Tio bekerja menjadi kuli panggul di pasar. Untuk mengumpulkan uang yang harus segera dikembalikannya pada Bunga. Walaupun dia tidak tahu, kapan tepatnya dia akan mengembalikan uang itu.
Di waktu istirahat, dia selalu menghitung pendapatannya. Uang yang dia dapat memang kecil, tapi setidaknya dia sudah berusaha dengan baik. Itu sudah cukup.
Disela-sela menghitung, Tio ingat dengan ayah angkatnya. Dia merasa sangat tidak berguna karena pesan terakhir bapak yang dihormatinya itu belum bisa tercapai. Untuk menghidupi dirinya sendiri saja, Tio sudah sangat bingung dan putus asa.
'Aku minta maaf, aku belum bisa melaksanakan pesanmu. Tapi, Aku akan melakukannya suatu hari nanti.' gumam Tio yakin.
Saat itu, seseorang menepuk pundaknya. Tio kaget dan segera berdiri setelah memasukkan uang yang tadi dihitungnya ke dalam kantong celana.
"Ya ada apa? Apa masih ada yang perlu diangkut?" tanya Tio penuh semangat.
"Tidak ada." jawabnya, "Aku cuman nganter orang yang mau ketemu sama kamu." ujarnya, kemudian pergi.
Seorang lelaki yang diperkirakan berumur sekitar tiga puluhan telah berdiri dihadapan Tio. Lelaki itu tersenyum sekilas setelah melihat penampilan Tio.
"Apa kamu mengenalku?" tanya Tio hati-hati.
"Tidak, hanya saja aku sering melihat dan mendengar cerita tentangmu." jawabnya.
"Kalau begitu ada keperluan apa menemuiku?" tanya Tio menyelidik.
"Aku dengar, kamu butuh pekerjaan? " tanya lelaki itu.
Mendengar itu, Tio jadi bersemangat, "Ya."
Lelaki itu tersenyum penuh arti. Tio tidak sadar kalau dibalik senyuman Lelaki itu terdapat rencana yang tidak pernah terpikirkan olehnya.
"Kamu mau bekerja denganku?" lelaki itu mengatakan dengan ekspresi yang sangat meyakinkan.
"Pekerjaan apa yang harus aku lakukan?" tanya Tio tanpa rasa curiga sedikit pun.
"Nanti aku akan memberitahumu. Bagaimana, apa kamu mau bekerja denganku? Aku bisa memberi bayaran yang lebih besar dari sekarang," tawar lelaki itu.
"Aku mau, berapa pun gajinya. Kapan aku bisa bekerja?" tanya Tio antusias.
"Nanti aku akan menghubungimu. Kamu punya ponsel, kan!" jawab lelaki itu santai.
Tio mengangguk, mereka lalu saling bertukar nomor ponsel. Sebelum pergi lelaki itu memberikan sebuah amplop berisi uang yang cukup besar pada Tio, yang dia katakan sebagai uang muka.
Tio agak terkejut dan bingung, tapi dia menerima uang itu. Dia terlalu senang karena uang yang diberikan lelaki itu bisa dia gunakan untuk mengganti uang Bunga yang beberapa waktu lalu dia curi. Tio seakan lupa bahwa di dunianya, uang itu seperti api yang dapat membakar apa pun.
Dibalik keterkejutan Tio, lelaki itu pergi sambil tersenyum sinis. Ucapan terima kasih Tio seperti angin lalu baginya.
***
Aku dipanggil lagi, aku bingung dengan apa yang harus aku lakukan. Uang yang sangat kubutuhkan tidak bisa kudapat. Banyak orang yang sudah aku mintai tolong untuk meminjamkan uang, tapi mereka memiliki banyak alasan yang sebagian besar sebenarnya tidak aku percaya kebenarannya.
Beberapa hari ini pun, aku tidak bisa bekerja dengan baik. Aku sangat butuh uang lebih, tapi apa yang bisa kukerjakan.
Ibuku akhir-akhir ini tidak pernah pulang ke rumah. Sekalinya pulang, dia marah - marah dan membanting barang jika aku menanyakan sesuatu yang berhubungan dengan kepergiannya.
Aku sangat frustasi, ini membuat kepalaku ingin pecah. Tidak ada orang yang bisa kuajak berbagi, semakin hari bahkan napasku jadi makin pendek. Mungkin, lebih baik aku akhiri saja kuliahku sampai disini.
Sebenarnya masih ada satu orang lagi yang bisa aku mintai pertolongan. Hanya saja aku tidak yakin, apa dia mau meminjamkan uang untukku.
Haruskah aku meminjam uang padanya? Tapi bila aku pikirkan lagi, aku tidak boleh melakukan itu, dia pasti tidak akan meminjamkanku uang.
***
Malam itu, seperti biasa Bunga pergi ke klub dan pulangnya dia akan merenung di pinggir jalan memikirkan keadaannya yang semakin tak baik.
Bunga duduk cukup lama, berharap Tio datang dan menghiburnya. Tapi tak ada bayangan Tio sedikit pun terlihat. Bunga hanya bisa menari napas panjang.
'Walaupun kemarin dia menolak, setidaknya dia tidak usah berusaha menjaga jarak dariku.' Itu yang Bunga pikirkan.
Bunga akhirnya menunduk lemas, dia sangat ingin berteriak dan menyalahkan setiap orang karena kejadian menyedihkan yang harus terus dia alami.
Saat itulah seseorang menyentuh pundak Bunga. Bunga menoleh dengan semangat, dan ternyata Farhan yang duduk disampingnya. Bunga sedikit terkejut sekaligus kecewa karena bukan Tio yang ada disampingnya.
"Sedang apa anda disini?" tanya Bunga bingung.
"Jangan panggil aku seperti itu. Panggil saja aku seperti kamu bicara dengan temanmu." ujar Farhan.
Bunga hanya mengangguk, "Mengenai waktu itu, aku sangat berterima kasih."
"Tak usah mempermasalahkan hal itu." ujar Farhan santai.
Keduanya terdiam untuk beberapa saat. Sesekali Farhan menoleh menatap Bunga.
"Apa yang sedang kamu lakukan disini?" tanya Farhan tiba-tiba.
"Hanya kebiasaan yang sulit dihilangkan saja." jawab Bunga agak menerawang. "Sebelum pulang, aku sering duduk disini dan melihat jalanan."
Dari kejauhan, Tio melihat Bunga sedang bicara dengan Farhan. Tadinya, dia mau mengembalikan uang dan menjelaskan sesuatu. Tapi, dia urung melakukan itu. Dia lebih memilih pergi tanpa menemui Bunga.
"Kupikir, tidak baik diam diluar malam-malam seperti ini. Seharusnya kamu segera pulang!" nasihat Farhan.
Bunga tersenyum, dia berdiri diikuti Farhan. "Ya, aku akan pulang sekarang. Terima kasih atas perhatiannya. Jika kamu butuh bantuanku, aku akan mencoba membantu sebisaku. Senang bisa bertemu denganmu lagi." ungkap Bunga tulus.
"Biar aku antar!" tawar Farhan.
"Tidak usah, terima kasih." tolak Bunga. Bunga pun berjalan pergi sendirian dengan langkah pelan.
Farhan melihat itu, dia tahu apa yang Bunga alami. Tapi, dia tidak bisa seenaknya bersikap sok pahlawan dan membuat Bunga curiga. Akhirnya dia lebih memilih pura-pura tidak tahu dan diam untuk sementara. Dia akan mencoba mendekati Bunga secara perlahan.
Tak lama, sebuah mobil berhenti disamping Farhan. Di dalamnya, ada seorang lelaki yang menjadi suruhan Farhan. Lelaki yang sudah Bunga dan Tio kenal.
Dia tersenyum pada Farhan, lalu pergi mengikuti Bunga, setelah mendapat sedikit anggukkan dari Farhan.
XxxxxxX
Jujur, aku mulai malas menulis. Jadi maaf kalau mungkin ceritanya tidak berkembang dengan baik atau mungkin ada ada tulisan yang salah. Terima kasih buat yang dah mau nyempetin baca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang terluka
RomanceSetiap orang memiliki beban dan masalah di hidupnya. Begitupun aku, ini masalah dan hidupku.