Half Of His Heart

1.3K 88 4
                                    

Matahari yang seharusnya tengah bersinar terang-terangnya berselimutkan awan kelabu siang itu. Tetesan hujan pun turun membasahi tanah satu-satu. Dari dalam ruang kelas yang mulai dipadati anak-anak peserta lintas minat pelajaran Ekonomi, Lilly memandangi dedaunan yang basah melalui kaca jendela.

Perlahan, seiring dengan turunnya hujan, kenangannya dengan Theo teresonansi. Dimulai ketika ia dan Theo untuk kali pertama dipertemukan dalam sebuah insiden yang akhirnya membuat mereka saling bermusuhan. Tak pernah absen saling cari gara-gara dan menyakiti satu sama lain adalah kepuasan tersendiri bagi diri masing-masing. Theo yang menyebalkan di mata Lilly, dan Lilly yang merasa jahil pada Theo.

Ternyata terlalu sering bersama, meski dalam keadaan saling membenci, membuat mereka terbiasa dengan kehadiran satu sama lain. Sehingga saat sikap Lilly berubah pada Theo suatu hari karena patah hati, Theo merasa kehilangan gadis itu. Di tengah hujan yang sama, Theo memaki Lilly karena ia tak merespon kejahilannya pada ban sepeda Lilly. Padahal sebenarnya, tanpa Lilly tahu, Theo menuntut Lilly untuk berinteraksi lagi dengannya karena ia rindu.

Yang mampu Lilly kenang adalah ketika Theo malam-malam berkunjung ke rumahnya dengan mengendarai mobil bak terbuka demi mengembalikan sepedanya. Lilly sadar, saat itu, Theo tak sejahat yang ia pikir. Terlebih sewaktu Theo tiba-tiba membelikannya es krim kesukaannya pada suatu siang dan mendinginkan hatinya yang tengah panas karena cemburu.

Bagi Lilly, Theo memang orang yang baik, yang selalu membuatnya nyaman, sehingga mereka berdua akhirnya memutuskan untuk berteman. Tawa Lilly lebih banyak tercipta saat bersama Theo, dibanding saat sedang bersama Mahesa. Lilly memang pernah menyukai Mahesa, tetapi tak pernah merasakan apa yang ia rasakan terhadal Theo.

Apa yang Lilly rasakan, yang Lilly duga mengenai perasaan Theo padanya, serta yang Theo lakukan untuknya, ia rangkai jadi satu kesimpulan yang akhirnya mendorongnya untuk meminta bantuan Mahesa dan Lavina mempersiapkan sebuah kejutan bagi Theo. Kejutan yang ia harap mampu menjadi media penyampaian perasaannya terhadap seseorang yang istimewa baginya.

Mencintai memberikan seseorang keberanian, dan itu terjadi pada Lilly. Di hadapan ratusan siswa sekolahnya, Lilly terang-terangan mengungkapkan perasaannya pada Theo dengan cara tak biasa.

Namun nyatanya, cinta bukan sesuatu yang selalu mampu diprediksi. Sikap baik dan perhatian yang begitu manis tak bisa menjadi acuan seseorang jatuh cinta. Lilly tahu situasi di mana seseorang hanya ingin menjadikan orang yang mencintainya sebagai teman yang dinamakan dengan istilah friendzone. Dan Lilly merasa, Theo sudah menariknya ke zona itu.

Tetes hujan mengingatkan Lilly pada suatu kejadian yang mendorongnya untuk menerka-nerka perasaan Theo. Gambar sekeping hati buatannya di kaca mobil yang beruap, yang semula hati itu hanya tergambar setengah. Namun kemudian gambar itu mendadak lengkap dan Lilly tahu itu adalah ulah Theo.

Kenapa harus lengkapin gambar gue kalo akhirnya kayak gini? Lilly yang mendadak teringat kenangan itu memaki dalam hati. Matanya berkaca-kaca, tetapi ia segera mengelapnya sebelum benar-benar jatuh dan menarik perhatian banyak orang.

Cukup lama Lilly melamun sambil memandangi kaca, tiba-tiba seseorang muncul dari luar jendela. Kemunculannya sontak mengagetkan Lilly dan ia refleks membalikkan badan karena tak ingin beradu pandang.

Sambil memunggungi Theo yang sedang berdiri di luar jendela, Lilly menahan air mata yang sudah menumpuk di sudut-sudut mata. Merasa tak tahan dengan keadaan seperti itu, akhirnya ia memutuskan kembali membalikkan badan untuk memberi Theo isyarat agar pergi.

Namun yang Theo lakukan di seberang kaca jendela mengurungkan niatnya. Laki-laki itu menggambar sesuatu di uap kaca buatannya. Mata Lilly melotot saat tahu yang Theo gambar adalah setengah hati yang pernah ia gambar.

Dengan mata yang juga berkaca-kaca, Theo memandang Lilly. Theo pun pergi sementara gambarnya mulai menghilang bersama uap buatan yang hanya bertahan sementara di kaca.

Air mata Lilly meleleh ketika sadar Theo berusaha mengungkapkan sesuatu melalui apa yang ia buat pada uap kaca. Namun sulit bagi Lilly untuk mengerti apa yang Theo maksud. Maka, diam-diam Lilly menyesal karena telah menghindari Theo yang sepertinya ingin memberikannya jawaban atas pertanyaan cintanya sejak kemarin.

****

"Gue bilang juga apa! Theo tuh sayang juga sama elo tau!"

Seru Mahesa yang sejak tadi duduk di samping Lavina di atas karpet kamar Lilly. Sementara Lavina tengah mengusap-usap punggung Lilly yang naik turun karena terisak.

"Sssst, jangan bentak-bentak gitu ah, Sa. Iya, aku juga sependapat sama Esa, Lil. Pasti tadi Theo nyoba bilang sama kamu kalo dia pun sayang sama kamu," ujar Lavina dengan lembut.

"Tapi kenapa nggak bilang dari kemaren-kemaren?" tanya Lilly sambil mengelap sisa-sisa air matanya.

"Lha tiap ketemu dia elonya kabur terus kayak abis liat setan! Gimana dia mau bilang sama elo?" tukas Mahesa.

"Terus kenapa dia nggak ngejar gue?!"

"Oh lu sengaja lari biar Theo ngejar lu? Kata Pakde Sudjiwo Tedjo, berjuang nggak sebercanda itu, Lil!"

"Duh duh udah, jangan jadi debat gini, dong," Lavina mencoba menenangkan sepasang sahabat yang mulai adu mulut itu. "Mungkin Theo punya alasan. Theo ada nelepon, sms, chat, atau hubungin kamu, nggak?" tanya Lavina.

Lilly menggeleng kuat sambil menahan air matanya yang mulai turun lagi.

"Kayaknya dia juga mau nunjukkin sama kamu, kalo dia pun bisa sama beraninya kayak kamu untuk ngungkapin perasaan secara langsung," ujar Lavina.

"Yang aku nggak ngerti, kenapa dia diem aja waktu aku nyodorin bola, Vin!" seru Lilly yang kemudian tangisnya pecah kembali.

Dengan lembut, kembali diusapnya punggung Lilly. "Lil, setahuku, Theo itu jarang banget dikasih surprise sama orang-orang terdekatnya. Kayaknya dia terlalu seneng dan kaget sama kejutan yang udah kamu buat. Kalo dia memang mau nolak kamu, nggak mungkin kan, dia nyamperin kamu waktu kelas lintas minat tadi, terus gambarin kamu sesuatu di uap kaca itu?"

Dicernanya ucapan Lavina baik-baik. Karena Lavina pernah menjalin hubungan istimewa dengan Theo, sedikit-banyak, gadis itu pasti tahu hal-hal tentang Theo. Maka, perlahan, Lilly percaya akan ucapan Lavina tentang alasan Theo bungkam dan tak bereaksi atas pernyataan cinta Lilly.

"Sekarang aku harus gimana?"

"Karena secara nggak langsung dia pun udah ungkapin perasaannya sama kamu, kamu mesti tanya dia soal kepastian hubungan kalian sekarang."

Date The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang