Author
Tiga hari berlalu, dan selama itulah Ara tidak pernah menemukan sosok Gavyn lagi. Seperti ditelan bumi, Gavyn tidak terlihat dimana-mana. Bahkan Ara juga tidak menjumpai Gavyn berkumpul bersama anggota gengnya. Ia benar-benar menghilang.
Selama tiga hari itu pula Ara dibuat cemas sekaligus memupuk rasa bersalah atas apa yang ia lakukan pada Gavyn tempo hari lalu. Ia tidak pernah membayangkan akan terjadi hal seperti ini. Pikirnya Gavyn hanya akan mengacuhkannya, tetapi tidak cowok itu justru telah menghilang entah kemana dan membuat Ara semakin merasa bersalah.
Dari tempatnya, Orion mengamati gerak-gerik Ara yang terlihat sangat tidak nyaman seperti ada sesuatu yang memenuhi pikirannya sedari tadi. Ara menghela nafas panjang, seakan sudah lelah tentang suatu hal. Penasaran, Orion akhirnya menghampiri Ara dan duduk di kursi kosong depan Ara dengan posisi menghadap gadis itu.
"Sakit?" tanya Orion.
Menyadari kehadiran Orion, Ara segera menepis wajah lesunya dan merubah ekspresi itu menjadi senyuman lebar andalannya.
Menarik paksa kedua sudut bibirnya, Ara tersenyum manis ke arah Orion. "Enggak," Ara menggeleng, "cuman lagi ngelamun aja. Kenapa? Aku kelihatan aneh ya?" tanya Ara.
"Kayaknya lo lagi nggak baik-baik aja deh," iseng, Orion mendekatkan wajahnya pada wajah Ara. "Muka lo kek orang yang lagi galau," ucapnya dengan pandangan meneliti.
"Apaan sih," Ara terkekeh.
"Ehm, mau jalan-jalan nggak?"
"Jalan-jalan?"
Orion seketika berdiri dari posisinya dan langsung mengamit tangan Ara, menariknya keluar kelas. "Eh-eh, kita mau kemana?" tanya Ara yang kini semakin dibuat kebingungan karena sikap Orion yang sekarang.
Namun, cowok itu, Orion hanya tersenyum lebar seraya terus membawa Ara jauh dari kelas mereka.
Sementara itu, di tempat lain, jauh dari jaraknya dengan sekolah, Gavyn tengah menatap ke luar jendela. Menerawang pikirannya sendiri yang entah membawanya pergi kemana. Ditemani kopi hitam tanpa gula, ia terus menyesapnya tanpa menghiraukan ocehan seorang gadis yang terus menceritakan alasannya pergi dari Indonesia.
Itu adalah hal membosankan. Pura-pura menjadi pendengar yang baik, mungkin hal terakhir yang ingin Gavyn lakukan.
"Aku beneran kangen banget sama kamu," cewek itu mencubit pipi Gavyn dengan gemas, membuat Gavyn lagi-lagi tersenyum kaku.
"Aku juga,"
Bohong. Bahkan Gavyn tidak merasakan gelanyar aneh itu lagi saat bersama Selina. Aneh, saat Selina sudah berada di hadapannya semua perasaannya jadi terasa hambar. Seperti sudah memudar.
"Aku sayang kamu," kata Selina lagi. Namun, kali ini Gavyn tidak bisa membalasnya selain membiarkan Selina memeluknya dari samping.
Ada rasa yang berbeda. Terasa sangat berat sekali membalas pelukan gadis itu. Seolah ada sesuatu yang sedang mengganjal perasaannya saat ini. Bahkan untuk membalas pengakuan Selina pun, Gavyn tidak mampu. Entah mengapa lidahnya jadi tiba-tiba terasa kelu begitu saja.
Cinta yang dulu ia simpan rapat-rapat untuk gadis itu, sekarang entah hilang kemana. Bahkan saat semalam ia mencium Selina, bukan wajah Selina yang ia lihat, tetapi sosok lain. Sosok yang selama ini berhasil membuatnya benar-benar berdiri, dan menjadi dirinya sendiri.
Mungkin, apa yang ia lakukan pada Selina semalam adalah rasa pelampiasan ketika pernyataan cintanya ditolak begitu saja. Padahal Gavyn yakin, Ara juga menyukainya. Ara lah yang membuatnya bangkit seperti ini, Ara juga lah yang membuat hidupnya kembali berwarna. Bukan Selina, bukan. Bahkan kenyataan yang ada juga sudah menjelaskan semuanya. Gadis itu kembali, mengaku tentang perasaan yang masih tersisa. Menjelaskan semua alasannya yang entah mengapa terdengar sia-sia saja di telinga Gavyn.
Gavyn sempat berfikir, bahwa Selina tidak akan pernah kembali. Namun ia keliru, ia juga tidak pernah menyangka Selina akan datang di saat seperti ini dan menganggap semua keadaan masih tetap sama. Tidak, gadis itu salah tentang satu hal. Ketidakhadirannya selama ini, adalah alasan Gavyn menjadi berantakan. Dan seseorang yang berhasil merapihkan kembali perasaannya adalah Ara. Iya, Ara, bukan Selina.
Selina salah, namun Gavyn juga tidak bisa menyalahkannya. Di sisi lain ia juga salah. Saat ia menjaga hatinya untuk cinta lama, saat itu juga Gavyn membuka hatinya untuk cinta yang baru tanpa menutup kenangan lamanya. Dan di sinilah letak kesalahannya sendiri.
Mungkin karena terlalu nyaman bersama Ara, membuatnya lupa akan apa-apa yang telah disimpannya. Tentang perasaan, luka, dan juga rindu yang ia pupuk. Ia melupakan semua itu saat bersama Ara. Dan kini, saat semua sudah berada di depan matanya, hatinya kembali terombang-ambing. Ia harus memilih, namun sayangnya memilih itu tidak semudah yang Gavyn bayangkan.
Mana yang hatinya mau? Kembali pada cinta Selina, ataukah membuat perasaanya pada Ara semakin membesar? Mana yang diinginkan hatinya?
"Hey," tiba-tiba Selina mencium pipi kiri Gavyn. "Kok ngelamun sih?"
Gavyn sontak tergagap."Ah, e-enggak, siapa juga yang ngelamun,"
"Ih, nggak ngaku ya," Selina kembali mencium pipinya dan membuat bola mata Gavyn semakin melebar. Ia terkejut.
"Ini tempat umum lho, Sel. Main nyosor aja,"
"Biarin, biar semua orang tau kalo kamu punya aku,"
Punya aku? Padahal ada sosok lain yang juga berhasil memilikinya.
Gavyn hanya bisa tersenyum kikuk, seraya kembali membuang pandangannya ke arah luar. Entah mengapa, duduk bersama Selina jadi terasa membosankan seperti ini. Awkward.
"Eh, Sel, balik aja yuk. Udah bosen di sini," Gavyn buru-buru melepas pelukan Selina.
"Yaudah deh, lagian kafenya makin rame,"
Keduanya lantas beranjak keluar kafe dengan Selina yang terus bergelanyut manja di lengan Gavyn. Jujur saja, sebenarnya Gavyn merasa risih, tapi mau bagaimana lagi? Ia tidak ingin membuat Selina tahu bagaimana perasaan sesungguhnya yang kini perlahan mulai memudar.
"Eh, di sana kok rame? Ada apaan tuh?" Gadis itu reflek berlari kecil sambil menyeret Gavyn mendekati sebuah kerumunan.
Ah, musisi jalanan ternyata.
"Ngapain ke sini sih, Sel?" tanya Gavyn yang sedikit merasa risih berada di antara kerumunan itu.
"Aku mau liat, kelihatannya seru deh,"
"Nggak usahlah, pulang aja yuk lagian cuacanya lagi mendung gini,"
Gavyn menengadah ke atas, melihat gumpalan awan hitam yang perlahan mulai memenuhi langit. "Pulang aja deh, Sel, keliatannya mau hujan," kata Gavyn lagi.
"Ah, gamau! Mau liat ini, Gavyn!" Selina cemberut, namun justru menarik tangan Gavyn untuk bisa lebih maju ke barisan paling depan. "Satu lagu aja, aku beneran pengen liat,"
Gavyn menyerah, mau tidak mau, ia harus menuruti keinginan Selina. "Iyadeh, satu lagu aja ya,"
"Iya sayang," lantas Gavyn mulai menurut. Tanpa berniat menyaksikannya, cowok itu lebih memilih untuk menatap ke bawah, ke arah sepasang sepatu putihnya.
"Selamat siang semua! Hari ini penampilannya bakalan sedikit berbeda, karena ada seorang teman yang dengan senang hati ikut bergabung dengan saya," ujar musisi jalanan itu yang disambut tepuk tangan meriah dari semua orang, termasuk Selina.
Seorang gadis tiba-tiba berdiri di sebelah lelaki itu. Dengan senyum kikuk, ia meremas ujung rok sekolahnya sebagai penghilang rasa gugup. "Hai, selamat siang semua," sapa gadis itu malu-malu.
Deg!
Suara itu?!
Dan saat itu juga Gavyn mendongak dengan debaran hebat dalam hatinya.
***
Aku update yuhuuuuu😂😂😂 Maaf banget karena udah stuck di waktu yang lama😭😭
Kesibukan kelas dua belas, sungguh menyiksaku😭😭 semoga suka ya💕💕💕

KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Want's
Teen Fiction"Siapa sih lo sebenernya?! Kenapa lo selalu lancang masuk ke dalam pikiran gue?!" -Gavyn Sakti Andromeda- *** [Sister Love Story book One] Cinta itu hanya hoax bagi Gavyn, si ketua geng G-force yang sangat terkenal di SMA Merpati. Semenjak kejadian...