Hoek...Hoek...Hoek.
Suara muntahan seorang wanita yang cukup keras membuat Calvin yang tengah tertidur pulas karena baru tidur sekitar dua jam yang lalu terbangun, dengan sedikit sempoyongan dan mata terpejam berjalan ke kamar mandi.
Pria itu memegangi rambut istrinya yang berjatuhan disekitar pipi lalu memijat tengkuknya dengan lembut.
"Sana balik ke tempat tidur kamu baru tidur dua jam."
Bagaimana mungkin Calvin tega meninggalkan istrinya dan melanjutkan tidur saat pemandangan dihadapannya membuat hatinya ngilu. Rambut acak-acakan, lingkaran hitam disekitar mata, dan terduduk lemas di depan closet. Bahkan kini mata itu sudah mulai menetaskan air mata tat kala perutnya bergejolak minta dikeluarkan tapi tak ada yang keluar.
"Ssstts." Calvin berjongkok lalu merengkuh tubuh istrinya yang mulai ringkih karena sejak diketahui hamil sampe sekarang usia kandungannya tiga bulan semua makanan yang masuk akan dimuntahkan kembali.
Ia semakin mengeratkan pelukannya saat Rebecca menangis terisak. "Ayo kembali ke kamar." Setiap pagi selalu seperti ini muntah-muntah lalu diakhiri dengan isak tangis. Calvin sangat tak tega tapi juga tak bisa berbuat apa-apa. Hanya suport dan selalu ada di samping istrinya yang bisa ia lakukan.
"Mau kumur-kumur." Ujar Rebecca disela isak tangis. Dengan lembut Calvin membantunya berdiri lalu mengisi gelas dengan air keran untuk membersihkan mulut. Ia beranjak sebentar untuk mengambil handuk kecil, membasahinya lalu me-lap wajah sang istri agar lebih segar.
Calvin menatap wajah istrinya yang terkulai lemas dalam gendongannya. "Maaf ganggu tidur kamu lagi."
"Kamu ngomong apa sih?! Aku suami kamu dan kamu tanggung jawabku. Sudah sepatutnya kita berbagi suka dan duka. Kamu begini juga karena aku. Jadi jangan pernah berfikir bahwa kamu menyusahkan aku." Ucapan tajam Calvin kembali membuat Rebecca menangis.
"Aku cuma nggak enak aja, kamu cape pulang dari luar kota tengah malam terus baru tidur bentar harus ngurusin aku." Calvin mendudukan Rebecca di atas tempat tidur lalu memberikan segelas air putih untuk melegakan tenggorokan istrinya.
Calvin menggenggam kedua tangan Rebecca, "Kamu juga gitu ke aku. Waktu anak-anak sakit terus kamu begadang tapi kamu tetap menyiapkan keperluan aku pagi-paginya, kamu nggak ngeluh. Waktu kamu yang harus bangun pagi buta cuma buat nyiapin keperluan aku ke luar kota dan paginya ngurus restaurant. Apa kamu ngeluh Re? Nggak pernah kan karena kamu ngerasa itu tanggung jawab kamu sebagai istri. Begitupun denganku sekarang ini, aku ikhlas kamu susahin. Sudah sepantasnya kamu bergantung padaku Re, aku suami kamu. Kamu tanggung jawabku sepenuhnya." Suara Calvin kali ini lebih lembut, tangannya menghapus sisa air mata istrinya.
"Aku capek muntah-muntah terus. Aku pengen makan enak, pengen tidur nyenyak sampe siang, pengen jalan-jalan keluar rumah. Aku bosen apalagi kamu belakangan sering banget keluar kota." Ini pertama kalinya Rebecca mengeluh. Kembali menangis bahkan sampai tersedu-sedu mengeluarkan unek-uneknya.
Dikehamilan dalam usia rentan dengan bayi kembar banyak sekali pantangan yang harus dipatuhi. Terlebih sepanjang hari selalu mual dan memuntahkan apa yang ia makan. Membuat tubuhnya lemas, beberapa kali harus infus dan suntik vitamin karena kekurangan cairan. Hal tersebut membuat Rebecca selalu berada di rumah karena tak sanggup jika harus keluar rumah apalagi sendirian.
Di rumah mereka kini terdapat satu orang tambahan ART, satu orang pengurus kebun dan kolam renang, satu satpam, satu supir dan dua baby sitter untuk mengurusi keperluan Axelle dan Olyn. Itu semua Calvin lakukan semata-mata untuk membuatnya tenang saat meninggalkan istrinya bekerja ataupun keluar kota. Tetapi faktanya Calvinlah yang Rebecca butuhkan seutuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eccedentesiast
RomanceItu sebutanku untuk diriku sendiri "eccedentesiast" dimana seseorang menyembunyikan kesakitannya dibalik senyuman. -Rebecca Tanur Deacon- Dulu ia adalah orang yang jahat, hatinya dipenuhi dendam yang tak berkesudahan. Tapi seiring berjalannya waktu...