"Hei, lo baik-baik aja?" tanya Beby ketika melihat Shania hilang keseimbangan dan tangannya ia tempelkan ke tembok. Untung dia cepat memegang Shania, jadi si pramugari cantik nan sexy itu tak sampai terjatuh.
Walaupun tubuh Beby kecil, tapi ia kuat dan mampu menahan Shania. Beby memegang Shania kuat, ia merasakan tubuh si pramugari mulai melemah, serta suhu tubuhnya mendadak hangat.
"Badan lo panas. Kita batalin aja acara makan malamnya, next time kita atur lagi."
"Nggak. Gue gakpapa! Yuk berangkat," Shania tetep kekeuh dan memaksa Beby untuk makan malamnya tetap jadi.
Tapi ketika Shania baru melangkahkan kakinya 4 langkah ke depan, ia jatuh dan pingsan.
"Shan!"
Beby kaget, karena ia melihat Shania pingsan tergeletak di lantai. Dirinya langsung bersimpuh dekat Shania, buat mengangkat kepala dia ke atas paha Beby.
Beby cuma diam saja, karena ia tak mampu mengangkat tubuh Shania yang lebih besar dan tinggi darinya ke kamar.
"Loh! Shania kenapa, Beb?" tanya Kinal yang baru datang. Kinal, Veranda dan Tasya datang ke rumah Shania tanpa memberi kabar pada yang punya rumah. Biar surprise menurut Veranda, tapi malah sebaliknya. Ia malah dibuat surprise duluan oleh sang adik yang pingsan.
"Tiba-tiba pingsan, mungkin dia sakit. Bantuin gue angkat Shania ke kamar, Nal."
Lalu dengan bantuan Kinal, Beby mengangkat Shania berdua untuk membawanya ke kamar.
"Bubi, mami kenapa?" tanya Tasya.
"Mami pingsan, sayang."
"Mami sakit ya, bubi?" Veranda menganggukan kepalanya ke Tasya yang sedang ia gandeng.
Sampai kamar, Shania direbahkan oleh Kinal dan Beby diatas tempat tidur. Sedangkan Veranda mengambil alat kompres di dapur.
"Mami, mami bangun. Ini Tasya, Tasya datang sama bubi dan kapten, buat belmain belsama mami," ucap Tasya yang naik ke atas tempat tidur Shania. Si kecil Tasya memegang lembut pipi Shania.
Kemudian Veranda datang membawa alat kompres yang didalamnya sudah terisi air dan es batu kecil. Dengan cepat dan sigap dirinya mengompres dahi adik tersayangnya itu. Kinal dan Beby melihat serta memperhatikan dalam diam tanpa bicara. Sedangkan Tasya sesekali menciumi pipi Shania.
Veranda mengambil minyak kayu putih yang ada di meja dalam kamar. Lalu ia membuka tutupnya, kemudian minyak kayu putih itu dia dekatkan ke hidung Shania untuk membuatnya tersadar dengan bau yang menyengat dari minyak oles tersebut.
Perlahan mata Shania terbuka, ia mulai sadar karena bau yang menyangat sampai ke dalam hidungnya. Mata Shania dikit demi sedikit melihat dengan jelas keadaan sekitar. Ketika mata Shania sudah terbuka lebar, ia tersenyum ke Veranda yang ada disamping kanannya.
"Kak Ve."
"Hei, adik kaka bikin khawatir aja, pake pingsan segala. Badan kamu juga panas, kamu sakit? Ini pasti karena kamunya kurang istirahat deh, atau makan kamu gak teratur?" Shania hanya tersenyum mendengar kakanya mulai bawel. Dia sampai memegang keningnya dengan tangan untuk memijit kepala yang terasa pusing.
"Mami. Tasya seneng deh! Maminya Tasya udah bangun, mami jangan sakit ya, Tasya sedih kalau mami sakit."
"Eh, ada Tasya. Kata siapa mami sakit? Mami sehat kok, mami gak sakit!" Shania memegang pipi Tasya, mengelusnya dengan lembut.
"Bubi yang bilang. Kata bubi mami sakit."
"Bubi bohong, sayang. Mami sehat kok! Sini peluk mami, mami kangen sama Tasya."