Feri menendang batu kerikil di hadapannya dengan frustasi, sudah dua hari ini dia mencari ke setiap sudut kota, tapi tak juga bisa menemukan Bunga. Sudah beberapa waktu ini pula Farhan tinggal di apartemen Bunga, sepulang dari kantor dia selalu berdiri di depan jendela. Feri lebih suka kalau Farhan marah dan memukulnya dibanding melihatnya seperti itu.
Ponsel Feri tiba-tiba berbunyi, dia menerima panggilan itu dengan malas. Tapi setelah bicara sesaat, dia pun memberhentikan taksi. Taksi berhenti di depan sebuah cafe, Feri masuk kesana dan menghampiri meja Ardi.
"Kenapa kamu menelponku, bukannya kamu paling malas jika bertemu denganku?" tanya Feri setelah menarik kursi dan duduk.
"Apa Farhan ada masalah lagi dengan gadis itu?" tanya Ardi to the point.
"Ya, Bunga pergi dari apartemen dan sudah dua hari ini aku mencarinya, tapi bahkan ujung kukunya saja tak kutemukan." cerita Feri datar.
"Pantas saja wajahmu agak berbeda," sindir Ardi santai. Feri tidak berniat menanggapi sindiran itu, "Gadis itu memang patut dikasihani tapi Farhan tidak tahu apa yang dia inginkan. Jadi kupikir lebih baik kamu tidak usah berusaha terlalu keras untuk mencarinya." lanjutnya.
"Maksudmu?" tanya Feri datar.
"Kamu tidak tahu beratnya hidup Bunga selama ini. Dia hidup dengan orangtua yang sama-sama tidak bisa diharapkan, ibunya seorang wanita penghibur dan ayahnya adalah pemabuk. Selama ini, dia bekerja di klub malam. Sepulang dari sana dia akan duduk di pinggir jalan dan memandangi kendaraan yang lewat, kadang sambil menangis." Feri ingat, biasanya sepulang dari klub, Bunga selalu duduk di pinggir jalan. Dia hanya menemani Bunga tanpa berniat untuk bertanya apapun dan sekarang dia baru mengerti alasannya.
"Aku yakin kamu tidak mengetahui hal ini karena kamu terlalu dingin untuk bertanya atau diajak bicara." ujar Ardi menanggapi sikap Feri, "Yang aku tahu, Bunga dekat dengan Tio dan dari penglihatanku, Bunga menyukai pemuda itu. Mungkin saja, dia sengaja pergi untuk mencarinya."
"Tio! Siapa dia, aku tidak pernah mendengar namanya? Aku selalu bersama Bunga, dan tidak pernah kulihat Bunga bertemu lelaki manapun selain aku dan Farhan?" Feri mulai serius, dan Ardi tersenyum simpul.
"Tentu saja kamu tidak pernah bertemu dia, selama ini Farhan sengaja menjauhkan lelaki itu dengan mempekerjakannya di salah satu cabang yang ada diluar kota, tapi itu hanya berjalan beberapa bulan saja. Dia sekarang sudah kembali dan ditempatkan disini. Farhan sendiri yang melakukan itu, padahal aku mengusulkan saran yang lebih baik waktu itu." cerita Ardi.
"Apa selama ini kamu mengawasi dia?" tebak Feri.
"Tepat sekali, tapi kali ini aku lebih fokus pada perusahaan. Farhan memintaku mengawasi gerak gerik ibu tirinya, akhir-akhir ini dia lebih mencurigakan. Sepertinya Farhan akan memusatkan diri pada perusahaan sementara ini, tapi ternyata justru masalah datang dari Bunga." Feri merasa bersalah, tapi dia tidak berpikir kalau hal seperti ini bisa terjadi. Karena memang, selama ini dia tidak pernah mengurusi hal-hal seperti itu
"Selama aku mengikuti Radit, aku tahu dia dan ibunya sangat menginginkan perusahaan jatuh ke tangan mereka. Itu sebabnya, mereka terus mencari banyak dukungan." komentar Feri dingin.
***
Bunga menghampiri salah satu meja untuk mengantarkan pesanan, Avril meminta dia untuk menggantikannya sebentar karena harus ke toilet. Pengunjung yang datang cukup ramai, Bunga jadi makin bersemangat. Sambil membawa pesanan, dia menunjukkan senyuman yang selama ini tidak terukir dengan tulus di wajahnya.
Bunga sudah hampir sampai di meja yang akan dia tuju, tapi langkahnya terhenti saat melihat seseorang yang tengah duduk disana. Bunga terlihat terkejut, hampir saja dia menjatuhkan pesanan yang dia pegang. Jika saja Bunga tidak segera menyimpan pesanan itu di meja yang berada di dekatnya.
"Mbak, kami tidak pesan menu ini!" protesnya.
"Maaf," sesal Bunga. Kejadian itu cukup membuat beberapa orang memandangnya, termasuk seseorang yang membuat Bunga terkejut. Saat Bunga menoleh, mereka saling bertemu pandang keduanya sama-sama terpaku.
Avril segera menghampiri Bunga lalu mengambil menu yang salah antar itu dan ikut meminta maaf. "Bunga, kamu kenapa?" tanyanya khawatir.
Bunga tidak bergeming, Avril yang kebingungan akhirnya mengikuti pandangan Bunga, "Siapa dia?"
"Dia..." ucapan Bunga mengambang.
XxxxxX
Maaf pendek plus gaje ! kali ini aku gak janji update. Tapi makasih buat vote dan komennya. Dapat satu vote saja aku sudah sangat senang.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hati yang terluka
RomanceSetiap orang memiliki beban dan masalah di hidupnya. Begitupun aku, ini masalah dan hidupku.