Derasnya air shower membasahi tubuhku yang masih terbalut seragam sekolah. Mengunci diri di dalam sini agar semua orang tidak tahu bahwa aku sedang menangis. Aku tidak tahu apa yang membuat hatiku terasa seperti ditekan secara terus-menerus hingga menimbulkan rasa nyeri yang cukup menyiksaku.
Siang tadi, aku tidak pernah membayangkan Gavyn akan mengucapkan hal itu. Kata-katanya entah mengapa malah membuatku merasakan sakit dan ngilu secara bersamaan.
Gavyn menembakku. Iya, dia mengutarakan perasaannya. Tetapi dengan bodoh aku malah pergi berlari dan meninggalkannya di sana. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Semuanya hanya terasa seperti terburu-buru bagiku. Apalagi tentang perasaan, aku masih tidak begitu yakin.
Aku akui, jantungku memang berdebar hebat setiap kali aku bersamanya. Mungkin dulu aku hanya merasa senang. Tetapi setelah hari demi hari yang sudah kami lalui, telah mengubah perasaan itu menjadi sebuah debaran yang tidak biasa. Debaran yang selama ini tidak pernah aku rasakan saat aku bersama seseorang. Kupu-kupu yang berterbangan ketika Gavyn mendekatkan wajahnya ke arahku. Tidak, aku tidak pernah seperti ini sebelumnya.
Jangan tanyakan cinta pertamaku, karena aku memang belum pernah merasakannya. Apa itu cinta? Definisi sebuah hubungan? Atau pula pacaran? Aku tidak pernah tahu. Aku hanya terlalu senang menjalin sebuah hubungan pertemanan dengan siapa saja. Melewati semua hari-hari dengan candaan dan gurauannya yang selalu membuatku merasa nyaman.
Tetapi sekarang? Aku merasa bimbang. Seperti daerah gurun yang tiba-tiba dibanjiri air hujan. Bingung sekaligus merasa ragu. Ragu apakah semua yang terjadi ini adalah nyata, ataukah hanya pendengaranku saja yang salah?
Jika dinovel-novel, aku ini seperti seorang gadis tolol. Banyak yang mengajakku berkenalan dan berkencan, tetapi aku selalu lari, menghindar, dan juga bersembunyi di balik tubuh seseorang. Seperti Saga misalnya. Aku selalu menyembunyikan diriku di balik punggungnya yang kokoh dan memaksanya untuk melindungi dari semua tawaran itu.
Aku memang bukan tipe yang mudah dirayu seperti itu. Aku masih terlalu bingung untuk mendifinisikan apa sebenarnya itu cinta. Dari mana semua perasaan aneh itu mulai bermunculan. Karena yang aku tau, setiap orang memegang prinsip yang berbeda-beda dan mendifinisikan arti cinta juga dari sudut pandang yang berbeda. Maka mulai dari mana dulu aku melihatnya? Memperlajarinya?
Haruskah aku terluka terlebih dahulu agar mengerti makna cinta yang sesungguhnya? Tetapi aku belum cukup kuat untuk menerima luka seperti itu. Aku hanya takut satu hal. Jika aku terluka, sanggupkah aku untuk mengobatinya?
Aku memang belum pernah mengalaminya secara langsung, tapi dari apa yang aku baca selama ini cinta dan luka itu selalu datang satu paket. Katanya setiap kisah percintaan tidak pernah bisa terhindar dari air mata dan juga patah hati. Lantas apakah aku harus seperti itu dulu? Mampukah aku berdiri lagi setelah angan-angan yang kubuat nanti dipatahkan begitu saja?
Aku ragu akan hal itu.
Begitu rumit. Itulah kesimpulanku. Cinta itu memusingkan. Aneh dan tidak jelas kemana arahnya pergi. Siapa pun bisa tiba-tiba menyukai seseorang hanya dalam hitungan detik. Terkadang pula cinta itu juga bagai hujan lebat yang menjatuhkan airnya di atas pipi-pipi pucat itu. Mereka menangis ketika merasakan pedih dalam hatinya. Kadang juga merasa marah karena semesta tidak mendukung hubungan mereka. Benar-benar ada saja luka yang datang.
Sebentar sembuh, sebentar hadir kembali. Menyakitkan, tetapi juga mengesankan.
Indah, namun menyakitkan.
Manis, namun pahit.
Lega, namun tercekat.
Tersenyum, namun menangis.
Diam, namun terdesak.
Semua rasa itu aku pahami hanya dari novel-novel yang biasanya menghadirkan kisah percintaan, namun aku sendiri pun masih belum mengalaminya.
Aku terlalu bingung. Tidak tahu harus mulai darimana. Menghadapi kejujuran hati Gavyn membuatku harus menimang-nimang perasaanku sendiri. Apakah aku benar-benar menyukainya, atau hanya perasaan senang seorang sahabat? Aku masih bingung. Takut-takut nanti aku justru mengambil keputusan yang salah dan malah menyakiti yang lain.
Aku tidak mau tergesa-gesa dalam cinta. Aku hanya ingin satu yang pasti dan menginginkan seseorang yang menyakinkanku bahwa rasa itu adalah cinta. Cinta yang nyata, bukan hanya angan-angan saja.
Menggigit bibir bawah, aku menatap bayanganku sendiri dalam cermin. Betapa menyedihkannya diriku ini, menghadapi hal seperti ini saja aku tidak bisa. Bagaimana nanti aku harus memberikan kepastian pada orang lain? Tidakkah nanti sikapku malah menyakiti mereka? Bisakah semua tetap berjalan seperti apa yang aku inginkan. Aku rasa, aku belum menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan itu.
Merasa semakin kedinginan, aku segera melepas seragam basahku dan membungkus tubuh juga rambutku dengan handuk. Setelah membiarkan diriku diguyur derasnya air shower, sedikit rasa tenang mulai menggeryangi hatiku. Rasanya seperti beban-beban tadi luruh bersamaan dengan air yang membasahi tubuhku.
Aku melangkah keluar dari kamar mandi kemudian langkahku membawaku ke teras kamar. Entah mengapa malam ini aku ingin melihat bintang-bintang itu kembali menghiasi langit. Namun sayang, malam ini tidak ada bintang. Hanya rembulan saja yang menyinari malam kelabu ini. Bintang-bintang tidak sedang hadir menemani kesendiriannya. Bulan itu lagi-lagi merasakan kesepian karena bintang-bintang itu tidak lagi bermunculan.
Aku tersenyum getir. Rasanya bulan itu seperti diriku, tetap berdiri disana walaupun beberapa bintang-bintang sudah menghilang entah kemana. Tidak berani melangkah kemana-mana, karena sekalinya melangkah bulan itu akan merubah semua apa yang sudah digariskan untuknya. Sekalinya beranjak, ia akan membuat seluruh dunia merasa bingung karena malam pergi begitu saja.
Seperti itulah kegelisahanku sekarang. Aku hanya bisa berdiri pada posisiku tanpa berani mengubahnya. Sekali aku membuat keputusan, aku harus bisa mempertanggung jawabkannya. Dan mirisnya aku tidak bisa mempertanggung jawabkan atas perasaanku sendiri. Semuanya masih terlihat abu-abu di mataku.
Andai saja aku bisa memastikan peraasaanku sendiri, mungkin aku tidak akan dibuat pusing seperti ini.
Andai saja aku mengerti makna kehadiranku di hidupnya, mungkin aku akan mengerti bagaimana perasaanku padanya.
Andai saja aku lebih pintar mengolah rasa, mungkin juga aku akan mengerti apa sebenarnya itu cinta.
Iya, andai saja semua semudah itu, sayangnya kebodohan ini terlalu melakat pada diriku sendiri hingga membuatku bingung dengan apa-apa saja yang datang dalam kehidupanku saat ini.
Aku memejamkan mata, menikmati semilir angin malam yang menyentuh kulit mulusku. Malam ini memang dingin, tapi tidak bagiku karena air mata lebih dulu tumpah di atas tanganku.
Aku kembali menangis, terisak dalam diam dan kebimbangan. Aku ingin keluar menguraikan semuanya ini. Tapi apalah dayaku yang tak berani membawa diriku keluar dari zona aman yang telah membentengiku selama bertahun-tahun.
Kenyataannya sekarang, akankah aku bisa memberikan jawaban hatiku untuk Gavyn? Mampukah aku mengartikannya?
Yang pasti hanya satu, aku tidak akan beranjak dari posisiku saat ini. Karena aku terlalu takut menghadapi seribu satu hal menyakitkan setelah jawabanku nanti. Bisa saja semua retak saat hatiku masih ragu menyakinkah rasa itu sendiri.
***
Author note:
Aku nggak bakalan ngomong banyak, kecuali kata maaf.
Maaf, karena terlalu lama mempost part ini😢😢😢Doakan saja aku bisa mendapat banyak waktu luang ditengah-tengah kesibukan kelas 12 saat ini😢
See you next chapter🙌
KAMU SEDANG MEMBACA
Heart Want's
Teen Fiction"Siapa sih lo sebenernya?! Kenapa lo selalu lancang masuk ke dalam pikiran gue?!" -Gavyn Sakti Andromeda- *** [Sister Love Story book One] Cinta itu hanya hoax bagi Gavyn, si ketua geng G-force yang sangat terkenal di SMA Merpati. Semenjak kejadian...