part 16

74 4 0
                                    

Tet..tet..tet..

Bel istirahat berbunyi.
Dinda menghampiriku dan mengajakku untuk pergi ke kantin. Aku tidak menggubris ajakannya, aku masih kesal dan marah padanya, karena kejadian tadi, saat Dinda langsung mengambil bukunya dan mengumpulkan tugasnya sampai aku harus di hukum bersamaan dengan Fino.

"Nif, ayok ke kantin!" Ajak Dinda sekali lagi. Tetapi aku tidak meresponnya sedikitpun justru aku mengeluarkan hp ku dan mengeluarkan hendset ku.

"Nif, lo marah ya karna tadi? Lu juga sih kelamaan yah gue ambil ajah" jelasnya membujukku.

Tapi kini aku justru memasang hendset di kedua telingaku dan mencari-cari lagu Maddi Jane dari hp ku dan memutar lagunya dengan voleme yang rendah.

"Ia deh, aku minta maaf. Udah yah jangan marah lagi" pintanya. Aku masih dapat mendengar kata-kata permintaan maaf itu.

"Aku gak marah kok, cuman malas ajah ke kantin. Entar banyak wanita gosip" jelasku mencari alasan agar ia pergi sendirian.

Tetapi saar aku sedang menaikkan volume suaranya, Dinda membuat ulah dengan mencopotkan 1 hendsetku dan membisikan
"tapi kalian cocok loh" bisiknya, suaranya begitu jelas terdengar di telingaku dan membuatku geli mendengarnya.

"Dinda!" teriakku memanggilnya yang berlari kabur meninggalkanku. Tapi aku sekarang tidak peduli, dia sudah pergi aku jadi lebih tenang sekarang.

Aku mengambil tasku dan membenamkan kepalaku dengan posisi hendset yang masih di telingaku. Aku mendengarkan dengan seksama dan seakan ingin menarik mataku untuk terpejam, tapi aku tidak benar-benar tertidur saat itu.  Saat sedang mengingat kejadian tadi, dimana tangan Fino menggenggam tanganku dengan erat dan kami berjalan di hadapan ratusan orang layaknya seorang kekasih yang sedang di mabuk cinta.

"Astaga, apa-apaan ini" sontak aku menjadi terbangun dan melepaskan kedua hendset di telingaku. Aku menampar kedua pipiku dengan tanganku dan mengacak-ngacak poni kecilku. Bagaimana bisa aku terus membayangkan Fino, oh Tuhan jangan sampai aku suka padanya, ucapku dalam hati.

Aku mempeebaiki posisi dudukku dan melirik kearah jam tangan milikku. Masih ada 5 menit lagi, aku memutuskan untuk keluar dalam kelasku. Membuat agar aku dapat menghilangkan hayalan konyol yang baru saja menghantui kepalaku.

Saat beberapa langkah aku keluar dari kelas dan mendapati di depan kelas ku adalah kelas tujuh, aku langsung di sambut tiga perempuan yang terbiasa membuat cerita berlebihan pada orang lain.

"Ihh.. kok maunya yah Fino milih dia, mendingan gue kan di bawa memana-mana" jelasnya.

"Ia, atau enggak gue" sambung temannya yang lain.

Aku berbalik dan melihat tajam pada  tiga wanita dengan cibiran mereka itu. Tetapi aku memutuskan untuk kembali ke dalam kelas yang keadaan yang lebig aman tanpa cibiran orang lain dan aku memutuskan untuk tidak akan mau keluar lagi.

***

Tet..tet...tet...

Bel masuk berbunyi, dan dalam sekejap semua murid-murid sudah berada di dalam kelas, kemudian di susul oleh gurunya.
Pak Ferdinan guru Fisika, gurunya sih baik tapi pelajarannya yang membosankan. Aku langsung menyembunyikan badanku yang kecil di balik badan Danu yang besar, dan kembali mengeluarkan hendsetku serta memasangkannya di kedua telingaku. Lalu membenamkan kepalaku ke atas tas milikku seperti biasanya.

***

"Uuhh.. akhirnya" teriak salah satu murid yang akhirnya lonceng pulang berbunyi, terikan gembira dari seluruh murid.
Nita berjalan mendekatiku dan membangunkanku.

"Woii, bangun! Tidur mulu" katanya sambil menyenggol-nyenggol badanku.
Dengan malas ku tegakkan badanku dan melihat Nita sudah berdiri di sebelahku.

"Pulang yok!" Katanya.

Aku pun langsung menyusun barang-barangku milikku dengan hendsetku yang masih stey di telingaku. Setelah siap kususun dan kumasukkan semua barang-barang milikku dan kedalam tas, aku berdiri melihat kearah luar jendela.

Terlihat di ujung lorong kelas 9 dan melihat masih banyak murid yang masih berkeliaran ingin pulang. Kemudian kembali duduk di bangku tadi.

"Yah malah duduk, ayok pulang" pintnya.

"Entaranlah Din, gue malas entar di ejek-ejekin karena masalah tadi.

"Yah ellah, udah ahh ngapain juga di pikirin. Ayok!!" Ia menarik tanganku, tetapi ku tahan.

"Din, karna enggak lo yang ngerasain gimana jadi gue" jelasku dan membuatnya terdiam dam mencari bangku lalu duduk di depanku.

Sesudah sekitar 5 menit kami menunggu di ruangan ini, akhirnya seluruh ruangan serta lorong-lorong kelas sembilan seutuhnya menjadi hening seperti kuburan. Kamipun keluar dari kelas dan langsung bergerak pulang ke rumah tanpa ada niat ngapa-ngapain. Saat kami hendak berjalan menulusuri gang besar yang keluar dari sekolah, tiba-tiba motor gedenya Fino berhenti di dekat kami.

------------------------------&---------------------------

Sori kalau ceritanya gaje
Dan ini aku akan refisi lagi ceritanya.
Jadi buat yang ngerasa ceritanya banyak typo, bisa bantuin aku dong untuk Komen di mana letak kesalahannya.

Oh yah guys, jangan lupa di Vote dan Command kalau sudah di baca yah. Pliss!!!😉

MawarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang