"Ayolah Re. Masa cuma akad nikah aja. Aku pengen kita ngadain resepsi." Calvin terus mengekori Rebecca yang tengah menyiapkan makan malam.
Setelah mereka sepakat untuk menikah, lebih tepatnya Rebecca yang mau menerimanya kembali. Calvin langsung bergerak cepat menyiapkan segala berkas-berkas untuk mereka menikah. Ia takut wanita itu akan berubah pikiran jika terlalu lama.
Sudah seminggu lamanya Calvin membujuk ataupun mengubah keinginan Rebecca yang hanya ingin melakukan akad nikah saja. Tentu ia menolaknya keras, cukup dulu ia menikahi wanita itu dengan tidak layak. Tidak untuk sekarang. Ia ingin menikahi Rebecca secara pantas. Memberikan pernikahan terbaik untuk wanita yang dicintainya.
"Kamu bisa nggak sih diam! Duduk sana!" Titah Rebecca galak. Kepalanya pusing melihat pria itu mengekorinya kemana-mana.
Calvin menghiraukan ucapan Rebecca. Ia malah memeluk tubuh wanita itu dari belakang. Meletakan kepalanya di bahu. "Aku ingin menikahimu dengan pantas Re. Cukup dulu aku menikahimu seadanya. Aku harus memberikan pernikahan terbaik untukmu sebagai bentuk perhomatan pada orang tuamu karena telah memberikan putri berharganya padaku."
Rebecca membalikan tubuhnya membuat mereka berhadapan dengan tangan Calvin melingkar di pinggangnya. "Kamu makin kesini makin berani aja ya."
Calvin nyengir lebar mengerti maksud dari perkataan wanita dihadapannya. "Selama enam tahun aku nahan diri buat nggak meluk kamu, cium kamu." Cavin mengecup bibir Rebecca secepat kilat, takut wanita itu marah. Karena ia tahu Rebecca sekarang sudah jauh berbeda dengan Rebeccanya yang dulu. Wanita itu semakin lebih baik, bahkan untuk urusan ibadah Rebecca melakukannya dengan taat. Hal itu pula lah yang membuat cintanya semakin besar. Karena secara tidak sadar Calvin pun terbawa untuk semakin memperbaiki hidupnya.
Rebecca mendorong tubuh Calvin agar menjauh. Tapi dengan keras kepala Calvin berdiri kokoh diposisinya. Enggan untuk melepaskan pelukannya. Bertahun-tahun ia memimpikan hal tersebut. Jadi jangan harap jika dengan mudah menurut.
"Re kita resepsi ya? Mau ya?" Calvin masih setia membujuk wanita itu.
"Umurku udah 36 tahun, janda anak satu pula. Nggak pantes banget nikah rame-rame."
"Pesta pernikahan itu nggak penting yang penting itu bagaimana kita menjalani pernikahan kita nantinya. Dari pada uangnya dipakai resepsi lebih baik kita tabung untuk biaya pendidikan anak-anak kita nanti." Lanjut Rebecca.
"Untuk biaya pendidikan anak-anak kamu nggak usah khawatir. Aku sudah punya tabungan untuk mereka sampe mereka kuliah nanti bahkan jika mereka ingin sekolah ke luar negeri tabunganku lebih dari sanggup. Aku hanya ingin kamu merasakan seperti wanita lain. Gaun bagus, resepsi mewah. Aku mau mewujudkannya untuk kamu. Kamu terlalu berharga untuk ku nikahi ala kadarnya Re."
Rebecca menghela nafasnya, "Kita adakan resepsi secara sederhana saja bagaimana? Seperti pesta kebun gitu hanya orang-orang terdekat saja yang diundang. Aku nggak suka harus berdiri lama menyalami orang-orang yang aku sendiri nggak kenal."
"Aku punya vila di puncak. Halamannya sangat luas kita bisa adakan resepsi disana." Tangan Calvin berada di wajah Rebecca, sesekali menyelipkan rambut wanita itu yang keluar dari ikatan.
"Kenapa nggak disini aja atau rumah kamu. Halamannya juga luas kok." Calvin tahu jika rumah nya atau rumah keluarga Kanna memiliki halaman yang lumayan luas di tambah dengan adanya kolam renang akan sangat mungkin untuk mengadakan resepsi sederhana. Tapi ia tidak mau, di dalam otaknya sudah tersusun rencana bahwa ia akan mengundang seluruh rekan sesama dokter dan kolega bisnisnya. Ia akan dengan bangga mengenalkan istri tercintanya pada dunia. Masalah wanita itu akan marah nantinya kita urus saja nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceItu sebutanku untuk diriku sendiri "eccedentesiast" dimana seseorang menyembunyikan kesakitannya dibalik senyuman. -Rebecca Tanur Deacon- Dulu ia adalah orang yang jahat, hatinya dipenuhi dendam yang tak berkesudahan. Tapi seiring berjalannya waktu...