Big Prize

1.7K 101 8
                                    

Tangan Lilly dan Sarah bersatu dalam sebuah salam persahabatan. Mereka berdua saling melemparkan senyum dan keduanya sama-sama tahu bahwa itu adalah senyum tulus.

"Lo main keren banget," puji Lilly.

"Tapi nggak sekeren cewek mungil yang cetak three point," balas Sarah.

Mereka berdua pun tertawa. Keduanya siap untuk bertemu lagi dalam pertandingan-pertandingan persahabatan berikutnya dan turnamen basket antar SMA se-Provinsi.

Ketika Tim SMA Satria Bangsa telah bersalaman dengan Tim SMA Tunas Krida, para cheerleaders tiba-tiba memandu penonton meneriakkan nama Lilly kembali.

"LILLY! LILLY! LILLY!"

Lilly geleng-geleng kepala sambil tersenyum ke arah Lavina yang masih mengomandoi teman-temannya meneriakkan nama Lilly. Kemudian gadis cantik berbalut seragam cheers berwarna kuning biru itu menghampiri Lilly dan menariknya ke tengah lapangan.

"Hei, ada apa nih, Vin?" tanya Lilly begitu ditarik oleh Lavina.

"Udah, ikut aja," ajak Lavina.

Dibawanya Lilly ke garis tengah lapangan. Begitu sudah berdiri di sana, seluruh anggota cheers mengelilinginya dengan berdiri di garis lingkaran tengah. Lalu Lavina menutup mata Lilly menggunakan sebuah syal hitam yang dibawakan temannya.

"Wah wah ada apa, nih?" tanya Lilly heran.

Lavina tak menjawab pertanyaan Lilly dan sebuah lagu yang Lilly kenal tiba-tiba terdengar dari speaker GOR. Lagu itu berjudul Not A Bad Thing, yang dinyanyikan oleh Justin Timberlake.

Ketika lagu memasuki bait pertama, Lavina melepaskan syal yang menutup mata Lilly itu. Gadis itu terkejut bukan main mendapati para penonton yang berada di bench. Mereka semua melakukan sebuah konfigurasi membentuk tulisan,

"Hi, Lilly."

Seiring dengan alunan lagu, konfigurasi itu lenyap ketika para supporter SMA Satria Bangsa menurunkan kertas yang barusan mereka angkat. Beberapa orang dari supporter pun mengangkat beberapa karton berukuran A0 tinggi-tinggi dan membiarkan Lilly membaca setiap kata yang ada padanya.

"Thanks for the incredible surprise that morning."

Karton tersebut turun dan berganti dengan karton-karton berisi kata-kata lain.

"That was the most beautiful surprise I've ever had."

Lilly sadar siapa yang tengah berbicara padanya melalui tulisan pada karton A0 yang terus muncul itu. Matanya berkaca-kaca.

"That surprise made me speechless."

"That's why, I couldn't gave you the answer."

"Though I didn't give you the answer at that time,"

"you should have known what would my answer be."

Tulisan-tulisan itu terus timbul tenggelam dari bench dan membuat Lilly sulit membendung air matanya karena terharu.

"With you, I feel so happy."

"With you, I wanna share the laughter."

"With you, I never wanna lose our moment together."

"So, are you still in doubt?"

Sadar air matanya banyak bercucuran, Lilly mulai mengelapnya sambil tertawa sekaligus terisak. Tulisan-tulisan itu masih bermunculan.

"Will you ride a bicycle to the sun with me, Lilly?"

"Will you draw a heart in my steamy car window again with me, Lilly?"

"Will you let half of my heart complete half of your heart, Lilly?"

"Will you let 'Me' + 'You' be an 'Us', Lilly?"

Begitu tulisan terakhir itu turun, lampu sorot GOR menyinari kemunculan seorang laki-laki yang sedang melangkah menuruni bench sambil membawa seikat bunga Lily dan satu pint es krim Baskin Robbins. Mulut Lilly menganga mendapati kemunculan Theo, sementara seisi GOR bertepuk tangan.

"Lho, kok, nangis?" tanya Theo ketika sudah berdiri di hadapan Lilly.

"Hiks, lo tuh, ya!" seru Lilly sambil berpura-pura memukul Theo.

"Hahaha lho, kenapa? Emang cuma elo yang bisa bikin orang speechless?" balas Theo.

"Theo! Elo tuh—"

"Eh, kejutannya belum beres. Coba liat di bench," pinta Theo yang memotong ucapan Lilly.

Lilly menurut dan segera terkejut melihat apa yang terjadi di bench. Konfigurasi kembali terjadi dan kini membentuk sebuah tulisan.

"I love you too, Lilly."

Lalu sebuah spanduk besar berisi gambar karikatur Theo yang sedang bercanda dengan Lilly membentang di bench.

"YEAAAH!!! PROK! PROK! PROK!"

Seisi GOR bersorak dan bertepuk tangan. Supporter SMA Tunas Krida yang masih berada di sana pun ikut terbawa suasana dan sama-sama menyoraki Lilly.

"Semoga surprise yang ribet ini bikin lo ngerti, kenapa gue ngehindarin lo kemarin-kemarin," ucap Theo. Lilly mengangguk sambil terus bersimbah air mata. Ia mengerti bahwa Theo memerlukan persiapan yang matang dan panjang untuk membuat kejutan sebesar itu.

"So, Lilly. Will you be my girl?" tanya Theo sambil berlutut dan menyodorkan bunga Lily.

Apa yang Theo lakukan membuat perempuan-perempuan yang berada di GOR iri dan gemas. Mereka semua ikut tersipu malu dan segera berangan-angan diberi kejutan yang sama oleh laki-laki yang mereka impikan.

Sulit bagi Lilly untuk berkata-kata saat itu. Seketika ia tahu bagaimana perasaan Theo ketika diberi kejutan olehnya beberapa waktu yang lalu. Lidah laki-laki itu pasti sekelu lidah Lilly sekarang.

"Yes, I do," jawab Lilly sambil mengambil bunga dari tangan Theo.

"YEAAAHHH!!!!"

Tepukan tangan supporter SMA Satria Bangsa yang menjadi bagian dari konfigurasi membahana. Seluruh anggota ekskul basket serta officialnya pun bersorak kegirangan.

Mahesa yang ternyata menjadi komando konfigurasi pun menembakkan convety bersama beberapa anak lain. Suasana jadi semakin meriah dan tangis Lilly tumpah ketika Theo mendekapnya erat.

"Theo, elo tuh—"

"Pacar lo, iya, gue tuh pacar lo sekarang," serobot Theo ketika Lilly berusaha bicara dalam tangisnya.

"Hahahaha hiks! Dasar!" balas Lilly sambil membenamkan wajah ke dada Theo.

Seluruh anggota ekskul basket serta anak-anak yang menjadi partisipan kejutan Theo menghambur ke tengah lapangan. Mereka semua mengangkat Theo dan melempar-lemparkannya ke udara. Sementara Lilly tengah dibanjiri oleh ucapan selamat dari teman-teman dekatnya.

Hari itu, selain Lilly mendapat kesempatan untuk mencicipi manisnya keringat kemenangan, ia pun berkesempatan untuk menikmati manisnya awal cerita cinta pertama.

Date The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang