~XIX~

3K 103 4
                                        

"Dia..."

Bunga mulai mengembangkan senyuman, "Tio." gumamnya.

"Tio! Siapa Tio?" tanya Avril bingung, "Kalau dia temanmu, lebih baik sapa dia. Nanti biar aku yang menggantikanmu. Tapi, jangan lama-lama." bisik Avril di akhir kalimat.

Bunga mengangguk, perasaannya campur aduk karena seseorang yang dia harapkan akhirnya berada di depan matanya. Dengan canggung, Bunga menghampiri meja Tio sambil mengulum senyum. Bahkan, hingga dia berada dihadapan Tio, Bunga masih sulit untuk sekedar menyapa.

"Aku senang bisa bertemu denganmu lagi!" ujar Tio mengawali, "Kamu mau duduk!" tawarnya, dia langsung menarik kursi disampingnya untuk Bunga.

Bunga melirik ke arah Avril yang tengah melayani pengunjung, Bunga tidak tega melihatnya. "Aku...harus bekerja."

Tio mengerti, dengan melihat pakaian yang Bunga kenakan, dia tahu kalau Bunga tidak bisa duduk bersamanya saat ini. "Lanjutkan saja pekerjaanmu, aku bisa menunggu!" ujar Tio tulus.

Bunga segera pergi menghampiri Avril dan membantu pekerjaannya dengan semangat, sesekali dia melirik ke arah meja Tio sambil melemparkan senyuman. Tio menunggu Bunga hingga restoran di tutup, dia juga ikut berjalan pulang bersama Bunga dan Avril. Bunga dan Tio berjalan di depan sedangkan Avril berjalan dibelakang, dia tidak ingin mengganggu.

"Kamu sudah tidak bekerja di klub lagi?" tanya Tio. Avril samar mendengarnya, tapi dia tidak berniat ikut campur.

Bunga mengangguk, "Apa yang terjadi?" tanya Tio kemudian.

Bunga memilih diam, dia tidak ingin menceritakan pengalaman pahit yang selama ini dia alami. Apa yang akan Tio lakukan jika dia menceritakan semua itu? Bunga pikir, hanya ini pilihan yang dia punya. Avril mengerti, Bunga masih belum bisa menceritakan apapun dan Tio pun termasuk di dalamnya.

"Apa terjadi sesuatu?" Tio tidak bisa memaafkan dirinya sendiri kalau karena ulahnya, Bunga harus mengalami hal buruk.

"Setelah pesan singkatmu waktu itu, kamu tidak membalas pesan atau panggilan teleponku. Apa yang terjadi?" tanya Bunga mengalihkan pembicaraan.

"Maaf, waktu itu ponselku hilang. Tadinya aku mau memberitahumu, tapi malam itu kamu tidak ada di klub. Aku sudah menunggumu di tempat biasa tapi kamu tidak datang." Bunga ingat kalau waktu itu dia baru saja mengalami keadaan yang berat. Ibunya memilih pergi meninggalkannya bersama utang yang dia bebankan, itu sebabnya dia memilih tidak masuk kerja.

"Waktu itu aku mendapat tawaran pekerjaan, tapi di luar kota. Karena aku memang membutuhkannya, aku mengambil pekerjaan itu. Sebelum itu, aku berniat memberitahumu. Tapi sayangnya, aku tidak bisa bertemu denganmu." lanjut Tio seadanya.

"Pilihanmu tidak salah. Setelah pergi, penampilanmu jadi terlihat lebih baik." Penampilan Tio  memang sedikit berubah, rambutnya jadi lebih rapi, anting di telinganya pun sudah hilang.

"Apa sekarang aku jadi terlihat lebih tampan?" tanya Tio ingin tahu. Bunga langsung tersenyum simpul, dalam hati dia mengiyakan. Melihat sikapnya sejak awal, Avril tahu Bunga menyukai Tio tapi dia tidak tahu apa Tio memiliki perasaan yang sama.

Mereka akhirnya sampai di depan kontrakan Avril. "Ayo, masuk! Aku ambil air minum dulu!" Avril lalu masuk ke dalam.

Sepeninggal Avril,

"Sebenarnya, ada hal lain yang ingin aku katakan waktu itu. Tapi, mungkin baru bisa aku katakan sekarang." Tio menghentikan kalimatnya sebentar, sedangkan Bunga mulai memperhatikan. "Waktu itu, aku...ingin mengembalikan uang milikmu."

"Uang? Uang apa maksudmu?" Bunga mulai sadar sesuatu, dia mulai terpikirkan uangnya yang hilang. Bunga mulai khawatir, dia tidak mau mendengar apapun mengenai uang itu lagi terlebih dari mulut Tio. "Jangan katakan apapun, aku mohon!" harap Bunga dalam hati.

Hati yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang