12- Akhir Dari Semuanya

7K 640 31
                                    

"Astagfirullah sakit banget Ma!"

"Sabar ya sayang," Ujar mama Dewi seraya mengusap punggung Rebecca mencoba meredakan rasa sakit yang sedang dirasakan oleh teman anaknya itu yang sudah ia anggap sebagai anaknya sendiri.

Akh. Desis Rebecca saat rasa sakit dan mulas di perutnya semakin menjadi, bahkan saat ini seluruh tubuhnya pun ikut sakit, kantung kemih dan ususnya seperti ada yang menekan. Sakit sekali rasanya.

Rebecca mencengkram dengan kuat pinggiran ranjang rumah sakit yang terbuat dari tralis besi, mencoba mencari pegangan untuk menyalurkan rasa sakitnya. Bulir air mata mulai turun satu persatu dari pelupuk matanya membuat bantal yang menjadi penyangga kepalanya basah.

Isshh...issshh...isssh...

Rintihan demi rintihan akhirnya keluar juga dari mulut Rebecca yang sejak kemarin pagi ditahannya, mencoba kuat atas rasa sakitnya. Tapi, itu semua hanya bertahan sampai beberapa menit yang lalu saat Rebecca masih mampu menahan mulas dan nyeri di area perut dan pinggangnya.

Rebecca memejamkan mata, tangannya semakin erat mencengkram pinggiran ranjang dengan bulir-bulir keringat yang bercucuran disekitar dahi.

Jika kamu belum ingin melihat indahnya dunia dan masih nyaman atas kehangatan di dalam sana. Tolong jangan nakal sayang, mama mohon... Batinnya meminta kekuatan pada sang anak.

Rebecca sudah berada di rumah sakit selama dua hari, ayah dan ibu Kanna yang membawanya tengah malam karena saat itu rasa mulas sudah mulai menyerangnya walau intensitasnya masih lamban. Yup. ia  melakukan hal yang sama seperti pria dan wanita itu lakukan, meninggalkan rumah. Sekuat apapun dirinya, ia tetap seorang wanita biasa yang tak akan bisa hidup beriringan dengan kenangan-kenangan menyakitkan yang telah terjadi di rumah itu. Kenangan-kenangan yang selalu ia coba hapus satu-persatu dari hati dan otaknya.

Ia kembali ke rumah orangtua Kanna, karena tak ada lagi tempat yang bisa ia tuju selain dari rumah mereka. Segalanya tersedia disana, bukan hanya fasilitas tapi lebih kepada kebutuhan batinnya, kasih sayang, perhatian dan cinta yang mereka berikan untuk Rebecca secara cuma-cuma. Saat ia masuk ke rumah mereka dengan kedua tangan menyeret koper besar, mama dewi langsung menghampirinya, yang pertama beliau lakukan adalah bukan merongrongnya dengan berbagai pertanyaan, tetapi beliau memeluknya dengan pelukan hangat sembari mengusap punggung Rebecca, seolah ia tahu semua yang terjadi pada Rebecca tanpa ia bicara pun. 'Terima kasih telah pulang Re'  perkataan tersebut mampu meruntuhkan pertahanannya, dan seketika itu juga tangisnya pecah , Rebecca menenggelamkan kepalanya di pundak mama dewi seraya menangis tergugu. Lama ia menangis, mencurahkan semua isi hatinya yang tak sanggup terangkai dalam untaian kata. Tak ada yang menintrupsi, bahkan Kinara pun-adik terkecil Kanna yang biasanya bawel, diam tak bersuara. Dalam tangisnya, Rebecca mengucap syukur karena Tuhan masih menyayanginya dengan memberikan ia sebuah keluarga, walau bukan keluarga kandung tetapi rasa sayang mereka melebihi keluarga ia sendiri. 

Satu orang pergi dari hidupku, dan Tuhan menggantinya dengan satu keluarga lengkap dengan kasih sayangnya.... 

Selama dua hari di rumah sakit, Rebecca benar-benar tersiksa, katakanlah seperti itu. Karena pembukaannya tak kunjung mengalami peningkatan, stagnan di pembukaan 3.  Selama itu, ia mencoba baik-baik saja, menekan semua rasa sakit yang ia rasa karena tak ingin tambah merepotkan mama Dewi dan ayah dengan rengekannya. Tak pernah ia ditinggal sendirian, selalu ada yang menemani, entah itu mama Dewi, ayah ataupun Kandara. Sungguh Rebecca benar-benar bersyukur telah menjadi bagian dari keluarga tersebut, membuatnya tak sendirian menghadapi kenyataan pahit yang datang bertubi-tubi.

"Mama panggilin dokternya ya? suruh ngecek udah pembukaan berapa"

Rebecca hanya menganguk sebagai jawaban. Dirinya bisa merasakan usapan tangan Mama Dewi di kepalanya sebelum beliau meninggalkan ruang perawatan.

EccedentesiastTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang