~III~

7.1K 256 2
                                        

'Memangnya kamu siapa?' tanya Avril.

Bunga terdiam sejenak, "Aku bukan siapa-siapa. Kapan kita akan mengerjakan tugas itu?"

Bunga terpaksa menutupi jati dirinya, karena dia tidak bisa mengatakan hal jujur saat ini. Memanfaatkan kesempatan untuk bisa mengerjakan tugas dengan cepat adalah pilihan yang menurutnya menguntungkan.

"Oh, tentu saja sekarang. Kita akan mengerjakannya di rumahku." ujar Avril.

Bunga tidak berkomentar, dia setuju saja dengan keputusan Avril.

Avril sedikit bingung dengan sikap Bunga, dia tidak seperti teman-teman lain, yang akan sangat senang bisa berkunjung kerumahnya. Dia hanya mengiyakan dengan ekspresi datar. Ini membuat Avril penasaran dan ingin lebih mengetahui siapa sebenarnya Bunga.

Mereka pun pulang bersama, untuk mengerjakan tugas sekolah di rumah Avril. Disepanjang perjalanan, tidak ada satu kata pun yang terucap dari keduanya. Avril serius menyetir dan Bunga fokus dengan jalanan yang terlewati mobil Avril.

Akhirnya mereka sampai di depan sebuah rumah besar berpagar tinggi, berwarna hitam, mereka pun masuk ke dalam.

Isi rumah Avril membuat Bunga terpaku, dia tahu semua barang yang ada disini pasti mahal. Tapi, dia harus ingat dengan semua hal yang jadi tujuannya. Dia tidak boleh tergoda untuk memohon-mohon seperti siswi kampus lain agar bisa berteman dengan Avril, hanya agar kecipratan populer dan traktiran barang mahal. Berteman karena alasan seperti itu hanyalah kebohongan. Saat senang didekati, saat susah dijauhi.

Avril mengajak Bunga untuk mengerjakan tugas di kamarnya, dia ingin tahu bagaimana reaksi Bunga saat melihat kamarnya.

Bunga jelas makin terpana melihat kamar Avril yang luas dengan sofa berwarna merah muda, ranjang dengan bed cover merah muda bermotif hati, cat kamar pun didominasi warna putih dan merah muda. Ada lemari berwarna sama, dan Bunga kira berisi pakaian miliknya. Tapi dengan lemari sebesar itu, Bunga tidak dapat memperkirakan sebanyak apa baju di dalamnya.

Belum lagi masih ada satu ruangan khusus untuk pakaian pesta, sepatu dan tas bermerk, jam tangan dan aksesoris lainnya. Bunga tidak tahu ruangan itu, karena Avril sengaja tidak menunjukkannya.

Mereka mengerjakan tugas bersama, hingga hampir sore. Walaupun sebenarnya ini adalah tugas yang sederhana, tapi jika dikerjakan sendiri akan memakan waktu.

"Akhirnya selesai juga." gumam Bunga.

Avril menatap Bunga, "Mau pulang sekarang?"

"Ya, tugasnya sudah selesai. Siapa yang mau membawanya besok?"

"Aku saja,"

"Ya sudah. Kalau begitu, boleh aku pulang sekarang?" tanya Bunga.

"Kenapa buru-buru, sebentar lagi waktu makan malam. Kamu bisa makan malam disini." tawar Avril.

"Tidak usah, terima kasih. Aku harus pulang sekarang." tolaknya.

Bunga berdiri dari duduknya dan berlalu pergi setelah berpamitan. Bunga hanya butuh diam di tempat yang seharusnya.

Avril menatap nanar punggung Bunga yang menjauh, setiap melihatnya dia sadar Bunga berbeda dari teman-temannya yang lain. Dia bahkan tidak meminta agar diantar pulang dan tanpa sungkan mau makan malam bersamanya.

***

"Pulang jam segini, apa yang kamu lakukan seharian ini!" sambut ibu Bunga.

"Maaf bu, aku lupa." sesal Bunga.

Ibu Bunga memandangnya dari atas ke bawah.

"Apa yang kamu hasilkan?"

Hati yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang