Sekar-Raikal 24: Rahasia Kecil

2.7K 296 10
                                    

Peringatan :  Part ini agak lompat-lompat. Aku baru ingat pas nulis ini mood aku lagi..entah lah.

HAHAHAH

>>>>

Sekar POV

Siang ini, aku sudah janji akan makan siang bersama Raikal karena sarapan ini dia sudah akan meeting bersama kliennya. Raikal begitu ingin menyelesaikan urusan di Bandung dengan cepat. Setelah semalam, aku akhirnya tidur di kamar Raikal. Hanya tidur karena Rai memilih untuk tidur di sofa. Sedikit agak memaksa, menurut Rai mungkin saja Tiara sudah tidur. Tapi aku yakin bukan itu alasan Raikal menahanku. Aku yakin ada hubungannya dengan..ah sudahlah. Mengingatnya cukup membuatku semakin tidak suka dengan kehadiran Tiara.

Aku memang bukan tipe wanita posesif, tapi mengingat saat ini Raikal bahkan mungkin belum jatuh cinta sepenuhnya padaku, masa lalu adalah ancaman yang paling berbahaya dan Tiara merupakan bagian dari masa lalu Raikal yang aku sama sekali tidak tahu. Aku tersenyum untuk diriku sendiri sebelum lift mencapai lantai bawah. Aku berjalan menuju salah satu ruang pertemuan di hotel ini. Raikal sempat mengatakan kalau ini meeting terakhirnya.

Setelah menanyakan pada salah satu pegawai hotel ini letak ruang pertemuan itu, aku melangkahkan kakiku dengan mantap. Namun langkahku terhenti saat melihat pemandangan di depanku. Aku melihat mereka. Tiara dan Raikal tengah berdiri berhadap-hadapan di depan pintu ruangan itu. Tangan Tiara tampak memegang lengan Raikal dan aku juga bisa melihat tatapan memohon dari Tiara. Sudut hatiku kembali nyeri melihat itu. Ucapan Tiara semalam kembali berputar di kepalaku seperti kaset rusak. Apalagi sekarang? apa yang sedang Tiara coba lakukan dengan Rai? Apa yang-

"Sekar?" Aku menghentikan langkahku yang tanpa sadar sudah mendekat ke arah mereka. Aku pikir Tiara akan melepaskan pegangan tangannya pada lengan Raikal begitu melihatku. Tapi wanita itu semakin menatapku tidak suka. Rai yang lebih dulu melepaskannya setelah menggeram kesal pada Tiara.

"Kamu menyusul kesini?" tanya Raikal menghampiriku. Aku mengangguk sementara mataku tak lepas dari Tiara yang juga menantang mataku.

"Aku pikir...ada baiknya aku nungguin kamu." Lirihku mulai mengalihkan pandangan pada Raikal. Raikal, entahlah, kekasihku ini tampak sedikit salah tingkah sekarang. "Aku gak tahu kalau kamu udah selesai." Ujarku lagi. Raikal menghela nafasnya panjang lalu tersenyum.

"Sebenarnya aku belum selesai, masih ada beberapA hal lagi yang perlu dibicarakan. Kamu gak masalah nunggu aku sebentar lagi kan?" tanya Raikal mengelus pipiku lembut. Jadi mereka belum selesai? Lalu apa yang Rai dan Tiara lakukan di depan sini??

"Oke, aku gak masalah kok." Aku tersenyum tipis, mataku mau tak mau kembali melirik wanita di belakang Raikal yang sekarang tampak kesal melihatku. Rai tiba-tiba mendekat dan mengecup dahiku lama.

"Aku masuk dulu ya." Aku hanya mengangguk ketika Rai mengatakan itu. Rai berlalu meninggalkan Tiara sedangkan wanita itu masih berdiri memandangku. Apa dia menantangku?

"Apa yang sebenarnya udah lo lakuin ke Rai?" Desis Tiara sambil menghampiriku. Awalnya aku tidak mengerti apa yang wanita ini tengah bicarakan, tapi begitu mengingat kejadian semalam. Aku tahu. Aku tahu maksud wanita ini.

"Aku melakukan apa yang seharusnya aku lakukan. Rai menyayangiku." Aku agak tidak percaya diri mengatakan ini, sungguh. Perasaan Rai padaku sungguh tidak jelas. Dia hanya tertarik. Aku ingat betul apa yang Rai katakan waktu di Bali itu. Tiara mendengus.

"Kalau begitu, gue juga akan melakukan apa yang harus gue lakukan. Membuat Rai kembali ke gue." ujarnya penuh percaya diri lalu berjalan meninggalkanku.

"Apa yang sedang terjadi sebenarnya?"tanyaku membuat Tiara menghentikan langkahnya lalu kembali menoleh padaku.

"Kenapa? Apa Rai gak ngasih tahu lo?" aku terdiam dan Tiara terkekeh kecil. "Gue tahu. Rai pasti gak ngomong apa-apa. Oke, akan gue beritahu lo satu hal. Buat Rai, gue adalah masa depannya. Dulu, dia pernah berjanji akan menikahi gue dan sekarang gue datang meminta janjinya." Tiara kembali melangkah setelah mengucapkan kalimat sialan itu, yang berhasil membuatku hatiku sangat sakit.

Janji dia bilang? Dulu?

"Dulu? Tapi sepertinya Rai lupa dia punya janji itu. Buktinya dia lebih memilih aku." Ujarku. Tiara lagi-lagi menghentikan langkahnya. Terdiam lama dihadapanku.

"Gue akan buat dia memilih gue lagi!" ujar Tiara ketus, sekarang benar-benar meninggalkanku masuk ke dalam pintu ganda di depannya. Tubuhku tiba-tiba bergetar ketakutan, bukan karena ancaman Tiara, tapi ketakutan pada kenyataanya Rai memang tidak mau menceritakan apa hubungannya dengan Tiara, Rai yang sepertinya tidak mau membahas apapun masalah Tiara. Apa yang Rai pikirkan tentang Tiara sebenarnya?

Aku lebih takut, kalau Rai kenyataanya memang menutupi tentang siapa Tiara ini dibanding ancaman Tiara.

>

Sudah setengah jam aku memikirkan apa yang akan aku tanyakan pada Rai, tentang apa yang aku lihat tadi, tentang ucapan Tiara. Aku sudah memantapkan hatiku untuk membahasnya, tidak peduli sesakit apa kenyataan kalau ternyata Rai memang masih menyukai Tiara seperti dulu. Tidak peduli seberapa sakitnya nanti aku akan mendengar kenyataannya, tapi aku berhak tahu. Aku berhak tahu siapa Tiara ini, dan semua ucapannya yang masih terus terngiang di kepalaku.

Tiba-tiba pintu ganda ruang pertemuan Rai terbuka, aku melihatnya lagi, Rai dengan wajah paniknya tengah menggendong Tiara. Ya, Rai menggendong Tiara dan tampak khawatir, sedangkan Tiara tampak tak sadarkan diri. Aku berniat menyusul Rai tapi kekasih itu sedikit berlari seolah lupa kalau aku ada di luar ruangan tengah menunggunya. Aku ikut berlari kecil menyusul Rai yang sekarang sudah berteriak panik.

"Tolong siapkan mobil ke rumah sakit!" bentak Rai pada salah satu bellboy di hotel ini. Tidak, aku tidak pernah melihat Rai sepanik ini. Sekali lagi rasa sakit menjalar di seluruh tubuhku melihat bagaimana Rai yang akhirnya mendapatkan mobil dan dengan hati-hati meletakkan Tiara di bangku penumpang sedangkan Rai bergegas masuk ke dalam mobil melajukkannnya dengan cepat meninggalkanku sendirian.

Aku terdiam di depan lobi, pemandangan tadi. Aku..tanpa aku sadari perlahan air mataku menetes. Buru-buru aku menyeka air mata sialan ini. Aku menghela nafas panjang, mencoba menahan semua rasa sakit yang sekarang menyerang hampir seluruh sarafku.

Sebuah sentuhan di pundakku membuatku menoleh, dan disanalah aku menemukan Erick, tengah tersenyum padaku. Wajahnya tampak masih tirus, setelah beberapa minggu tidak bertemu. Keadaan Erick masih sama saat terakhir kali aku bertemu laki-laki ini. Kenapa Erick ada disini?

"Tiara yang kasih tahu kalau kamu di sini." aku terkesiap, bukan karena kenyataan Tiara yang memberitahu pada Erick. Tapi bagaimana laki-laki ini mengubah cara bicaranya padaku.

"A-aku seharusnya gak heran kalau kamu di sini." lirihku. Erick terkekeh kecil.

"Kamu akan kaget kalau tahu hotel ini punyaku." Sudah aku duga. Aku hanya tersenyum tipis menanggapi ucapannya. Lalu aku ingat sesuatu, Tiara..

"Tiara..dia.."

"Pingsan. Itu yang aku dengar dari mereka. Aku gak tahu kalau pacar kamu yang akan menggendongnya lalu berteriak seperti orang gila pada pegawaiku." Aku terdiam.

"Apa kamu sedang mencoba membuat aku membenci Rai? Tiara sekretarisnya Raikal, Rick. Wajar dia panik seperti itu." ucapku meyakinkan Erick. Atau sebenarnya aku tengah mencoba meyakinkan diriku sendiri?

"Tiara juga masa lalunya." Tambah Erick menantangku.

"Apa yang mau kamu katakan Erick? Apa yang sebenarnya ingin kamu katakan?" tanyaku kesal. Erick menghampiriku, memegang kedua bahuku.

"Buka mata kamu Sekar. Lihat siapa yang benar-benar mencintai kamu."

>>

#2 IF YOU...(RAIKAL-SEKAR) (COMPLETE)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang