part 15

73 5 1
                                    

Setalah kami berhasil menunjukkan hasil gandengan tangan ini di depan kelas, Bu Linda kini mendorong kami berdua keluar agar berjalan menulusuri lorong-lorong kelas 9 lainnya. Aku yang masih saja berontak tampa suara, tapi Fino yang masih santai menggandeng tanganku dengan semangat dan tampa rasa malu sedikitpun.
Dari kejauhan aku melihat seluruh ruang kelas yang akan aku kulewati dengan Fino serta posisi tangan yang bergandengan seperti layaknya seorang kekasih. Aku masih tidak percaya dan sungguh-sungguh ingin menghilang saat ini juga, tetapi Fino langung berjalan dan menarik tanganku tampa ada malunya. Keadaan ini membuat seluruh murid dari kelasku semakin menjadi-jadi menyoraki kami. Betapa memalukkannya ini semua.

Fino dan aku sekarang akan melewati kelas sebelah, yaitu kelas 9b. Aku menutup wajahku dengan untaian rambutku dan berpura-pura menggarut rambutmu agar wajahku tertutupi sepenuhnya. Tapi mau gimana lagi, Fino dengan PD nya menunjukkan adegan bergandengan tangan ini kepada seluruh siswa yang melihatnya. Menyebalkan.

"Ciee... Fino. Cair yah..." suara dari grombolan anak cowok kelas 9b.

"Anif ..? Cieee. Kapan jadianna Nif?" saut-sautan dari gerombolan anak perempuan di 9b.

WAduhh... baru ajah satu kelas, ada tujuh kelas lagi yang harus di lewati. Mati aku. Aku benar-benar merasa kesal sekali dan juga sangat menyesal karena tugas tersebut.
Entah mengapa kini kakiku menjadi lemas dan membuatku ku menjadi sulit untuk berjalan. Tapi aku harus menuntaskan ini semua, karena lebih cepat lebih baik. Pikiranku.

Fino yang masih dengan posisi menggandeng tanganku, kini aku juga membalas erat gandengan tangannya, karena aku yang takut jatuh serta tak sanggup berdiri nantinya. Akhirnya aku memutuskan untuk membesarkan langkah kakiku agar semuanya cepat terselesaikan.

Saut-sautan yang sama kini terjadi di kelas 9c yang kaget akan kehadiran kami, begitulah terus saut-sautan, ejek-ejekan, rayuan serta sindiran halus terlontar begitu saja saat kami melewati kelas mereka. Tapi entah mengapa rasanya kini kakiku menjadi sangat lemas.

"Nif? Lo kenapa?" Tanya Fino khawatir. Aku yang masih menutup wajahku dengan rambutku serta tanganku yang mulai mengusut-ngusut pahaku memaksaku berpaling dan melihat Fino.

"Ha? Enggak. Emang kenapa?" Tanyaku berpura-pura tidak tahu sama sekali.

"Tangan lo kenapa jadi basah gini?" Tanyanya sambil menunjuk kearah gandengan tangan kami.

Aku langsung saja melepas gandengan tanganku dan melepaskan dengan keras gandengan itu dari tangannya. Kemudian, aku melihat telapak tanganku yang sudah basah kuyup. Aku langsung mengeringkanmya di rok seragam sekolahku.

Dari kejauhan suara bu Linda terdengar nyaring keras dan mengagetkanku. Ternyata ia dari tadi memantau aktivitas kami berdua. Saat aku masih mengeringkan tanganku dengan mengeringkannya di rokku, Fino langsung menggandeng kembali tanganku.

"Udah sini, enggak papa." Fino menarik tanganku dan kemudian kami terus berjalan melewati kelas-kelas yang belum terselesaikan.
Saut-sautan yang masih sama  terjadi di setiap kelas yang kami lewati, tidak menghentikan kami untuk berjalan, kini Fino mengenggam tanganku lebih erat dari sebelumnya.
Tapi, entah mengapa kakiku yang tadinya lemas serta rasa jantungku yang berdegup kencang kini semua menjadi netral seperti biasa dan membuatku menjadi lebih PD dan berani. Entah perasaan apa yang terjadi, aku menjadi sangat nyaman dengan posisi seperti ini. Kini aku juga menjadi tidak peduli dengan apa yang orang lain katakan tentang kami.

Sekarang kami sudah berada di ujung lorong kelas sembilan, dan sekarang kami harus berbalik lagi dengan posisi yang masih bergandengan tangan. Suasananya sekarang menjadi sangat lebih heboh di bandingan dengan sebelumnya, bahkan ada dari tiap kelas yang berusaha keluar serta berdiri menyaksikan adegan bergandengan tangan ini. Tapi aku dan Fino tidak peduli sama sekali, entah perasaan apa yang telah merasuki tubuhku. Untuk pertama kalinya aku merasa nyaman di gandeng dengan seorang laki-laki. Ia ini baru pertama kalinya aku di gandeng oleh seorang pria. Seorang pria yang di idamkan banyak wanita di sekolahku, karena wajahnya yang mempesona dan membuat semua wanita tertarik padanya.
Oh Tuhan, semoga ini tidak seperti yang aku bayangkan. Ucapku dalam hati yang menenangkan hatiku, karna ku takut aku jatuh hati padanya.

MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang