Hah!
Dengan berat hati, Rebecca melangkahkan kakinya masuk lebih jauh ke dalam sebuah rumah bernuansa putih yang mulai saat ini dan kedepannya akan menjadi tempat tinggalnya.
Saat tiba di ruang keluarga, dirinya langsung 'disambut' oleh sebuah figura besar bergambar sepasang suami istri yang tengah saling menatap dengan latar pelaminan mewah.
"Selamat datang, Rebecca" ujar seorang wanita yang seumuran dengan dirinya. Senyuman yang terpatri di wajah wanita tersebut tak lantas membuat Rebecca balik membalas. Bahkan, dengan lancangnya ia membuang muka.
Yep! Dia memang wanita jahat!
Dalila-sang tuan rumah tak merasa terganggu dengan sikap 'tamunya' yang jelas-jelas kurang ajar. Bahkan dengan ramah ia menawari tamunya itu secangkir teh. Aneh bukan.
"Kau ingin ku dibuatkan air teh?"
"Tidak perlu. Katakan saja dimana kamarku!" Jawab Rebecca datar.
Sebelum Dalila menjawab, suara seorang pria mengintrupsinya.
"Tak perlu beramah-tamah dengannya sayang! Toh dia juga tak akan suka dengan kebaikan kita!"
Rebecca hanya diam, tak perlu membalikkan tubuh untuk tahu suara siapa itu, karena suara itu dengan jelas sudah terpatri di pendengarannya.
Pria brengsek!!
"Biar bi Sur saja yang mengantarnya! Kau istirahatlah, aku tak mau kau kelelahan"
Cih!
Dengan hati kebal Rebecca menyaksikan kemesraan pasangan dihadapannya, dimana mereka tengah saling merangkul dengan tangan si suami yang mengelus perut Dalila.
"Bisa kalian panggilkan orang yang akan mengantarku! kakiku mulai pegal!" Nada suara Rebecca biasa saja seolah ia tak menyaksikan apapun barusan. Karena sekarang hatiku mulai mati rasa!
"Bi Sur" Panggil Calvin tanpa mau susah melepaskan rangkulannya pada sang istri.
"Tolong antarkan dia ke pavilion belakang!" Lanjutnya saat seorang wanita paruh baya datang menghampiri mereka.
"Ayo neng bibi antar" Ucapnya tak kalah ramah dengan si pemilik rumah satunya.
Rebecca hanya membalas dengan anggukan, berbalik pergi sambil menyeret koper di kedua tangannya.
"Biar bibi saja yang bawa kopernya, neng!"
"Tolong antarkan saja dimana kamar saya"
Bi Sur hanya mengangguk mendapat penolakan dari tamu majikannya itu, lalu berjalan di depan Rebecca sebagai petunjuk arah.
"Ini kamarnya neng"
Rebecca langsung masuk saat bi Sur membukakan pintu.
"Bibi bantu bereskan barang-barangnya neng"
"Tidak usah, terima kasih. Saya bereskan sendiri saja" Tolak Rebecca dengan suara yang lebih halus.
"Baiklah. Jika perlu sesuatu panggil saja bibi, neng!" Ujarnya dengan senyuman yang tak pernah luntur dari wajah yang sudah dipenuhi oleh keriput. Rebecca mengangguk sebagai balasan.
Rebecca menutup pintu setelah Bi Sur pergi. Ia berjalan menuju tempat tidur, membuka sandal lalu membaringkan tubuhnya yang terasa begitu lelah berniat untuk tidur tak peduli dengan dirinya yang belum membersihkan diri atau barang-barang nya yang berantakan minta dibereskan.
"Kamu gila, Re!" ujar Kanna marah.
"Ini jalan terbaik yang bisa ku pilih" Jawab Rebecca mencoba tenang menghadapi amarah dari wanita yang sudah ia anggap sebagai saudaranya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceItu sebutanku untuk diriku sendiri "eccedentesiast" dimana seseorang menyembunyikan kesakitannya dibalik senyuman. -Rebecca Tanur Deacon- Dulu ia adalah orang yang jahat, hatinya dipenuhi dendam yang tak berkesudahan. Tapi seiring berjalannya waktu...