening Milo berkerut. "Mi Rara? Mi Dara kali, yang iklannya enaknya nyambung terus. Mas Kirman nggak jualan mi itu, Jer."

        "Hah?" Kelimanya mengerutkan kening, lalu dijawab, "Hah?" kembali oleh Milo. Keenamnya saling memandang tak paham.

        "Ih, apaan sih, Mil, gue bilang Milo-Rara bukan Mi Rara. Ini yang salah kuping lo apa kelemotan otak lo dalam menerima informasi, sih?"

        Milo memasang raut kagetnya. "Gue dengernya Mi Rara, anjir! Malah tadi gue kira Rara jualan mi di sini."

        "Jadi, Mama Milong belum sembuh dari penyakit loading lamanya ya?"

        "Gue heran, Milo lemot tapi kok bisa ranking satu, ya?"

        "Ya, namanya juga Milo. Iyain aja, ntar nggak dikasih uang jajan."

        "Ih, tapi serius gue," Gege mengambil alih keadaan, membuat keempat orang lainnya—kecuali Milo—yang semula sudah akan kembali ke aktivitas masing-masing langsung mengurungkan niat. "apa kabar dengan Mira? Ada perkembangan?"

TCP [2] : "Reflection"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang