~ XIII ~

4.1K 144 1
                                    

Bunga duduk sendirian di dalam apartemen. Dia kembali merenung, memandangi setiap sisi apartemennya. Tempat tinggalnya mungkin lebih baik dari kontrakannya dulu, tapi tempatnya tidaklah menyenangkan. Dia seperti tinggal di dalam sangkar yang bagus, hanya saja terkekang oleh keadaan.

Flashback

"Ini nomor ponsel orang yang ibu pinjami uang, juga surat perjanjian diantara kami. Ibu sudah mendapatkan kiriman uang darinya, dia juga sudah tahu wajahmu dan alamat rumah ini. Jika kamu lari, ibu yang mungkin akan dia kejar. Itu memang keputusanmu, tapi sebelum itu terjadi, ibu akan pergi jauh. Jaga dirimu baik-baik, ini uang terakhir dariku." ibu Bunga menyimpan uang satu juta di meja.

"Ibu tega melakukan ini pada Bunga?" tanya Bunga marah.

"Apa ada ibu yang tega melakukan itu tanpa rasa sakit di hatinya? Kamu bisa memikirkan itu setelah kamu cukup dewasa." jawab Ibu Bunga, raut wajahnya menunjukkan kalau dia sedih harus melakukan itu, tapi dia tak sanggup lagi hidup dalam keadaan yang sama selamanya.

"Kenapa ibu seperti ini?" tanya Bunga lirih.

"Apa kamu tahu, ibu setiap hari harus merasakan rasa sakit. Apa kamu tahu rasanya menjual diri demi kelangsungan keluarga ini. Ibu tidak sanggup lagi menanggung semua itu. Ayahmu tidak bisa diharapkan sama sekali. Pilihlah jalan hidupmu sendiri, ini pilihan ibu mulai saat ini. Toh, ibu tak akan meminta apapun lagi darimu." ceritanya dengan nada yang tinggi.

"Aku tak akan meminta apapun lagi, ibu tak usah menjual harga diri ibu lagi. Tapi aku mohon agar ibu tetap tinggal disini!" bujuk Bunga dengan air mata yang terus mengalir.

"Terlalu banyak orang yang mengenali ibu disini. Ibu ingin pergi ke tempat yang jauh. Dimana tak ada orang yang memandang ibu dengan pandangan jijik."

Bunga tidak bisa lagi mencegah ibunya pergi. Apalagi setelah mendengar alasan itu dari ibunya. Bunga sangat kesal dan marah pada keadaan, pada kehidupan dan seluruh rasa sakit yang keluarganya terima.

***

"Bagaimana kabarmu selama ini?" tanya Farhan pada Tio yang tengah menghadapnya.

"Baik," jawab Tio singkat.

"Apa kamu ada masalah? Raut wajahmu terlihat kusut." tanya Farhan sambil tersenyum.

"Ada pak," jawab Tio jujur, sambil membuang napas panjang.

"Kalau begitu aku harap masalahmu cepat selesai." Tio berterimakasih atas perhatian Farhan padanya. Dia juga berterimakasih Farhan menepati janjinya.

Di apartemen, Bunga belum memakan apapun. Dia tidak berselera makan, tidak memiliki semangat sama sekali dalam beraktivitas. Dan jika hal itu terjadi, dia akan mengingat kembali kenangan masa lalunya. Kenangan itu memang selalu menjadi mimpi buruk di setiap tidurnya. Mimpi itu selalu membuatnya terbangun dengan keringat dingin dan napas yang tak beraturan.

Lamunan Bunga berakhir saat ponselnya berbunyi, Feri menelponnya minta di bukakan pintu. Bunga tak langsung membuka pintu, tapi menatapnya sesaat sebelum akhirnya dia benar-benar melakukan itu.

Feri masuk mengikuti Bunga setelah menutup pintu. Itu memang sudah menjadi kebiasaannya selama ini, datang di pagi hari lalu duduk di sofa dalam waktu yang cukup lama hanya untuk memperhatikan kegiatan Bunga. Bunga jelas bosan dengan kebiasaan itu, dia merasa seperti binatang peliharaan yang harus selalu diawasi.

"Hampir dua bulan ini kamu bersamaku, mengikuti semua kegiatanku. Apa kamu tidak bosan?" Bunga duduk disamping Feri dan menatapnya serius.

Feri tak menjawab, dia hanya diam tanpa ekspresi. Melihat hal itu, Bunga hanya bisa tersenyum miris.

"Semua ini seperti neraka, jika saja aku bisa ... aku ingin mengakhirinya. Mengakhiri semuanya dengan mudah." Feri menoleh agak kaget mendengarnya "Sebenarnya banyak cara yang bisa kulakukan untuk merealisasikan semua itu. Tapi ... hatiku selalu menolaknya."

Feri mulai memperhatikan Bunga. Dari matanya terpancar kesedihan yang sangat dalam. Sudah terlalu banyak hal yang dia pendam.

"Ini sangat menyakitkan saat orang yang sangat kau sayangi melukaimu, mencampakkanmu demi hidup yang lebih baik. Aku pikir, aku akan gila karenanya. Hidupku saat ini menjadi terasa sangat hambar." Feri terus memperhatikan ucapan Bunga, dari wajahnya tersirat dengan jelas kalau dia merasa iba melihat keadaannya.

"Aku tahu, kamu punya alasan dengan memilih diam dan tak bicara. Aku juga punya alasan kenapa aku mau tinggal di dalam apartemen ini dan menjadi ... Apa ya istilahnya?" Bunga terdiam sejenak. "Mungkin... Objek mainan sesaat."

Feri agak tak terima mendengarnya, "Dia tidak seperti itu. Aku punya alasan, kamu punya alasan begitupun Farhan. Dia punya alasan memilihmu, memberimu apartemen ini dan menjadikanku pengawasmu. Dia takut terjadi sesuatu padamu."

Bunga tertawa, "Begitukah! Aku merasa tak percaya kamu baru bersuara saat aku mulai menjelekkannya."

Feri tidak menanggapi hal itu, dia lebih memilih keluar dan menyandarkan diri di dinding depan pintu apartemen Bunga. Pikirannya melayang ke pembicaraannya dengan Farhan beberapa waktu yang lalu.

Flashback

"Aku ingin sekali bertemu dengannya, tapi akhir-akhir ini pekerjaanku menumpuk. Apa Bunga tidak apa-apa?" Feri dan Farhan tengah duduk berhadapan di sebuah cafe.

"Dia terlihat tidak baik di setiap aku melihatnya." jawab Feri seadanya.

"Aku tahu itu. Siapa yang suka diikuti dan diawasi setiap waktu? Iya kan!" komentar Farhan santai, "Tapi, aku takut dia pergi. Aku takut sesuatu terjadi padanya. Hidupnya selama ini sudah cukup berat."

"Apa dengan mengekangnya, dia akan bahagia? Dia mungkin akan menyimpan kebencian padamu."

"Tak perlu kamu katakan, aku telah merasakannya sejak awal. Tapi, sebesar apapun kebenciannya padaku, aku tak akan pernah mundur untuk percaya bahwa suatu hari dia akan melihat sisi lain hidupku."

"Kapan itu! Setelah kamu mati atau setelah saudara tirimu mengambil harta milikmu demi kepentingan mereka. Apa kamu lupa, akhir-akhir ini dengan gencarnya mereka menyerangmu secara terang-terangan."

"Kita teman, kan! Maka percayalah padaku kalau aku pasti bisa menghadapi semua ini. Walaupun aku terpaksa menjadi jahat, karena sikap mereka yang terlalu serakah."

"Aku selalu percaya padamu, tapi aku tidak bisa percaya pada orang-orang di sekitarmu termasuk Bunga. Dia bisa menjadi serigala yang berbahaya dalam hidupmu. Apa yang membuatmu menyukainya? Semua hal yang ada padanya tak cukup untuk bisa memberiku gambaran jelas alasan kamu memilihnya."

"Sedikit tidak logis, tapi sorot matanya mengingatkanku pada seseorang. Orang di masa laluku yang sangat kuharapkan."

"Aku sudah menganggapmu teman sekaligus kakak. Selama ini kamu yang menampungku dan menghindarkanku dari siksaan ayah tiriku yang gila. Memasukkanku dalam lingkunganmu dan memberiku banyak pelajaran, aku ingin membalas semuanya dengan hidupku. Tapi, jangan buat dirimu lemah hanya karena wanita itu."

"Aku justru belajar untuk selalu kuat karena dia."

Feri tak lagi dapat menyangkal semua pemikiran Farhan. Dia hanya takut terjadi sesuatu padanya sehingga kehidupannya hancur hanya karena wanita. Feri sengaja mengawasi Bunga seperti keinginan Farhan tapi bukan hanya itu saja dia mencari tahu banyak hal tentang Bunga tanpa sepengetahuan Farhan, karena dia curiga padanya.

&&&&

senangnya bisa update lagi !! aku lagi semangat nih, jadi tolong apresiasinya. he he

Hati yang terlukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang