Sayup-sayup perlahan, Ara berusaha membuka matanya. Awalnya memang terlihat sedikit kabur, tetapi lama-kelamaan semua terlihat begitu jelas. Sepasang matanya menjelajah ruangan bercat putih dengan sedikit aroma obat-obatan. Sepi, tidak ada siapa pun di sini kecuali dirinya dan ...
Seorang lelaki yang tengah menidurkan kepalanya di atas tangan Ara.
"Orion?"
Lelaki itu tidak menggubris, ia tetap terlelap sampai akhirnya Ara memutuskan untuk bangun dan melihat wajah kelelahan lelaki itu. Sejenak, Ara tersenyum tipis, baru kali ini ia melihat Orion seperhatian itu padanya. Meskipun tak sepenuhnya ia bisa melihat wajah Orion karena lelaki itu memalingkan wajahnya ke lain arah, tetapi Ara yakin cowok itu adalah Orion.
Pelan, satu tangan Ara menyentuh pipi lelaki itu. "Orion, bangun," ujarnya lirih.
"Emm ..." ia menguap, lalu mengangkat kepalanya dan menatap Ara yang kini tengah terkejut setengah mati. "Udah enakkan belum?"
"Gavyn?!" Ara memekik dengan bola matanya yang sudah membulat penuh.
Apa dia tidak salah? Apa ini benar Gavyn? Atau hanya pandangannya saja yang salah?
Ara menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Ia terkejut sekaligus bingung tentang apa yang terjadi selama ia tidur di UKS sejak jam pelajaran pertama berlangsung. Yang ia ingat Orion lah yang mengantarnya ke sini, seperti biasa lelaki itu selalu bisa memaksa Ara yang selalu menolak saran baiknya.
Namun sekarang apa? Kenapa justru Gavyn yang ia lihat saat pertama kali bangun? Lantas Orion pergi kemana?
Pertanyaan itu terus memenuhi kepala Ara sampai-sampai ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Gavyn tersenyum mengabaikan ekspresi terkejut Ara, lalu berdiri dari posisinya dan langsung memeluk tubuh Ara erat.
"Kamu kenapa bisa sakit kayak gini sih? Kamu main kemana aja?"
"Gavyn,"
"Aku kangen banget sama kamu!" Gavyn semakin mengeratkan pelukannya. Tak perduli Ara akan merasa sesak nafas atau tidak, Gavyn akan terus memeluk tubuh mungil itu.
Gavyn hanya takut, ada seseorang yang memeluk Ara lebih erat daripada dirinya.
"Gavyn," ulang Ara dengan nada yang masih lemah. "Apa ini beneran kamu?"
Yang dipanggil pun segera mengurai pelukannya, lalu balik menatap mata sendu gadis itu dalam-dalam. "Iya, ini aku, orang brengsek yang pernah ninggalin kamu. Gavyn Sakti Andromeda," aku Gavyn dengan satu tarikan nafas.
Tanpa permisi sepasang mata sendu itu menumpahkan krystal bening yang perlahan mulai mengalir membasahi kedua pipinya. Hatinya sukses mencelos saat mengetahui bahwa ini bukan mimpi.
"Maafin aku, Ra, tapi aku juga nggak bisa liat kamu sama orang lain."
"K-kamu kemana aja? Kenapa kamu nggak pernah kabarin aku lagi? A-aku nyariin kamu," lagi, Ara terisak. "Kamu sengaja ya mau ngilang dari aku? Kamu jahat!"
Ara memukul lengan Gavyn dengan lemah, "A-aku nungguin kamu, tapi kenapa baru sekarang datangnya?"
Gavyn merasa semakin tersayat. Baru kali ini ia melihat Ara menangis dalam waktu yang lama, dan parahnya semua itu karena ulahnya. Dan sekarang meskipun dirinya sudah berada di depan Ara, tetap saja ia tidak bisa menghentikan air mata itu.
"Aku juga sayang sama kamu," kata Ara yang masih terisak. Inilah perasaannya, dan ia tidak ingin lagi mengingikarinya.
Tanpa banyak bicara, Gavyn langsung membawa Ara dalam pelukannya lagi. "Aku tau, dan aku lebih sayang sama kamu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Want's
Teen Fiction"Siapa sih lo sebenernya?! Kenapa lo selalu lancang masuk ke dalam pikiran gue?!" -Gavyn Sakti Andromeda- *** [Sister Love Story book One] Cinta itu hanya hoax bagi Gavyn, si ketua geng G-force yang sangat terkenal di SMA Merpati. Semenjak kejadian...