~VIII~

5.5K 189 7
                                    

Beberapa hari kemudian,

Semenjak pengakuan Bunga waktu itu, sekarang Avril tidak mendekati Bunga. Dia lebih banyak acuh, seperti biasanya. Karena sejak awal, dia tidak ingin terlalu akrab dengan mahasiswi lain. Begitupun, saat keduanya bertemu pandang, tak ada reaksi apa pun. Avril dan Bunga sama-sama diam seperti tak pernah saling mengenal.

Bunga sangat kesal dengan masalah yang harus dia dan keluarganya hadapi. Uang gajinya hilang, dan ayahnya belum ditemukan sampai saat ini. Belum lagi, ibunya yang jadi lebih sering marah padanya tanpa alasan yang masuk akal.

Malam harinya, seperti biasa Bunga pergi bekerja seperti biasa kembali. Sekalipun semangatnya telah hilang semenjak uangnya hilang, tapi tanpa bekerja dia tidak akan bisa menyelesaikan kuliahnya.

Sampai di depan klub, Bunga terdiam sesaat. Dia bingung harus berbuat apa. Meminta keringanan pada bos untuk meminjamkannya uang, tapi sudah beberapa kali dia melakukan itu. Bahkan, potongan gaji selama tiga bulan lalu, belum bisa melunasinya hingga sekarang.

Itu semua karena ayahnya berhutang sangat besar, dan harus dibayar dengan cepat. Karena, jika tidak dibayar, ayahnya akan dibunuh. Mendapat ancaman seperti itu, tentu saja Bunga tidak tega dan memutuskan untuk meminjam uang pada bosnya dengan syarat potongan gaji setiap bulan.

"Hei, kenapa diam disini? Ayo masuk!" ajak salah satu teman sekerjanya.

Bunga tersadar dari pikirannya, dan segera mengikuti Tania masuk. Dari kejauhan seorang lelaki berjaket hitam mengawasi Bunga dari jauh.

Setelah Bunga masuk, lelaki itu pun ikut masuk ke dalam klub. Dia terus memperhatikan Bunga dari kejauhan.

"Apa kamu punya uang?" tanya Bunga pada Tania.

"Uang untuk apa, bukannya beberapa hari lalu kamu baru aja gajian?"

"Masalahnya, aku kena masalah. Uangku hilang dan aku tidak tahu kemana uang itu, jatuh atau ... dicuri." Bunga merasa tidak yakin dengan kata terakhir yang diucapkannya.

"Sayang banget, tapi uangnya sudah aku pakai untuk beli pakaian dan kirim orangtua di kampung. Masih sisa sih, tapi aku yakin tidak akan cukup." jawab Tania jujur.

Bunga mengerti, dia tahu Tania sama-sama hidup susah sepertinya. Dia tidak mungkin lebih menyusahkan Tania.

"Ya, tidak apa-apa." ujar Bunga lemah.

Saat itu, lelaki berjaket hitam yang sejak tadi mengawasinya dari jauh, menghampiri Bunga.

"Senang bisa bertemu kembali?" sapanya.

Bunga coba mengingat wajah lelaki dihadapannya. Dia ingat, lelaki itu adalah orang yang sempat bicara dengannya mengenai uang yang hilang beberapa waktu lalu.

"Ah ya, senang bertemu anda kembali." balas Bunga ramah.

"Apa kamu sudah menemukan uangmu yang hilang itu?" tanyanya.

"Belum, mungkin aku tidak akan bisa menemukannya kembali." Bunga menerawang sesaat, "Apa anda sering kemari?"

"Tidak, tapi karena ada tugas yang harus kulakukan aku harus sering kemari beberapa hari ini." jawab lelaki itu jujur.

"Memangnya pekerjaan apa?" tanya Bunga penasaran.

Pria itu tersenyum, "Kenapa kamu tidak membawakan aku minuman dan malah mengajakku bicara, apa kamu ingin aku mengadukanmu." ujarnya santai.

"Ah, maaf." sesal Bunga.

Bunga pun segera pergi setelahnya, dia lalu mengambilkan apa yang diinginkan lelaki itu tanpa banyak bertanya.

***

Tio duduk sendirian, biasanya dia bersama Bunga dan duduk bersebelahan disana sambil bicara dengannya. Dia masih ingat dengan beberapa pembicaraannya dengan Bunga, dia merasa sangat bersalah.

Tepat disaat itu, Bunga yang baru pulang. Melihat Tio yang sedang duduk ditempat biasanya dia duduk, jika pulang kerja. Bunga senang melihat itu, dengan wajah bersinar dia duduk menghampiri Tio. Tio sedikit terkejut, tapi dia hanya diam.

"Kenapa beberapa hari ini kamu  tidak kemari?" tanya Bunga ingin tahu.

"Aku malas." jawab Tio datar.

"Oh, sayang sekali. Beberapa hari ini, aku mengalami banyak masalah dan butuh teman bicara. Tapi, orang yang aku harapkan datang menghibur tidak datang untuk melakukan itu." cerita Bunga.

Tio tersentak, dia kembali merasa bersalah. Tapi, dia belum bisa mengakui perbuatannya itu sebelum uang yang telah dicurinya bisa dikembalikan.

"Kamu tahu, semenjak pertolonganmu waktu itu. Aku merasa kamu adalah cahaya baru dihidupku yang mulai gelap. Aku mengagumi kamu, karena ucapanmu yang sangat membangun." cerita Bunga kemudian.

Tio menoleh menatap Bunga yang memandangi jalanan. Perkataan Bunga membuatnya lebih merasa bersalah. Bunga sangat percaya padanya, tapi balasan yang dia berikan tidaklah pantas.

"...Belum lama kita saling mengenal. Tapi aku yakin, kamu bisa menjadi orang yang bisa kupercaya hingga akhir. Jadi, aku harap kamu tetap berada disampingku. Aku sangat membutuhkan pegangan, dan hanya kamu yang bisa kujadikan pegangan saat tengah goyah seperti sekarang ini." lanjutnya.

Tio makin tidak percaya dengan apa yang didengarnya.

"Aku bukan orang yang pantas untuk itu. Mungkin saja, aku akan melukaimu. Jadi, jangan pernah percaya padaku." ujar Tio mencoba tenang, walau ekspresinya tidak menunjukkan itu.

"Aku tidak tahu apa yang terjadi nanti, tapi untuk saat ini aku mohon jadilah peganganku. Aku tidak benar-benar mengenalmu, tapi hatiku mengatakan kamu yang terbaik." Bunga seakan memaksakan kehendak, tapi itu yang hatinya inginkan.

Tio merasa tidak akan bisa melakukan itu, dia bukan orang kuat yang bisa selalu menguatkan Bunga. Dirinya sangat lemah, lingkungan hidupnya yang sulit selama ini sudah cukup menjadi tekanan berat.

Tio berdiri, dia tidak bisa menyetujui permintaan Bunga itu. "Aku tidak bisa!" ujar Tio yakin.

Bunga ikut berdiri, "Sekalipun tidak bisa, aku tetap akan menjadikanmu peganganku. Tak akan berubah. Apa pun alasan yang kamu katakan." ujarnya dalam hati.

Tio tidak perduli dengan ucapan Bunga. Dengan cepat, dia berlalu pergi. Tidak ingin mendengar kata-kata yang membuatnya semakin merasa bersalah.

***

Farhan mendapatkan video obrolan Bunga dan Tio dari orang suruhannya. Dia sangat kesal, tangannya mengepal dan tak lama kemudian, tablet berisi video itu dilemparnya.

'Ini tidak bisa dibiarkan lebih lama lagi.' gumam Farhan.

Farhan lalu menelpon seseorang, "Apa maksudmu mengirimkan video ini?" serunya marah. "Lebih baik, segera lenyapkan pengganggu itu!" perintahnya.

"Itu terlalu berbahaya, anda harus gunakan cara lain." usul suara dari seberang telepon.

"Lalu apa rencana yang kamu punya?" tanya Farhan ingin tahu.

"Lebih baik gunakan sedikit manipulasi yang hebat. Rasa benci, lebih baik daripada mengotori tangan sendiri." ujar lelaki itu.

"Baik, aku ingin lihat hasilnya. Jika gagal kamu akan lihat apa yang akan terjadi." ancam Farhan. Hubungan telepon pun diputus.

'Anda akan lihat sebentar lagi.' ujar Lelaki itu dalam hati, senyumnya penuh dengan keyakinan.

XxxxxX

Sebelumnya aku pengen tanya.

Apa panjangnya setiap part menentukan menarik atau tidaknya cerita ?

aku harap ada yang jawab, tapi tidak juga tidak apa - apa.

makasih dah mau mampir dan baca :)

Hati yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang