Seorang pria dengan penuh percaya diri keluar dari bandara Halim Perdana Kusuma. Mata sipitnya yang tajam, ia tutupi dengan kacamata hitam, sangat kontras dengan kulitnya yang putih bersih.
Pria itu menghiraukan setiap mata yang meliriknya penuh minat. Celana jeans hitam ditambah polo t-shirt dan jacket kulit berwarna hitam pula, semakin menambah daya tarik pria itu. Tapi memang dasarnya ia adalah pria yang tak terpengaruh dengan keadaan sekitar, hal-hal sepele seperti itu tak mempengaruhinya sama sekali.
Pria itu masuk ke dalam taksi yang sudah ia pesan sebelumnya. Mengeluarkan handphone dari saku jacket lalu mengaktifkannya karena sedari di pesawat sengaja dimatikan.
Tak ada satupun panggilan atau pesan masuk dari seseorang yang dia harapkan. Dengan kesal ia menekan nomor yang sudah di luar kepala.
Tut.tut.tut.
Panggilan tersambung tapi tak kunjung ada jawaban. Dengan kesal di telepon sekali lagi nomor tersebut.
Tak perlu menunggu, panggilannya langsung di angkat.
"Vin" jawab dari seberang dengan suara serak seperti habis menangis lama, membuat kekesalan pria itu yang sudah di ujung lidah ia telan kembali."Hey! Kamu kenapa?" Tanya pria itu sarat kekhawatiran.
"Calvin" panggilnya lagi pilu.
"Kira! Katakan kamu kenapa?!"
"Calvin, help me" sebelum ia dapat menjawab perkataan saudara kembarnya, sambungan telah terputus. Membuat Calvin geram setengah mati. Ia mencoba untuk menghubungi Kira kembali tapi tak satupun panggilannya yang dijawab oleh sang adik.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceItu sebutanku untuk diriku sendiri "eccedentesiast" dimana seseorang menyembunyikan kesakitannya dibalik senyuman. -Rebecca Tanur Deacon- Dulu ia adalah orang yang jahat, hatinya dipenuhi dendam yang tak berkesudahan. Tapi seiring berjalannya waktu...