Persahabatan Lilly dan Mahesa terjalin karena kegiatan MOS (Masa Orientasi Siswa) sekolah mengharuskan setiap siswa duduk sebangku dengan seorang siswi. Pada saat itu, tentunya, Lilly duduk dengan Mahesa. Saling tahu bahwa mereka berdua bertempat tinggal di satu perumahan yang sama ketika berkenalan membuat mereka menjadi dekat. Sama-sama menyukai sepeda juga membuat sebuah hubungan persahabatan akhirnya terjalin, dan dua anak remaja itu sering berangkat sekolah bersama. Persahabatan itu pun masih ada hingga sekarang, ketika keduanya sudah duduk di bangku kelas sebelas dan ditakdirkan berada di kelas yang sama (lagi).
"Eh eh liat, dong!"
Sebelum sebuah persetujuan keluar dari mulut Mahesa, tangan mungil Lilly sudah menyambar kamera mirrorless yang semula ada dalam genggaman sahabatnya itu. Dengan penuh antusias, dilihatnya hasil jepretan Mahesa yang objeknya adalah dirinya di final turnamen basket kemarin lusa.
"Keren, kan?" tanya Mahesa sambil tersenyum dengan mata yang sama-sama tertuju pada hasil foto di kamera. Lilly mengangguk penuh semangat. "Lo keren kalo lagi main basket, Lil," ucapnya lagi pada Lilly yang masih asyik melihat-lihat foto.
Lilly tersenyum, lalu menoleh ke arah Mahesa yang ternyata sedang menatapnya. Lagi-lagi Lilly menemukan sesuatu yang berbeda dari tatapan teduhnya itu. Ia merasa betah berlama-lama memandanginya dan tangannya mendadak berkeringat.
"Gue nggak bohong," tambah Mahesa yang masih menatap Lilly dengan senyum.
Senyum Lilly semakin mengembang. Tatapan Mahesa seolah berhasil membangun ulang mood dan semangatnya yang sejak kemarin lusa berantakan. Ia merasa beruntung memiliki Mahesa.
Sebagai sahabat.
"Eh, Lavina! Lavina!"
Bisikan seorang siswi yang duduk di depan bangku Mahesa dan Lilly pada temannya terdengar hingga ke telinga mereka berdua. Pandangan Mahesa dan Lilly pun teralih pada seorang gadis cantik dengan rambut panjang nan ikal sepunggung yang kini sedang melangkah mendekati sebuah bangku kosong di barisan terdepan kelas.
Tatapan Mahesa tertancap pada sosok menawan itu cukup lama, sama seperti siswa-siswa lainnya. Sebuah senyum kecil tersungging dari bibirnya begitu sadar bahwa mulai hari ini hingga dua tahun ke depan, gadis bernama Lavina itu akan berada satu kelas dengannya.
"He!"
Seruan cempreng dan tangan kanan mungil Lilly yang dengan kasar meremas kedua pipi Mahesa sekaligus mengalihkan wajah serta pandangannya dari Lavina mengagetkannya. "Ngapain lo liatin Lavina sampe kayak gitu?!" tanya Lilly dengan galak.
"Hah? Ng... nggak! Gue nggak liatin Lavina," elak Mahesa yang segera mengalihkan perhatian dengan mengambil kamera dari tangan kiri Lilly.
"Ah, bohong!" bantah Lilly yang segera ngambek lalu membuang muka.
Salah satu alis Mahesa terangkat melihat tingkah Lilly yang semakin aneh sejak kemarin lusa. Ia tahu, awalnya, Lilly terlihat seperti tak memiliki semangat hidup karena baru saja gagal menyabet gelar juara di turnamen. Namun sekarang, ia tak tahu alasan mengapa Lilly tiba-tiba ketus padanya saat ia terpesona pada Lavina, sang ketua ekskul cheerleader sekolah.
****
"Dasar bocah! Gampang bete!" Mahesa mencubit hidung Lilly keras-keras siang itu di tepi lapangan basket sekolah.
"A... a... aw! Sakit, tau! Ya abis lo kayak cowok kebanyakan yang doyannya ngeliatin Lavina mulu. Mentang-mentang jadi cewek paling cantik di sekolah!" tukas Lilly masih dengan wajah masam.
Mahesa tak menanggapi pernyataan Lilly dan langsung merangkul gadis itu dengan lengan kirinya. "Udah, nggak usah bahas yang tadi. Kita makan aja sekarang, gua laper."
KAMU SEDANG MEMBACA
Date The Devil
RomanceLILLY Bertubuh mungil, punya tinggi satu setengah meter. Rambutnya tak pernah diurai, selalu dikucir kuda. Lincah, selalu jadi bintang lapangan turnamen basket putri antar sekolah. Kekanakan, tak bisa bersikap anggun layaknya perempuan. Usianya enam...