Sudah satu jam cowok itu berdiri di balkon kamarnya. Tangannya yang kokoh bersandar pada pagar yang membatasi balkon kamarnya. Raganya memang disini, namun pikirannya entah sudah melayang kemana.
Setelah kembali dari kamar Ara, Saga dibuat kebingungan dengan sikap gadis itu yang tetap memilih diam meskipun sudah beberapa kali ia mencoba menekannya. Tak ada jawaban, yang ada justru tangisan Ara yang semakin menjadi-jadi.
Dan ia akui, dia paling benci melihat Ara menangis.
"Argh!" Saga memekik, tangannya mengacak rambutnya penuh frustasi. "Kenapa lo harus sembunyiin sesuatu sih dari gue?!"
"Apa yang sebenernya terjadi sama lo?"
Saga berbicara pada angin malam. Ia benar-benar merasa frustasi jika mengingat isakan Ara yang membuat hatinya terasa nyeri. Bagaimana pun dia selama ini, ia tidak pernah sekali pun membuat Ara menangis. Dan jika ada seseorang yang membuat Ara menangis, Saga pastikan orang itu akan mendapatkan bogeman mentah darinya.
Apa yang harus ia lakukan agar mengetahui semua hal yang sedang Ara tutupi darinya?
Saga tahu betul, Ara tidak pandai berbohong. Satu tatapan elang akan membuat gadis itu menceritakan semua masalahnya, namun tidak untuk kali. Ara lebih memilih diam dan menangis sebagai jawaban yang membuat Saga semakin kebingungan.
Enam belas tahun mereka hidup dalam satu atap yang sama, mana mungkin Saga bisa melupakan apapun tentang Ara. Dari sifat, barang-barang kesukaannya, bahkan sampai hal yang Ara benci pun Saga tahu betul. Tapi apa kali ini? Kenapa sulit sekali menerka apa isi hati Ara yang sebenarnya?
Di malam yang cukup menggerahkan bagi Saga, cowok itu menutup matanya dan kembali membiarkan angin malam membelai tubuhnya yang hanya terlapisi kaos tipis berwarna abu-abu. Ia sedang berfikir bagaimana caranya membuat Ara membongkar seluruh perasaan yang sedang terpendam dalam hatinya.
Ia perlu tahu untuk melindungi gadis itu. Ia sangat benci sekali jika melihat Ara bersedih.
Apa gue harus pindah sekolah biar tau apa yang sedang lo sembunyiin dari gue?
***
"Pagi, Ma!" sapa riang Ara yang sedang menarik salah satu kursi untuk ikut sarapan pagi.
Nadin tersenyum hangat, "Pagi juga sayang!"
"Mama doang nih yang disapa aku enggak?" terlihat Saga yang sedang mencebik ke arahnya dengan tangan kanannya sedang memegang roti dengan selai coklat di atasnya.
Ara tersenyum kikuk, kemudian berkata, "Hehehe ... lupa. Selamat pagi, Saga!"
"Telat!" Saga mengalihkan pandangannya ke arah Nadin. "Oh iya, Ma, Saga butuh kunci mobil Saga sendiri nih. Bosen naik mobilnya, Ara, terus."
"Loh, kenapa? Mobil aku kan nggak jelek-jelek amat,"
"Hari ini aku ada urusan penting, jadi kamu berangkatnya dianter Mama." Saga melahap roti lapis itu kemudian meneguk segelas susu putih hangat yang telah Nadin buatkan untuknya. "Aku berangkat duluan, dah!"
"Kuncinya ada di kamar, Mama!"
Lantas, secepat kilat Saga kembali menaikki tangga menuju kamar Nadin dan mengambil kunci mobil sport-nya. Kali ini ia harus bertindak cepat sebelum ketinggalan semua fakta yang sedang bersembunyi di balik tubuh Ara yang mungil.
"Nasib nggak bisa nyetir mobil sendiri tuh gini, ditinggalin mulu!" dumel Ara saat mendengar deru mobil Saga keluar dari garasinya.
Nadin yang mendengar hal tersebut hanya bisa terkekeh, "Makanya, punya mobil sendiri tuh dipakek, jangan nyuruh orang mulu buat jadi supir kamu." cibirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Want's
Teen Fiction"Siapa sih lo sebenernya?! Kenapa lo selalu lancang masuk ke dalam pikiran gue?!" -Gavyn Sakti Andromeda- *** [Sister Love Story book One] Cinta itu hanya hoax bagi Gavyn, si ketua geng G-force yang sangat terkenal di SMA Merpati. Semenjak kejadian...