Rebecca berlalu ke kamar untuk mengganti bajunya dengan daster, salah satu pakaian favoritnya setelah ia melahirkan. Saat kembali ke ruang keluarga, pemandangan dihadapannya membuat hatinya sedikit bergemuruh. Calvin meletakkan Olyn dipangkuannya sembari terus memainkan jemari mungil sang anak. Tak ada obrolan-obrolan kecil yang keluar dari mulut Calvin seperti orang dewasa pada umumnya bermain dengan anak kecil, yang menggema diruangan saat ini hanyalah suara Upin Ipin yang sedang dimarahi oleh kak Ros. Terlihat sekali Calvin tidak terbiasa berinteraksi dengan anak kecil, gestur tubuhnya sangat kaku. Tapi bukankah seharusnya dia sangat lihai karena Olyn bukanlah anak pertamanya. Jauh sebelum Calvin bertemu dengan Olyn, pria itu sudah mempunyai seorang anak yaitu anaknya dengan Dalila. Entahlah ia tak tahu mengapa sikap Calvin begitu tak tertebak, ia tak mengerti dengan jalan pikirannya. Biarlah hal tersebut hanya pria itu yang tahu, Rebecca tak ada hak dan keperluan untuk memikirkan apalagi mengurusinya. Bagaimanapun sikap Calvin, Rebecca hanya perlu bersyukur karena Olyn sekarang bisa merasakan kasih sayang yang lengkap. Semoga hal ini bertahan selamanya, Calvin yang menyayangi dan ada untuk Olyn.
Rebecca melanjutkan langkahnya menuju dapur berniat membuat makan siang untuk Olyn karena memang sudah waktunya sang anak makan. Ia mengeluarkan beberapa bahan makanan dari kulkas lalu meraciknya. Setelah Olyn sudah diperbolehkan untuk makan, Rebecca selalu berusaha untuk membuatnya sendiri. Menurutnya akan lebih sehat dan lebih bersih jika ia membuatnya sendiri, bukannya ia tak percaya dengan makanan bayi yang ada saat ini tetapi ia tetap harus berjaga-jaga, akan jauh lebih baik jika ia membuatnya sendiri. Ia ingin memastikan Olyn mendapatkan yang terbaik dalam hal apapun tak terkecuali dalam hal makanan. Hal tersebut sebagai bentuk penebusan dosanya karena selama dalam kandungan, banyak sekali masalah yang secara tidak langsung pun berdampak pada Olyn. Anaknya yang selama dalam kandungan selalu mendengar tangisan ibunya, anaknya yang selalu mendengar pertengkaran orang tuanya dan anaknya yang tak pernah mendapat kasih sayang ayahnya. Semua hal yang terjadi selama masa kehamilannya membuat Rebecca bertekad akan melakukan apapun untuk kebahagian anaknya. Ya apapun. Tak terkecuali dengan ia yang harus mengesampingkan ego dan lukanya untuk berdamai dengan masa lalu untuk kebahagiaan Olyn, untuk kasih sayang yang lengkap.
Olyn menangis, tangisannya jelas terdengar. Rebecca tersenyum tau mengapa sang anak menangis, Olyn lapar. Sesungguhnya Olyn adalah anak yang luar biasa baiknya menurut Rebecca, seakan mengerti dengan keadaan ibunya yang single parent, Olyn jarang menangis, ia akan asyik bermain jika perutnya penuh. Tak ada moment dimana Olyn menangis saat Rebecca akan bekerja, pun sang anak yang jarang sekali sakit seolah tau bahwa dirinya pun harus kuat untuk sang ibu. Sekali lagi Rebecca harus bersyukur karena Tuhan memberikannya anak yang dapat mengerti keadaan di usianya yang masih tak mengerti apa-apa.
Rebecca selesai membuat makanan untuk Olyn, sekarang waktunya untuk mengisi perut anaknya itu yang sudah protes lewat tangisannya. Tak terdengar lagi tangisan Olyn, ia bergegas menuju ruang keluarga dimana Olyn dan Calvin berada sembari membawa semangkuk bubur dan minum. Lagi, pemandangan sederhana yang mungkin menurut orang hal biasa tetapi mampu membuat Rebecca tertegun. Calvin sedang menggendong Olyn di taman belakang, mengajak anaknya itu bermain di dekat kolam ikan. Kali ini Calvin bersuara walau tak seekpresif ayah muda lainnya yang sangat bergembira karena baru merasakan menjadi seorang ayah. Pria itu hanya berkata 'mau pegang ikannya?' Sembari berjongkok dan memasukkan tangannya dan tangan Olyn ke dalam air berusaha untuk menyentuh ikan-ikan yang terdapat dalam kolam. Reaksi yang Olyn tunjukkan sungguh membuat siapapun gemas, anak itu tertawa saat sensasi dinginnya air menyentuh kulitnya. Kali ini tawa Olyn dibarengi dengan celotehan khasnya saat tangannya berhasil menyentuh licinnya kulit ikan.
Rebecca terseyum akan hal tersebut. Lengkap sudah. Terimakasih Tuhan.
Rebecca berjalan kearah mereka, lalu memecah canda tawanya, bukan lebih tepatnya mengintrupsi tawa sang anak. Ia tak bisa melihat bagaimana ekspresi pria itu karena posisinya yang membelakangi Rebecca.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceItu sebutanku untuk diriku sendiri "eccedentesiast" dimana seseorang menyembunyikan kesakitannya dibalik senyuman. -Rebecca Tanur Deacon- Dulu ia adalah orang yang jahat, hatinya dipenuhi dendam yang tak berkesudahan. Tapi seiring berjalannya waktu...