4. LIGHTNING

232 23 10
                                    

Ara langsung membersihkan tubuhnya saat Caramelia kembali dengan membawa sebuah seragam cadangan dari ruang BK. Ia tidak tahu harus bagaimana lagi setelah semua kejadian membingungkan ini terjadi.

Pikirannya tidak bisa menerawang atau menebak apa isi pikirin cowok yang dengan sengaja menumpahkan jus jambu di atas kepalanya.

Di bawah derasnya air shower, Ara berusaha menerka apa yang sudah ia lakukan selama ini. Namun, ia tetap tidak pernah membuat kerusahan dengan Gavyn. Bahkan berpapasan dengannya pun Ara tidak pernah. Tetapi kenapa Gavyn seolah sangat membencinya? Apa menolong Laras adalah kesalahan besar yang Ara perbuat?

Ara menggeleng kuat, pikirannya terlalu membingungkan. Cepat-cepat ia mengeringkan badannya menggunakan seragamnya yang kotor tadi dan menggantinya dengan seragam yang baru.

***

Ara masuk ke dalam kelas dengan ditemani tatapan aneh dari teman-teman sekelasnya. Semuanya sedang berbisik saat Ara mendekat ke arah bangkunya. Dia tidak mengerti, apa yang salah dengannya?

Matanya langsung membulat penuh, kala melihat mejanya yang penuh dengan tepung dan air. Tasnya pun basah, buku-buku pelajarannya berserakan di belakang kelas. Astaga apa lagi ini?

Ara melempar pandangan ke seluruh penghuni kelas, berusaha mencari jawaban atas semua kerusakan ini. Namun, tidak ada satu pun yang bersuara. Mereka semua diam seolah tidak mengerti apa-apa.

"Aku salah apa sama kalian?" tanya Ara dengan suara serak, pertahanannya hampir runtuh lagi.

Tidak ada jawaban. Semua hanya diam seperti patung. Ara tidak pernah di perlakukan seperti ini, bahkan teman-teman satu kelasnya pun sering sekali menolongnya saat ia sedang merasa kesusahan. Tapi apa sekarang? Semua hanya mengabaikan rasa sakit yang Ara rasakan sekarang.

Dengan air mata yang mengucur membasahi pipinya, Ara memungut buku-buku pelajarannya dan mengambil tasnya yang sudah basah kuyup.

"Sini, gue bantuin," Orion, selaku ketua kelas sebelas IPS satu langsung ikut membantu Ara memunguti buku-bukunya. "hari ini lo pulang aja ya, gue cariin ijin kepulangan lo. Nggak mungkin lo bisa ngelanjutin pelajaran kalo kayak gini,"

"Ma-makasih, hiks ... hiks ..."

Suara lemah itu, entah kenapa membuat sudut hati Orion terasa nyeri. Tangisan gadis di hadapannya ini, seolah seperti pedang yang menancap pada relung hatinya. Sakit sekali.

Lantas, setelah semua sudah berhasil Ara pungut, Orion membantu Ara untuk berdiri. "Lo naik apa pulangnya?" tanya Orion.

"D-di jemput," jawabnya masih terisak.

"Yaudah gue anterin kalo gitu," lalu dengan hati-hati Orion menuntun Ara keluar kelas. Bisikan-bisikan itu langsung terdengar lagi, namun Orion tetap acuh dan mengantar Ara pulang ke rumah.

Ara tidak bisa berkata apa-apa lagi selain mengikuti langkah Orion yang menbawanya menuruni tangga. Dengan sabar, Orion tetap memegang tangan bahu Ara, berusaha menguatkan gadis itu.

"Ara? Lo mau kemana?" tak sengaja mereka berpas-pasan dengan Caramelia. Mata elang gadis itu menelusuri mata Ara yang sembab. "dan ini, lo kenapa?"

"Udahlah mending lo liat sendiri di kelas, gue mau nganterin, Ara, balik dulu." Jawab Orion mewakili Ara yang masih terisak dalam tangisannya.

Caramelia berdecak, "Yaudah, gue titip, Ara, awas jangan sampek dia lecet!"

"Najis, udah gue pergi dulu!"

Dan setelah itu, Caramelia langsung menaikki tangga dengan cepat. Dia tidak sabar untuk segera sampai di kelasnya.

Mata Caramelia langsung terbelalak kala melihat bangku di sebelahnya terlihat begitu kacau dengan tepung yang melapisi seluruh meja dan kursinya. Nafasnya naik turun, tangannya terkepal kuat rasanya emosinya ingin meledak sekarang juga.

"Siapa yang lakuin ini?!" teriak Caramelia.

Namun bukannya mendapat jawaban, Caramelia hanya bisa mendengar suara angin. Semuanya diam tidak ingin memberikan penjelasan padanya.

Tidak usah dipikir lagi, Caramelia sudah tahu pasti siapa pelakunya. Siapa lagi kalau bukan Gavyn dan seluruh anak buahnya.

Dengan kilatan amarah di balik matanya, Caramelia meninggalkan kelas dengan langkah besarnya.

Liat aja kalian, gue pasti bakalan bikin perhitungan gara-gara udah nyakitin sahabat gue!

***

"Kamu nggak mau mampir dulu?" tanya Ara saat berhasil turun dari motor besar berwarna hitam milik Orion.

"Kalo gue mampir, siapa yang bakal ngontrol kelas? Tau sendiri kan, kelas ips tuh kayak gimana?"

Ara terkekeh, "Oh iya, hehehe ... yaudah lain kali kamu harus mampir ya. Makasih juga buat bantuan sama tumpangannya,"

Tanpan Ara sadari, Orion tersenyum di balik helm fullfacenya. "Yaudah, gue balik ke sekolah dulu." kata Orion seraya menghidupkan kembali mesin motornya.

"Hati-hati di jalan," Ara melambaikan tangannya pada Orion. Sedetik kemudian Orion kembali memacu motor besarnya meninggalkan rumah Ara.

'Anjir, kenapa jantung gue kayak lagi lari marathon sih?!' batin Orion saat menyusuri jalanan ibu kota yang lumayan lenggang.

***

"Ma, Ara, dimana?" Saga datang dengan tergesa-gesa saat menghampiri Nadin yang sedang memasak di dapur.

"Bukannya salam atau apa, ini malah teriak-teriak."

Saga mengacak rambutnya dengan frustasi, "Duh, Ma, ini tuh penting banget. Dimana, Ara?"

Nadin mencebik melihat putranya yang selalu tidak sabaran itu. "Lagi di kamar, kamu jangan gangguin dia. Lagi nggak enak badan soalnya, makanya hari ini dia pulang cepet." Kata Nadin.

Tanpa bertanya lagi, Saga segera meninggalkan dapur dan buru-buru naik ke atas menuju kamar Ara.

Brak!

"Kenapa kamu nggak telfon aku kalo hari ini kamu pulang cepet?!" Saga membuka pintu kamar Ara dengan keras hingga membuat gadis itu terbangun dari tidurnya.

"Kamu apaan sih? Dateng-dateng kok marah-marah sama aku," Ara menyibak selimut yang menutupi tubuhnya dan berjalan mendekati Saga. "aku tuh tadi nggak enak badan, makanya aku pulang duluan tanpa nelfon kamu. Lagian kan, kamu nggak bisa ninggalin sekolah gitu aja."

"Tapi kan, seenggaknya kamu bisa ngabarin aku dulu. Jadi aku nggak usah nanya-nanya ke temen-temen kamu, malu tau nggak!"

Ara terkekeh melihat wajah Saga, di cubitnya pipi Saga dengan gemas. "Duh-duh, perhatian banget sih, jadi gemes deh!"

"Aw! Jangan cubit pipi aku!" pekik Saga.

Namun, bukannya berhenti mencubiti pipi Saga, justru Ara semakin menguatkan cubitannya. "Anak manis, jangan khawatir lagi ya sama aku. Ara, nggak suka liat kamu kalang kabut kebingungan kayak gitu."

Saga seketika menghentikan rintihannya, dan menangkap kedua tangan Ara di pipinya. Matanya yang tajam menelusuri wajah Ara yang terlihat sedikit berbeda dari biasanya. Mata coklat gadis itu tidak terlihat berbinar, malah terkesan bengkak saat Saga melihatnya dengan teliti.

"Kamu kenapa?"

Satu alis Ara terangkat, "Kan aku udah bilang, kalo aku lagi nggak enak badan, gimana sih? Ganteng-ganteng kok budeg!"

Saga menggeleng, "Nggak, kamu pasti boong!" ditangkupnya wajah Ara dengan kedua tangannya. "Aku tanya sekali lagi, kamu kenapa?!"

Mata tajam Saga seolah sedang menerkam mata coklat Ara. Ingin sekali gadis itu menghindar dari tatapan elang milik Saga, agar ia bisa terus berbohong tentang keadaannya yang sebenarnya. Tetapi, sayanganya Ara tidak bisa melakukan itu. Saga selalu tahu betul dimana letak kelemahannya.

"Jawab aku!" bentak Saga.

Tak ada jawaban. Yang terjadi selanjutnya adalah, Ara yang langsung menghambur ke dalam pelukan Saga dan menumpahkan tangisannya di dalam sana.

Sesulit itukah jujur kepadaku?

***

Kenapa Saga sweet banget sih😂😂 author ngiri😅 makin kesini, Saga makin sering muncul nih. Pantengin terus yakkk😍😘

Heart Want'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang