18. TEARS, MEMORY, AND YOU

147 11 0
                                    

"Selamat pagi Ma," sapa Saga ketika ia sampai lebih dulu di meja makan dengan Gavyn yang masih tertinggal di belakangnya.

"Selamat pagi, Tante," sapa Gavyn sedikit ragu-ragu saat dirinya sudah berhasil menyusul.

"Selamat pagi juga! Ayo sini cepet sarapan," ujar Nadin tak kalah semangat dari Ara. Sementara gadis itu tengah memasang senyum lebar pada Saga dan juga Gavyn yang duduk berseberangan dengannya.

"Makan yang banyak ya, ksatria-ksatriaku!"

Seperti biasa, Ara selalu punya cara tersendiri untuk membuat Saga merasa gemas terhadapnya. Entah itu lewat ucapan atau tingkahnya, semua yang ada pada Ara selalu membuat Saga tidak bisa untuk tidak menjaili Ara. Seperti kali ini, cowok bertubuh jangkung itu menarik hidung Ara sampai berwarna merah.

"Iya, tuan putri!" Kedua jari Saga menjapit hidung mancung Ara hingga membuat gadis itu memekik kesakitan.

"Mama, liat tuh, Saga!" Adu Ara. "Sakit, Ga!" Rintihnya.

"Kalian tuh selalu aja berantem, tapi kalo jauhan pada nyariin. Udah ish, nggak malu diliatin Gavyn kayak gitu?" Nadin mengalihkan pandangannya ke arah Gavyn--yang sedari tadi hanya menonton keanehan mereka--seraya mengulas senyuman manis. "Maaf ya, mereka emang suka gitu. Maklum, anak kembar,"

Gavyn tersenyum kikuk hingga membuat kedua lesung pipinya terlihat. "Eh, nggak papa kok, Tante. Makasih buat sarapannya, Tan," ujar Gavyn malu-malu.

"Makan yang banyak ya, biar makin gede!" Tanpa Gavyn sangka, Nadin mengambilkan nasi goreng untuknya meskipun semuanya belum memulai sarapan paginya. "Ayo dimakan!"

Perhatiaan Gavyn tidak lagi jatuh pada Ara dan juga Saga yang masih sibuk dengan tingkah aneh mereka. Tetapi, pada sosok Nadin yang kembali mengingatkan dirinya akan perhatian kecil Rosa dulu. Ia masih ingat betul bagaimana Rosa selalu menyiapkan sarapan pagi untuk keluarga kecilnya. Dengan penuh kasih sayang dan senyuman manis yang ia tebar, mampu membuat Gavyn selalu ingin berlama-lama jika sedang berada di rumah.

Melihat Nadin tersenyum, seperti melihat Rosa juga tengah tersenyum kepadanya. Gavyn rindu senyuman hangat itu, Gavyn rindu sosok Rosa yang penuh kasih sayang. Tak apa jika dirinya tidak bisa tumbuh dewasa, asalkan hal itu dapat membuatnya terus berada dalam rengkuhan hangat Rosa, keluarga yang masih lengkap dengan kebahagiaan bertebaran dimana-mana. Hanya hal itu yang Gavyn inginkan, bukan harta yang melimpah diselimuti kepedihan di setiap ujung kisahnya.

Hatinya kembali terasa nyeri. Ia bertanya-tanya, kenapa hidupnya kurang beruntung? Kenapa juga semua orang yang ia sayangi bisa pergi begitu saja? Apakah ini adil? Apakah ini yang terbaik untuk Gavyn? Ia tidak mengerti, mengapa hidupnya terasa sangat hampa. Tidak ada tempat untuk pulang, tidak ada tempat untuk berbagi rasa, tidak tahu kemana arah hidupnya pergi, ia merasa sedang tersesat di suatu tempat yang amat menyesakkan. Kesedihan.

"Mama," lirih Gavyn yang masih bisa didengar oleh Ara, Saga, dan juga Nadin. Semua kompak menoleh menatap wajah Gavyn yang kini berubah menjadi sendu. Bahkan karena hal ini, Saga menghentikan aksinya menjaili Ara.

Gavyn rindu Rosa.

"Vyn, kenapa? Masakan Tante nggak enak ya?" tanya Nadin, ia akui ada yang aneh dari tatapan sendunya.

Gavyn hanya menggeleng lemah, lalu tersenyum tipis pada Nadin. "Enggak kok, Tan," satu sendok penuh nasi goreng, Gavyn jejalkan pada mulutnya. "Enak banget malah!"

Nadin tersenyum lega, "Makan yang banyak kalo gitu, nambah juga nggak papa. Ayo kalian juga cepet makan, keburu dingin nanti!" titah Nadin pada anak kembarnya.

Setelah itu semua menyatap sarapan paginya dengan tenang. Saga juga sudah tidak lagi menjaili Ara, semuannya benar-benar hening dan tentram.

Tetapi di seberang sana, gadis mungil itu tengah gelisah. Hatinya bertanya-tanya tentang kesedihan yang tergambar jelas pada wajah Gavyn--yang entah mengapa, bagi Ara wajah itu semakin sendu tiap harinya--Ara ingin tahu.

Heart Want'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang