24 - Akhir Cerita Cinta

4K 388 15
                                    

"Mau kemana?" Tanya Calvin ketika masuk ke dalam ruang perawatan Rebecca, habis membeli sarapan untuk mereka berdua. Ia tahu Rebecca sangat tidak menyukai makanan rumah sakit.

Calvin mendekat saat melihat Rebecca kesulitan untuk bangun. Tentu saja wanita itu masih sangat lemas, terlebih sejak semalam dirawat belum ada makanan yang masuk ke perutnya. "Mau kemana?" Calvin kembali bertanya karena tak kunjung mendapat balasan.

"Kamar mandi."

Calvin langsung melepas botol infusan dari tiang lalu menaruhnya dipangkuan Rebecca. "Aku bisa sendiri." Cegah Rebecca saat Calvin akan mengangkat tubuhnya ke kamar mandi.

"Jangan keras kepala Re!" Ucapnya tak mau dibantah.

"Keluarlah. Aku bisa sendiri," titah Rebecca setelah Calvin mendudukannya di closet kamar mandi. Terganggu karena pria itu tak kunjung pergi.

"Aku bantu." Rebecca langsung menangkis tangan Calvin yang tanpa rasa canggung hendak membuka celananya.

Gila! Desis Rebecca dalam hati.

"Aku bisa sendiri!" Rebecca menatap tajam Calvin yang menurutnya sangat tidak sopan.

"Nggak usah malu aku sudah sering melihatnya bahkan hapal diluar kepala bagaimana tubuhmu. Aku hanya ingin membantu." Calvin kembali memegang karet celana Rebecca. Niatnya memang hanya ingin membantu, tidak lebih.

"Keluar!" Desis Rebecca tajam. Mau tidak mau Calvin menurut lalu menutup pintu kamar mandi. "Bilang Re jika sudah. Aku di depan pintu."

"Bisa kita bicara," ujar Rebecca saat Calvin telah menurunkannya  kembali di ranjang. Ia tahu dirinya dan Calvin tidak bisa terus seperti ini. Ia harus lebih tegas terhadap pria itu dan dirinya sendiri.

"Bicaralah aku akan mendengarkan." Calvin sibuk menyusun letak bantal dibelakang tubuh Rebecca. "Berbaringlah." Pria itu dengan lembut mendorong tubuh Rebecca tapi langsung ditepis membuatnya mengangkat alis tak suka dengan penolakan yang diterimanya.

"Kamu masih harus banyak istirahat Re."

"Kita perlu bicara serius Calvin. Duduklah." Perintah Rebecca tak peduli dengan tatapan tajam yang mengarah padanya.

"Soal apa?" Calvin menarik kursi lalu duduk dekat ranjang. Mereka berhadapan.

"Aku tidak ingin kembali bersamamu. Tolong hargai keputusanku." Calvin diam, wajahnya menegang mendengar perkataan Rebecca yang to the point menyatakan penolakannya dengan tegas. Walaupun sudah sering kali ia mendengarnya tapi hatinya tak kunjung terbiasa.

"Aku tak ada niatan sedikitpun untuk kembali bersamamu. Percayalah aku sudah memaafkanmu, tapi maaf kenangan buruk perlakuanmu kepadaku dulu tidak bisa aku lupakan."

Calvin menyugar rambutnya frustasi, "Aku minta maaf dengan seluruh hidupku atas perbuatanku padamu dulu Re. Tidak bisakah kamu memberiku satu kesempatan lagi walau itu untuk Olyn-anak kita? Aku sangat tidak berhak jika memintamu untuk melupakan kenangan buruk kita, tapi aku berjanji akan menciptakan kenangan-kenangan indah kita di masa depan. Aku berjanji akan membuatmu dan Olyn bahagia Re."

"Aku ingin bahagia dan kamu tidak ada dalam bagian masa depanku. Untuk Olyn, kita tetap menjadi orangtuanya tanpa harus bersama. Aku mencintai diriku sendiri dan tak ingin kembali terluka. Tolong hargai keputusanku." Rebecca menatap lurus dinding di belakang Calvin, ia tak mau melihat wajah pria itu yang mengiba. Bukannya rasa itu masih ada, tapi ia hanya tidak ingin mengambil keputusan hanya karena rasa iba, karena sudah sangat jelas jika hatinya bukan untuk pria itu lagi. Hatinya benar-benar mati rasa terhadap pria yang kini tengah duduk dihadapannya.

"Apakah Kamu sedang membalas perbuatanku padamu dulu? Kamu sedang menguji keseriusanku kan Re?" Mata Calvin memerah menahan tangis. Ia sekuat tenaga manahan lelehan air matanya.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang