Avril memasuki kamarnya lalu menutup pintu. Di tempat tidur, Bunga tengah memeluk lututnya dengan wajah tertunduk. Sejak kedatangan Bunga, Avril memang harus berbagi tempat di kamarnya untuk Bunga karena hanya ada satu kamar tidur di kontrakannya itu.
Mendengar pintu yang terbuka, Bunga mengangkat wajahnya. Avril masuk lalu duduk disampingnya, dia mengulurkan amplop yang sempat Tio sodorkan tadi.
"Dia menitipkan ini padaku. Dia bilang, kalau kamu tidak bisa memaafkannya, dia mengerti." melihat Bunga yang diam saja membuat Avril menarik tangan Bunga lalu menaruhnya disana, "aku lihat, dia tulus meminta maaf. Terima amplop ini dan maafkan dia. Apa pun itu, aku yakin kamu bisa memaafkan kesalahannya."
Setelah mengatakan itu, Avril membaringkan tubuhnya lalu menarik selimut dan memejamkan mata. Bunga menoleh sekilas masih dengan amplop di tangannya, "Jika saja kamu tahu berapa banyak orang yang sudah berbohong padaku. Ayahku, ibuku, mereka pergi, mereka bohong padaku! Dan sekarang, orang yang kupikir bisa menjadi sandaranku malah ikut melakukan hal yang sama." ujar Bunga dalam hati.
Esoknya,
"Ini untukmu!" Bunga menyimpan amplop yang sempat Avril berikan semalam, di atas meja. "Anggap saja sebagai uang sewa."
"Apa maksudmu?" Avril kebingungan, dia melihat isi amplop itu, "Uang ini bisa membayar sewa kontrakan yang lebih bagus selama setahun. Kenapa kamu memberikan ini padaku?"
"Aku tidak tahu, rasanya memegang uang itu saja sudah membuat dadaku panas, apalagi jika aku menggunakannya. Kamu pakai saja!" Avril mengerti, dia tahu rasanya dikhianati dan hal ini bukanlah sesuatu yang mudah.
"Tapi kamu membutuhkannya, kan?" tanya Avril meyakinkan.
"Aku akan berusaha mendapatkan uangku sendiri. Simpan saja uang itu untukmu." jawab Bunga seadanya.
"Apa kamu belum bisa memaafkannya?" tanya Avril serius.
"Bukan begitu, aku sudah memafkannya. Dia pasti punya alasan untuk itu. Aku yakin, karena aku tahu seperti apa kehidupannya dulu. Tapi, jika mengingat fakta kalau dia telah mengkhianati kepercayanku, itu sedikit...." Bunga terdiam, "Ah, sudahlah. Ayo berangkat!"
"Setiap orang pasti pernah melakukan kesalahan, termasuk kamu. Jika kita melakukan kesalahan, kita harus meminta maaf dan mengakuinya. Itu yang Tio lakukan, dia berani mengakui kesalahannya dan meminta maaf padamu. Kamu harus menghargai keberanian atas kejujurannya itu. Bagaimana kalau hal itu terjadi padamu?" nasehat Avril. Bunga hanya diam, dia tidak tahu harus bersikap seperti apa lagi. Segala hal jadi terasa membingungkan di otaknya.
***
"Kenapa kamu memintaku bertemu disini, apa ada masalah lagi?" tanya Farhan serius. Ardi yang duduk dihadapannya langsung tersenyum.
"Semua baik-baik saja, tidak ada sedikit pun masalah pada rencana kita." jawab Ardi santai.
"Lalu, untuk apa kamu memintaku kemari?" Farhan benar-benar tidak mengerti dengan cara pandang Ardi.
"Kudengar, Bunga menghilang. Aku yakin, wajah Feri menjadi korban karena kejadian itu. Terlebih pertemuan kami beberapa waktu lalu masih memperlihatkan bekasnya. Anak itu tak tahu apa-apa, dia bahkan tidak mengerti akan cintamu yang rumit itu." cerita Ardi.
"Aku tahu itu. Sepertinya aku mulai kehilangan kendali atas diriku sendiri." sesal Farhan.
"Jika saja dia seorang pendendam, mungkin dia sudah melakukan hal yang sama padamu. Tapi, karena dia sudah menganggapmu sebagai kakak sekaligus orangtuanya, dia tak mungkin melakukan hal itu. Kamu harus tahu, Feri sangat hormat padamu, saking hormatnya dia mau melakukan apapun untukmu." Ardi mengatakan itu penuh arti.
![](https://img.wattpad.com/cover/6601021-288-k172637.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang terluka
RomantizmSetiap orang memiliki beban dan masalah di hidupnya. Begitupun aku, ini masalah dan hidupku.