Aku melihat Bunga tengah duduk bersama oranglain, seorang lelaki yang aku ingat wajahnya saat aku sadar di rumah sakit. Aku tidak mengenalnya, tapi aku tahu ada sesuatu dari sikapnya yang sangat menarik. Terlebih saat melihatnya bicara, dia seperti memiliki suatu yang sulit untuk dijelaskan.
Melihatnya sedang bersama orang lain, akhirnya aku lebih memilih pergi. Aku pikir aku bisa menjelaskan semuanya lain kali, masih ada hari esok. Tidak seharusnya aku mengganggu urusannya sekarang.
Di perjalanan, aku melihat seorang wanita berusia sekitar 40 tahunan sedang berbicara dengan orang yang sangat aku kenal. Orang itu yang dulu meminjamkan uang untukku dengan bunga yang besar.
Aku tak begitu perduli, terlebih melihat orang-orang seperti itu. Yang memanfaatkan kesusahan oranglain demi mencari keuntungan.
'Apa jaminanmu?'
'Aku tidak punya barang berharga yang bisa dijaminkan. Tapi tolong, pinjamkan aku uang, aku sangat membutuhkannya.'
'Jaminkan sesuatu, kami tidak bisa memberimu pinjaman tanpa jaminan. Ayo cepat katakan!'
'Aku tidak punya, tinggal saja mengontrak.'
'Kalau begitu, tidak ada pinjaman untukmu.'
Pembicaraan itu akhirnya menghilang bersama langkahku yang semakin menjauh. Sebenarnya aku ingin tahu, apa yang akan wanita itu jaminkan.
Sebenarnya apapun yang dia jaminkan sudah jelas meminjam uang pada mereka adalah sebuah kesalahan besar. Dia hanya akan merusak dirinya dan keluarganya. Karena aku pernah mengalaminya, bahkan hingga saat ini aku merasa sebagai orang bodoh yang telah terhimpit keadaan. Mungkin hal yang sama terjadi pada wanita itu.
Sama seperti saat aku menjaminkan rumah almarhum 'bapak' untuk pengobatan salah satu anak asuh 'bapak' yang sakit. Jika saja aku tidak mencuri uang Bunga mungkin rumah itu sudah beralih fungsi menjadi tempat berjudi, mabuk-mabukkan dan hal buruk lainnya.
Caraku memang salah, tapi aku tidak punya pilihan terbaik lain selain ini. Aku tidak perduli dengan ancaman juga pukulan mereka, tapi rumah itu adalah peninggalan orang yang sangat berarti di hidupku. Aku tidak mungkin membiarkan rumah itu jatuh ke tangan mereka. Rumah itu terlalu berharga dibandingkan uang yang telah kupinjam dari mereka.
***
Bunga akhirnya sampai di rumah, dia memang terlambat pulang seperti biasa karena kebiasaannya yang suka duduk di pinggir jalan dan merenung.
Ada yang berbeda di hari itu, ibunya mengajak Bunga bicara dengannya tanpa nada suara yang tinggi dan sinis seperti biasanya.
"Ada apa, bu? Apa ada hal penting?" tanya Bunga halus.
Ibu Bunga menatapnya sesaat, "Bunga, ibu telah meminjam uang yang cukup besar. Ibu ingin pergi dari sini dan tinggal di desa. Ibu minta bayarkan hutang ibu itu, besok ibu akan pergi!" ungkap ibu Bunga tanpa rasa bersalah.
"Apa yang ibu katakan! Kenapa ibu melakukan itu? Aku tidak bisa membayarnya bu, hutangku saja masih banyak yang belum terlunasi." seru Bunga, dia sangat terkejut dengan ucapan ibunya.
"Hanya dengan mencoba membahagiakan ibumu kamu tidak bisa. Kamu tahu, 20 tahun aku merawatmu hingga sekarang tapi apa yang bisa kamu berikan padaku, hah. Dasar anak tidak berbakti!" seru Ibu marah, dia tak mau mengerti keadaan Bunga.
"Bukan itu masalahnya! Untuk bayar kuliah saja aku sudah sangat repot, apalagi harus membayar hutang yang ibu buat. Cobalah mengerti keadaan Bunga, bu!" mohon Bunga, coba menjelaskan.
"Itu sebabnya aku menyuruhmu berhenti kuliah. Besok ibu akan pergi. Jika ayahmu pulang, bunuh saja dia jika merepotkanmu." nasihat ibu Bunga lalu berjalan masuk ke dalam rumah.
Bunga sangat sedih, marah dan kecewa dengan kelakuan ibunya. Jauh dalam lubuk hatinya, dia ingin berteriak memaki ibunya dihadapan semua orang. Inikah sikap seorang ibu terhadap putrinya. Apakah ini realita yang harus Bunga ketahui, kalau kesulitan hidup membuat seorang ibu rela menjadikannya santapan singa agar dia bisa bebas.
Tapi jika Bunga ingat banyak hal yang telah ibunya lakukan untuk dirinya selama ini. Dia tidak bisa memungkiri kalau dia belum bisa membahagiakan kedua orangtuanya. Semua ini membuat Bunga sangat terluka.
Keluarganya begitu menyedihkan, begitupun nasibnya yang tak jauh berbeda. Masalah terus datang menghampiri, tapi tak ada solusi yang bisa dia gunakan untuk menyelesaikannya.
Bunga menangis keras, dia hanya bisa menangis menumpahkan semua beban yang terus menumpuk.
Di sisi lain, seseorang melihat kejadian itu tanpa ekspresi.
***
"Aku senang, kamu mau datang. Perkenalkan namaku Farhan." tangannya terulur untuk saling berjabat tangan.
Tio kaget mendapati dia ternyata bekerja pada oranglain, bukan lelaki yang kemarin menawarinya pekerjaan. Dia justru harus bekerja pada orang yang beberapa waktu lalu menolongnya.
Tio sudah datang sesuai perintah lelaki kemarin. Di pergi ke alamat yang lelaki itu berikan, tapi kenapa oranglain yang malah dia temui. Tio merasa ada sesuatu yang aneh, tapi dengan cepat dia menepis semua pikiran itu.
"Apa kamu ingat aku?" tanya Farhan sambil mengembangkan senyumnya.
Tio mengangguk, "Terima kasih atas bantuannya waktu itu."
"Tak usah mempermasalahkan itu." ujar Farhan santai. "Kita bicarakan pekerjaanmu saja."
Tio menatap penampilan Farhan, dari ujung rambut hingga ujung kaki. Sangat rapi dan bersih, seperti seorang perfeksionis yang menginginkan kesempurnaan dari setiap hal yang mengelilinginya.
"Aku punya pekerjaan untukmu, tapi tempatnya di luar kota. Apa kamu bisa?" tanya Farhan menjelaskan.
"Luar kota?" pikir Tio dalam hati. Dia bisa saja melakukan itu, tapi ada banyak hal lain yang harus dia urus disini. Terlebih anak-anak yang sekarang tinggal di rumah peninggalan 'bapak', tidak ada yang bisa mengawasi mereka.
"Apa kamu keberatan?" tanya Farhan meyakinkan.
Tio berpikir sejenak, "Tapi, berapa lama?"
"Hanya satu bulan. Kamu hanya harus mengikuti intruksi dari pekerja disana, mereka pasti akan memberitahumu." ujar Farhan meyakinkan.
Tio agak ragu menerima pekerjaan itu, dia bahkan tidak tahu pekerjaan apa yang akan dia lakukan. Sayangnya, ini kesempatan yang tak mungkin terjadi dua kali dan dia sangat membutuhkan uang.
Setelah menguatkan hati, Tio akhirnya setuju untuk pergi. Dia tidak akan melepaskan kesempatan yang telah berada di depan matanya.
Setelah Tio pergi, Farhan memanggil bawahannya masuk, lelaki yang selama ini mencari informasi tentang Bunga dan Tio.
Lelaki itu pun duduk dihadapan Farhan, "Aku sudah punya rencana yang sangat bagus. Tapi kenapa anda malah melakukan ini." protes lelaki itu.
"Itu pasti akan lebih menyakiti Bunga, lebih baik kita jauhkan Tio sementara ini dari Bunga." ujar Farhan.
"Ini bukan rencana jangka panjang." komentar lelaki itu.
"Nemang bukan. Aku hanya ingin melakukan ini." jawab Farhan tanpa ekspresi.
'Aku tidak mengerti, apa yang membuatmu terobsesi pada gadis itu. Tidak ada hal spesial yang bisa kulihat darinya?' gerutu lelaki itu dalam hati.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang terluka
RomanceSetiap orang memiliki beban dan masalah di hidupnya. Begitupun aku, ini masalah dan hidupku.