21 - Tak ada kesempatan lagi

4.6K 471 19
                                    

"Hari ini Olyn mau main kemana?" Tanya Calvin pada batita cantik berumur dua tahun yang bergelayut manja di lehernya.

"Olyn mau lihat harimau Pa," jawabnya ceria sembari menggerak-gerakan badannya membuat sang ayah sedikit kewalahan karena tubuh gembil sang anak yang berat.

Calvin tertawa melihat aksi putri cantiknya itu yang selalu ceria. "Baiklah papa akan menuruti semua keinginan Tuan Putri hari ini," canda Calvin sembari menciumi pipi tembam sang anak. Membuat Olyn terkikik kegelian karena sesekali Calvin mencium lama pipi sang putri tanpa melepaskannya.

"Papa! Pipi Olyn basah!" Ujar Olyn merajuk tak ayal tetap tersenyum karena kejahilan sang ayah. Walaupun umur Olyn baru dua tahun, tapi anaknya itu sudah pintar berbicara walau masih sering belepotan.

"Baiklah ayo kita pergi Tuan Putri." Calvin berdiri sembari menggendong Olyn yang tak ingin di lepas. Ia sedikit kesusahan membetulkan letak tas gendong di pundaknya yang berisi keperluan sang anak.

"Olyn turun dong sayang. Papanya kesusahan tuh. Olyn kan bisa jalan sendiri," Ujar seorang wanita yang tengah hamil besar. Kontras dengan tubuhnya yang mungil membuat siapa saja ngeri melihatnya.

Olyn cemberut walau tak ayal menuruti perkataan sang tante. "Aku kan kangen Papa, Tante Ann."

"Tapi kan Papanya Olyn kesusahan, Olyn nggak kasian sama Papa?" Kanna menghampiri Olyn lalu mengelus rambut sang keponakan, sungguh ia sangat menyayangi keponakan yang banyak tingkahnya itu.

"Hai Ann, sudah berapa bulan?" Sapa Calvin sembari menunjuk perut Kanna yang siap meledak kapan saja.

"Enam bulan."

"Kembar?" Kanna mengangguk sembari mengangkat tangannya menunjukkan angka tiga.

"Waww." Hanya itu yang keluar dari mulut Calvin, pantas saja kehamilan wanita itu terlihat lebih besar dari kehamilan pada umumnya.

"Hebat kan gue?" Gabung seseorang tanpa diundang. Pria itu lebih tepatnya Rolando-suami Kanna memeluk sang istri dari belakang yang hanya setinggi dadanya.

"Woii dilarang beradegan mesum didepan anak gue!" Seru Calvin sembari menutup mata sang anak.

"Apaan sih lebay," ledek Rolando.

"Ayo Pa kita berangkat sekarang." Olyn melepaskan tangan Papanya yang masih menutupi matanya lalu menggandengnya mengajak segera pergi.

"Salim dulu sama Om dan Tante." Olyn menuruti perkataan sang ayah untuk berpamitan pada Tante dan Om nya.

"Tante, Olyn pergi dulu ya." Olyn salim pada tantenya yang dibalas usapan lembut pada rambut sang keponakan. "Adek bayi kaka Olyn pergi dulu ya liat harimau." Ketiga orang dewasa itu tertawa melihat tingkah Olyn yang sedang mengusap perut besar tantenya.

Kini giliran berpamitan pada Om nya, Rolando berjongkok lalu tanpa diminta Olyn mencium pipi sang Om. Rolando membelai kepala gadis kecil itu sembari tersenyum. "Hati-hati ya sayang. Jangan lepaskan tangan
Papamu!" Olyn mengangguk mendapat wejangan dari Om nya.

"Rere nggak ikut lagi?" Tanya Kanna sepelan mungkin agar tak didengar Olyn. Calvin hanya menggeleng sembari tersenyum getir. Kanna menepuk lengan Calvin memberi dukungan untuk teman barunya. Kanna yang awalnya membenci Calvin lambat laun membuka hati dan mulai menerima kehadiran pria itu. Ia tak lagi jutek atau berkata tajam jika satu ruangan dengannya, setelah melihat perjuangan dan kesungguhan pria itu untuk Olyn dan Rere. Tapi sayang Rere masih belum bisa menerima kesungguhan Calvin.

"Kita berangkat ya." Calvin berpamitan sembari menuntun Olyn menuju mobil bersiap berangkat ke kebun binatang.

Sudah satu tahun lebih lamanya semenjak kejadian di ruang kerjanya itu Rebecca tetap tak berubah malah semakin menjaga jarak dari Calvin. Setiap hari jika sempat Calvin selalu mampir untuk bertemu Olyn walau terkadang hanya dengkuran halus sang putri yang menyapanya tapi tak apa yang penting ia bisa melihat wajah putrinya. Setiap weekend sebisa mungkin Calvin mengajak Olyn pergi keluar entah itu ke tempat yang diinginkan sang anak ataupun hanya menemaninya berenang. Setiap kali Calvin datang, Rebecca selalu menyibukkan dirinya dengan hal lain. Rebecca hanya menjawab seperlunya jika ditanya dan selebihnya menganggapnya tak ada walaupun mereka satu ruangan. Jika pun harus berbicara itu pun yang berkaitan dengan Olyn. Setiap kali Calvin mengajak mereka berdua keluar selalu ada saja alasan yang wanita itu berikan dan berakhir hanya dirinya dan Olyn yang pergi terkadang pengasuhnya juga ikut jika benar-benar dibutuhkan. Calvin tak tahu lagi bagaimana membujuk Rebecca. Ia tahu betul perbuatannya sulit dimaafkan tapi bisakah untuk kebahagian sang anak wanita itu menurunkan sedikit egonya. Beberapa kali Olyn bertanya mengapa Mamanya tak pernah ikut saat mereka pergi keluar. Calvin tentu saja berbohong, tak mungkin ia mengatakan bahwa Mamanya membenci Papanya. Ia menjelaskan bahwa Sang Mama sedang bekerja jadi tidak bisa ikut dan untungnya untuk batita umur dua tahun penjelasn tersebut cukup, tidak tahu jika Olyn sudah berumur lima tahun penjelasan apa yang harus ia berikan. Karena untuk batita umur dua tahun, menurutnya Olyn sudah sangat pintar.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang