Setelah hari itu, Gavyn kembali masuk sekolah. Namun sayangnya kini ganti dirinya yang tidak bisa menemukan sosok Ara. Ia bahkan sengaja lewat kelas gadis itu, tapi sayangnya hanya tas Ara yang ia lihat bukan pemiliknya.
Wajah pilu Ara membuat Gavyn tersiksa. Dalam setiap tidurnya, wajah gadis itu selalu menghantuinya. Ia ingin bertemu, ia ingin memeluk Ara seperti dulu. Bukan seperti sekarang, saling menghindar dan memilih untuk bersembunyi.
Apa Ara balas dendam? Apa Ara juga ingin Gavyn merasakan sakitnya diabaikan?
Entahlah, pikiran itu tiba-tiba menyelinap di dalam benak Gavyn. Hal itu sangat mengganggunya. Sebelum berhasil bertemu dengan Ara, Gavyn yakin ia tidak akan bisa tidur setiap malam.
Lantas Gavyn memilih berkeliling sekolah, berharap jika ia bisa berpas-pasan dengan Ara. Sekolah ini memang luas, tapi entah mengapa sekarang sukar sekali mencari sosok itu mengingat dulu Ara sering bermunculan dimana-mana.
Kaki panjang Gavyn terus membawanya pergi. Dari kelas ke kelas, toilet, kantin, dan juga perpustakaan tempat dimana biasa Ara menghabiskan waktu istirahatnya, namun Gavyn tetap tidak bertemu dengan gadis itu.
Lo kemana sih, Ra? batin Gavyn semakin merasa gusar.
Sekarang Gavyn tau bagaimana rasa frustasi yang Ara tanggung karena kepergiannya. Ia sadar betapa menyakitkan dan melelahkannya perasaan itu. Seperti mencari harapan dan kepastian sendiri di dalam tumpukan kelabu.
Berharap akan ada cahaya yang mempu menerangi jalannya kembali. Urusan perasaan memang seperti itu, terkadang mereka bisa bersembunyi sesuka hati meraka. Tetapi sewaktu-waktu juga mereka akan muncul dengan sendirinya.
Perasaan itu memang egois, namun sayangnya ia tidak pernah bisa disalahkan.
Gavyn berhenti mencari, dengan rasa putus asa tangannya bergerak mengacak-acak rambutnya. Ia merasa sangat kesal, tapi di lain sisi ia tidak bisa berbuat banyak untuk Ara. Mencari di tempat sekecil ini pun Gavyn tidak bisa, lantas bagaimana jika Ara memilih untuk bersembunyi di seluruh sudut dunia?
Tidak, Gavyn yakin dia tidak akan sanggup. Bukan hanya tentang sembunyi, namun untuk kehilangan seorang Ara Gavyn tidak mampu.
Kehilangan bukan satu-satunya harapan yang tersisa. Kehilangan Ara bukanlah harapan yang ingin ia wujudkan.
"Ara," lirih Gavyn seraya menyandarkan tubuhnya pada pintu UKS yang tertutup. "Jangan hilang dari pandangan gue,"
Cowok itu berjongkok, menatap ke bawah seperti merenungkan sesuatu. Ia ingin akal sehatnya kembali dengan memutar semua kenangannya bersama Ara. Hari-hari berat yang berhasil ia lalui dengan gadis itu seolah membuat kepalanya dipukul godam besar.
Gavyn rindu tawa Ara, Gavyn rindu pelukan kecil Ara, Gavyn rindu membaca buku bersama Ara, Gavyn rindu ke makam mamanya bersama Ara, bahkan kepolosan Ara membuatnya benar-benar dilanda kerinduan yang besar. Tidak ada yang bisa ia jabarkan jika itu tentang Ara, semuanya terlalu spesial baginya.
"Ra, kapan bangun? Lama banget sih tidurnya?"
Entah telinga Gavyn yang bermasalah, atau ia memang salah dengar saja. Namun yang pasti ia mendengar seseorang memanggil nama Ara. Penasaran, Gavyn membuka sedikit pintu UKS dan mendapati seorang cowok tengah duduk di samping bangkar UKS dengan satu tangannya menggenggam tangan seseorang yang terlelap di atas bangkar itu.
"Udah tau demam tapi tetep masuk aja. Ara, bangun dong!"
Gavyn mendengar kembali nama Ara disebut. Kali ini ia yakin tidak salah dengar, itu pasti Ara. Lantas Gavyn buru-buru bangun dan langsung masuk ke dalam UKS mendekati bangkar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Want's
Teen Fiction"Siapa sih lo sebenernya?! Kenapa lo selalu lancang masuk ke dalam pikiran gue?!" -Gavyn Sakti Andromeda- *** [Sister Love Story book One] Cinta itu hanya hoax bagi Gavyn, si ketua geng G-force yang sangat terkenal di SMA Merpati. Semenjak kejadian...