~XVII~

3K 120 3
                                    

Farhan menyibak tirai jendela kamar Bunga dengan perasaan yang campur aduk. Pemandangan kota yang terlihat dari sana hanya membuat Farhan semakin tidak tenang. Dia sangat khawatir terjadi sesuatu pada Bunga.

Farhan melirik sekilas keadaan apartemen Bunga yang berantakan, begitupun pisau yang sempat Bunga genggamkan di tangannya masih tergeletak di lantai.

"Sebenarnya cara apa yang bisa meyakinkanmu? Aku ingin melihat senyumanmu yang dulu. Senyuman dan lambaian tangan persahabatan tulus darimu." gumamnya.

Flashback

Farhan kembali dari rumah teman lamanya, baru saja dia tiba ayahnya sudah berdiri di depan pintu. "Darimana saja kamu?" tanyanya tegas.

"Menyegarkan pikiran, aku malas berada di rumah." jawab Farhan tidak sopan.

"Ayah sengaja memblokir kartu kreditmu supaya kamu memperbaiki kesalahanmu, tapi bukannya sadar kamu malah mengambil perhiasan ibumu dan menggunakannya untuk bersenang-senang. Mau belajar jadi pencuri, hah!" nada suara ayah Farhan meninggi, dan tak disangka pukulan melayang dengan ringan di wajah Farhan.

Farhan mendelik kesal, pukulan ayahnya cukup menyakitkan tapi tuduhan yang dia berikan lebih menyakitkan lagi.

"Ini kali kedua ayah menuduhku. Ayah tak tahu apa yang wanita kotor itu lakukan di rumah ini. Dia berlagak seperti permaisuri, lalu menuduhku telah menindasnya dan sekarang mencuri! Dia hanya wanita licik. Apa ayah tidak bisa membedakan antara serigala dan manusia!" ujar Farhan kasar. Ayahnya  tersulut emosi, dia langsung memukul Farhan keras untuk yang kedua kalinya.

"Baik, pukul saja lagi! Pukul sampai ayah puas, wanita itu hanya akan tersenyum sinis dibalik punggung ayah dan hanya aku yang bisa melihat itu!" Farhan benar-benar sangat emosi, tanpa takut dia menyodorkan wajahnya untuk kembali di pukul. Melihat ayahnya yang diam saja, Farhan memilih pergi.

Farhan duduk di kursi panjang dekat jalan sendirian, wajahnya lebam bekas pukulan. Hatinya terasa remuk, ibu tirinya benar-benar merubah segala hal dari ayahnya. Dia pintar memutarbalikkan kenyataan. 

Farhan kaget melihat seorang gadis duduk disampingnya sambil menunduk. Gadis itu menaikkan wajahnya dan menoleh memandang Farhan penuh keterkejutan. "Wajahmu, wajahmu terluka!"

Gadis itu pun berlari pergi, tapi semenit kemudian dia kembali sambil membawa sebotol air mineral. Dia menyodorkan air itu pada Farhan sambil tersenyum.

"Untukku?" tanya Farhan. Gadis itu mengangguk, Farhan menerimanya lalu meminumnya.

"Kenapa kamu meminumnya? Aku pikir, kamu akan membersihkan lukamu itu. Nanti bagaimana kalau infeksi?"

"Aku tidak perduli," jawab Farhan dingin.

Hari sudah mulai larut, tapi gadis itu tetap duduk disampingnya sambil mengayunkan kakinya santai. "Kamu tidak pulang?"

"Aku akan menunggu disini sebentar lagi." jawabnya.

Farhan berniat pergi tapi dia mengurungkan niatnya dan memilih menunggu gadis itu pergi lebih dulu. "Kamu menunggu seseorang?"

"Ya, aku sedang menunggu ayah. Kamu lihat klub diujung sana, ayahku selalu datang  kesana. Itu sebabnya, aku sengaja menunggunya disini."

"Ayahmu bekerja disana?" gadis itu menggeleng, "Lalu?"

"Dia pengunjung tetap disana," Bunga menunjuk klub yang ada diujung jalan. "Aku sengaja menunggunya disini untuk mengajaknya pulang. Sudah hampir seminggu ini dia tidak pulang ke rumah."

Farhan tidak mengerti dan tak percaya, ada seorang gadis yang tanpa sungkan mengatakan hal itu pada oranglain. Dia dengan polosnya berkata kalau dia ingin mengajak ayahnya kembali pulang. Farhan pikir gadis itu tidak perlu memperlakukan ayahnya begitu baik apalagi mengetahui ayahnya sering keluar masuk klub malam.

"Kenapa kamu masih mau menunggu ayahmu, dia tidak pantas mendapat perhatianmu?"

"Aku percaya, suatu hari ayah akan berubah. Aku akan berusaha untuk itu!" gadis itu berkata dengan penuh percaya diri. Dengan senyum manis dia meyakinkan Farhan.

Farhan langsung teringat ayahnya. Gadis disampingnya percaya ayahnya bisa berubah, lalu kenapa dia tidak bisa mempercayai itu. Dia harus berusaha dan percaya kalau dia juga bisa membuka mata ayahnya yang selama ini tertutup.

"Boleh aku tahu namamu?" tanya Farhan ragu.

Dengan senyum terkembang, gadis itu menjabat tangan Farhan, "Bunga. Namaku Bunga,"

"Aku ..." ucapan Farhan terputus saat gadis itu melepas jabatan tangannya.

"Ayah!" serunya. Dia langsung memapah ayahnya yang terlihat sempoyongan, setelahnya dia melambaikan tangan pada Farhan yang hanya bisa diam memandang kepergian gadis itu.

***

Avril mengajak Bunga ke restoran tempatnya bekerja, dia meminta manager restoran mau menerima Bunga. Karena bantuan Avril, Bunga mendapatkan pekerjaan baru. Bunga sangat senang, dia bisa melakukan pekerjaan lain selain di klub.

Di hari pertama, Bunga dan Avril pulang dengan berjalan kaki. "Jalau boleh aku tahu sejak kapan?" tanya Bunga hati-hati.

"Ah, aku tidak tahu. Mungkin setelah kita memutuskan untuk jalan sendiri-sendiri. Aku sadar, selama ini aku terlalu sombong karena kekayaan dan jabatan yang ayahku sandang. Sejak saat itulah aku mulai belajar untuk merubah kebiasaanku selama ini. Memang agak sulit, tapi tanpa sadar aku merasa kehidupan seperti ini bisa lebih aku nikmati." cerita Avril santai.

"Lalu bagaimana denganmu? Saat pertama kali bertemu denganmu, aku tidak percaya kalau itu kamu karena pakaian yang kamu kenakan. Apa kamu tiba-tiba jadi kaya?" tanya Avril setengah bercanda.

Mendengar itu, senyuman Bunga perlahan memudar, "Aku belum bisa mengatakannya."

Avril mengerti, dia menepuk pundak Bunga halus. "Sudah, jangan terlalu memikirkannya. Ah ya, manager bilang dia suka semangatmu bekerja." penghiburan Avril cukup membuat Bunga kembali tersenyum.

Tanpa Bunga sadari, sejak tadi Feri berjalan dibelakang mereka, tapi karena kesal berjalan dibelakang manusia seperti siput dia memutuskan mendahului mereka.

XxxxxxX

dah lama gak update, jadi pasti banyak typo-nya tapi seperti biasa tolong dimaklumi. kalau ada satu komen saja, aku pasti langsung publish part selanjutnya.

Hati yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang