Reflection - Dua Puluh Satu

4.5K 458 71
                                    

21. Jangan Lagi

        Sejatinya, ini benar-benar berada di luar dugaan. Sheren tak pernah memperkirakan bahwa abangnya akan melakukan hal sejauh itu. Ia pikir, dia hanya akan membuat Milo cukup menjauhi Rara saja. Namun, yang terjadi justru terlampau jauh. Milo bahkan membencinya.

        Ah, memang tak sia-sia ia merelakan dirinya harus sesakit ini. Hal yang dia dapatkan benar-benar sebanding. Ini sudah hari ketiga, dan menurut penglihatannya, Milo benar-benar berubah. Dia tak lagi pergi ke luar rumah bersama Rara, sekali pun ke luar, itu hanya untuk membeli obat untuk luka milik Sheren atau berkumpul sejenak dengan kelima sahabatnya.

        Pernah Sheren iseng bertanya tentang proses proyek album foto tersebut satu hari setelah kejadian. Ia pikir, abangnya akan menjawab seceria saat berbincang dengannya, tapi ternyata tidak. Suaranya berubah dingin, lalu menjawab bahwa PR tersebut sudah di tangan Rara. Nama Rara pun diganti dengan sebutan "dia" oleh Milo.

        Kontan hal ini membuat Sheren dilanda kegembiraan. Rencananya berhasil. 100% berhasil, malah mendapatkan bonus! Keinginannya untuk menarik Milo kembali telah sukses dia lakukan. Mulai saat ini, Milo tak akan pernah terpancing kembali. Mulai saat ini, Milo akan selalu seceria sebelum bertemu dengan Rara. Mulai saat ini hingga selamanya.

        Meskipun begitu, ada satu yang Sheren sesali.

        Dia berbohong sedemikian rupa, separah itu, hanya untuk mengembalikan abangnya. Sejujurnya, ia tak mengetahui tentang Jane sampai abangnya itu bercerita singkat setelah kembali dari rumah sakit. Praduganya benar, memang ada yang tak wajar.

        Dia tak tahu, tapi dia berujar bahwa Jane seolah datang walaupun pada kenyataannya, sosok lain dari Rara itu tak datang sama sekali. Tapi, asal Milo akan selalu baik-baik saja, Sheren tak apa harus berbohong dan sakit satu kali.

***

        Ini sudah hari ketiga seluruh murid di kelas 11 IPA 1 menemui kejanggalan. Apa lagi kalau bukan tentang hubungan Milo dan Rara. Mereka yang semula tak kenal kemudian menjadi kenal, kini kembali ke dalam fase tak kenal. Ini tentu menuai tanda tanya besar. Ada apa lagi?

        Dibo dan Jati—yang ditunjuk sebagai pemuas rasa penasaran seluruh murid—akhirnya mencoba untuk bertanya. Keduanya duduk di dekat Milo yang kini tengah fokus dengan rubik 3x3-nya.

        "Mil, lo tubir?"

        Kening cowok yang dipanggil itu berkerut, tapi pandangannya tak berubah dari semula. "Tubir? Apaan tuh?"

        "Ribut, Mil. Dibalik. Lo ribut sama Rara?"

        "Nggak."

        "Masa, sih?" selidik Jati, tak terima dengan jawaban singkat Milo.

        Milo menggangguk. "Kalo pun ada masalah sama gue dan dia, lo semua pada peduli apa?"

        Woah. Alarm mulai berbunyi pelan. Sinisme milik Milo mulai menguar.

        "Ini 'kan demi kesolidaritas dan kerukunan kelas, Mil, makanya gue nanya," ucap Dibo. "Lo serius sama dia kagak ada masalah?"

        Milo mengangguk lagi.

        "Terus, kenapa si Rara akhir-akhir ini murung gitu, ya?" Jati mengusap-usap dagunya setelah mengeluarkan pertanyaan retorik.

        Milo mengangkat bahu, tak acuh. "Peduli amat gue."

        "Eh, Ti," Dibo menoleh ke arah Jati yang dibalas naiknya sebelah alis milik cowok itu. "Rara hari ini kenapa nggak masuk?"

        "Oh itu ..." Jati manggut-manggut, ia paham kode yang diberikan Dibo. Satu-satunya cara mendapatkan jawaban dari Milo adalah membuatnya penasaran. "Tadi gue denger dari Citra katanya dia sakit. Udah dua hari sebenernya, cuman si Rara masih maksa masuk."

TCP [2] : "Reflection"Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang