20. ARE WE DATE(?)

133 11 0
                                    

"Mel," panggil Ara seraya memasukan irisan daging setengah matang itu ke dalam mulutnya. "Kenapa nggak makan?"

Yang dipanggil pun hanya menghela nafas panjang dengan wajah sendunya. Sepertinya kali ini suasana hati Caramelia sedang buruk. Ara tahu itu, terlihat jelas sekali dari wajahnya yang biasanya tegas kini berubah menjadi lesu. Tanpa berniat menghabiskan makan malamnya, gadis tomboy itu hanya mengaduk-aduk makanannya dengan pandangan bosan.

"Mel," panggilnya sekali lagi dengan diikuti tepukan pada tangan Caramelia, dan berhasil membuat gadis itu mengalihkan pandangannya dari piring berisi nasi dan lauk pauknya. "Kenapa sih diem aja? Lagi pms?"

"Gue lagi bingung nih,"

"Bingung kenapa? Kesel dikerjain Abang kamu lagi?"

Tak berniat meneruskan makan malamnya, gadis itu memilih menyilangkan garpu dan sendok pada piring yang masih penuh dengan makanan. Lalu mata coklatnya menatap wajah Ara yang sedang kebingungan.

"Bukan itu. Tapi akhir-akhir ini gue ngerasa bete banget sama pikiran gue sendiri,"

"Cerita aja sini, atau enggak nanti waktu kita mau tidur. Pokoknya ceritain ke aku kalo kamu emang udah nggak bisa mendem sendiri lagi," ujar Ara setelah berhasil menghabiskan segelas air putih.

"Jadi tuh gini..."

Ting... tong...

Belum sempat Caramelia meneruskan ucapannya, bunyi bel rumah Ara lebih dulu menyela ucapannya dan berhasil membuat gadis itu mengumpat dalam hati.

Sial! Kampret emang!

"Siapa ya, Mel?" tanya Ara pada Caremelia yang kini wajahnya semakin terlihat kusut saja.

"Ya mana gue tau, tau ah bete mau tidur duluan!"

Merasa dongkol, Caramelia memilih meninggalkan meja makan dan langsung berlari menaiki tangga menuju kamar Ara. Bukan karena ia marah pada Ara, hanya saja suasana hatinya bertambah buruk setelah mendengar suara bel rumah itu. Jika saja Caramelia tidak memiliki urusan dengan cowok kembar itu, tidak mungkin sekarang ia harus susah payah memikirkannya. Hah, hidup itu memang sulit. Semua punya pilihan.

Melihat punggung Caramelia yang hilang di balik daun pintu kamarnya, lantas Ara memilih membuka pintu rumahnya--merasa penasaran dengan tamunya kali ini--

"Sia--Gavyn?!"

Dan seketika, kedua bola mata Ara membulat penuh seperti sedang melihat hantu.

***

Dengan cekatan, seorang cowok dengan sweater hitam meraih kunci mobil dan berlari kecil meninggalkan ketiga sahabatnya yang sedang sibuk bermain play stations dalam kamarnya.

"Mau kemana, Vyn?" tanya cowok dengan rambut cepak andalannya, siapa lagi kalau bukan Davin.

"Adadeh, kepo aja lu! Dah ah gue mau pergi," jawabnya sambil terus berlalu menuju garasi mobilnya.

"Ah, si onta begayan amat. Mentang-mentang deket sama Ara aja, jadi doyan kelayapan mulu!" Davin mendengus seraya kembali memfokuskan pandangannya pada permainan yang sebentar lagi akan ia menangkan.

"Lu jomblo jan suka iri dong!" ejek Henry, lawan permainannya kali ini.

Davin mendengus lalu berkata, "Ngaca sono lo, kayak situ nggak jomblo aja. Cepetan resmiin sono, kasihan anak orang lu bawa-bawa mulu. Lu kira Seren itu barang apa? Disunat lagi sama Bapaknya baru tahu rasa lu!"

Mendengar hal itu, reflek membuat Henry merinding dan langsung meletakkan stik play stationsnya. Dan hal tersebut langsung dimanfaatkan oleh Davin untuk membobol gawang Henry lagi, dan permainan kali ini Davin mengalahkan Henry entah untuk yang keberapa kali.

Heart Want'sTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang