Finding Theo

1.4K 84 4
                                    

Berbekal sebuah es krim strawberry dan coklat yang kini sudah ada dalam genggaman tangannya, Lilly mengedarkan pandangan ke sekeliling untuk mencari-cari sosok Theo. Hari itu, ia bertekad untuk kembali menjalin hubungan baik dengan Theo setelah kesalahpahaman yang terjadi selama ini. Maka dari itu, tanpa menghiraukan mulut-mulut yang masih menggosipkan dirinya dan Theo, Lilly memberanikan diri mencari Theo untuk meminta maaf kemudian.

Namun saat itu, Theo tak seperti Theo yang biasanya, yang bisa muncul tiba-tiba di dekat Lilly. Lilly kesulitan menemukan sosoknya. Padahal, ia hafal betul Theo selalu menghabiskan waktu istirahat di mana. Sayangnya, laki-laki itu tengah tak berada di sana. Ia ingin bertanya pada segerombol siswa kelas dua belas yang biasa terlihat bersama Theo. Namun Lilly takut malah semakin malu karena ledekan senior-seniornya, sehingga ia mengurungkan niatnya.

Tak lama kemudian, Lilly berhasil menemukan Theo yang sedang berjalan bersama Rangga menuju ruang kelas mereka. Ia berusaha mengejarnya, tetapi mereka berdua terlanjur masuk ke ruangan itu. Lilly tak punya cukup keberanian untuk mengejar Theo hingga ke dalam kelasnya.

Gimana kalo gue tambah di-bully sama orang-orang gara-gara niat banget ngejar Theo? pikir Lilly.

Maka diremasnya kedua es krim yang hampir meleleh itu, lalu dibuangnya ke tempat sampah.

****

Batang hidung Theo tak juga muncul pada sesi latihan intensif sore itu. Tak seperti sebelumnya, kini Lilly sangat menantikan kehadirannya. Namun yang kemudian muncul malah Rangga dan segerombol anak-anak basket putra yang lain. Lilly mempertanyakan ketidakhadiran Theo yang tak seperti biasanya.

"Theo kemana?" tanya Lilly begitu Rangga duduk di dekatnya. Sesi latihan belum dimulai saat itu.

"Cieee... nyari-nyari kesayangan! Kayaknya dia les, tuh. Balik sekolah tadi buru-buru banget," jawab Rangga.

"Les?"

"Iya, bimbingan belajar. Kita kan, udah kelas dua belas, Lil."

"Lo sendiri nggak les?"

"Jadwal gue bukan hari ini."

"Oh, emang jadwal Theo kapan aja?"

"Gue nggak tahu. Nggak satu tempat les sama gue. Dia juga nggak cerita."

Bertanya pada Rangga pun Lilly rasa tak ada gunanya. Meski Rangga dan Theo terlihat dekat, Theo tak pernah menganggap Rangga sebagai sahabat tempatnya bercerita segala hal. Sebab Theo tetap menganggap Rangga sebagai juniornya dan sahabat Theo telah lulus lebih dulu.

"Tapi Theo bakalan tetep dateng di sesi latihan ini kan besok besok?" tanya Lilly yang masih menaruh harapan besar atas kehadiran Theo.

Rangga tertawa. "Hahaha cieee, kemaren-kemaren jutek banget sama Theo. Sekarang giliran orangnya nggak ada, malah dicariin! Ternyata ungkapan kalo kita bakalan ngerti betapa berharganya seseorang kalo dia udah nggak ada itu bener, ya!" celetuk Rangga yang diikuti dengan tawa puas.

Ucapan Rangga menampar Lilly tepat di hati. Ia bungkam dengan wajah yang mulai bersemu merah. Penyesalan Lilly makin dalam begitu mengingat sikapnya pada Theo kemarin-kemarin.

"Gue nggak tahu, Lil. Kayaknya mulai sekarang, Theo mulai sibuk les buat ngadepin ujian-ujian, deh," akhirnya Rangga memberikan jawaban yang semestinya setelah puas tertawa. "Jangan galau, Theo nggak akan kemana-mana," lanjutnya.

Ucapan itu menarik perhatian Lilly. Namun sebelum sempat bertanya tentang Theo lebih lanjut, Coach Dani sudah memanggilnya karena sesi latihan akan segera dimulai.

****

Sulit bagi Lilly membiasakan diri tanpa Theo. Biasanya, selalu ada yang menggangunya ketika sedang mengayuh sepeda menuju sekolah pagi-pagi. Entah ada seorang pengemudi mobil yang membunyikan klakson dan melambatkan laju mobilnya demi bisa jalan berbarengan dengan Lilly, atau ada seseorang yang dengan semangat menemaninya bersepeda menuju sekolah. Orang itu adalah Theo, yang selalu punya hal sederhana untuk membuat Lilly setiap hari bahagia.

Namun kini, segalanya seolah telah kembali seperti semula. Lilly kembali bersepeda menuju sekolah seorang diri, karena sahabatnya sudah meninggalkan kebiasaan lamanya sejak punya pacar. Sepi menghampiri, tetapi tak ada yang bisa ia lakukan selain berdoa minta sang penyemangat hari kembali.

Begitu sampai di area parkir sekolah, sebuah mobil CRZ putih yang plat nomornya Lilly kenal telah berada di sana. Sebuah senyum terbentuk di bibirnya, karena mendadak ingat apa yang pernah ia gambar di kaca depan mobil itu. Setengah keping hati, yang kemudian menjadi sekeping utuh setelah Theo melengkapinya. Lilly benar-benar merindukan momen itu saat ini.

Ternyata, ungkapan kalo kita bakalan ngerti betapa berharganya seseorang kalo dia udah nggak ada itu bener, ya!

Kalimat Rangga terngiang di telinganya. Ia tertawa karena setuju pada apa yang Rangga bilang. Bisa-bisanya ia yang dulu sangat membenci Theo, kini merasa sangat kehilangan ketika laki-laki itu menjauh. Tak pernah terpikirkan oleh Lilly semuanya akan jadi seperti ini.

Apa yang dirasakannya membuat Lilly mengerti, bahwa ia tak akan pernah bisa memilih ingin dengan siapa ia jatuh cinta. Ia pun tak akan pernah bisa memilih ingin separuh hati siapa yang melengkapi separuh hatinya.

Berpasangan memang bisa memilih, tetapi tidak dengan jatuh cinta.

****

Lilly mengaduk-aduk es jeruknya yang tinggal setengah gelas lagi sambil melamun. Mahesa dan Lavina yang duduk mengapit gadis itu memperhatikannya. Kemudian dengan lembut, Lavina mengusap-usap punggung Lilly.

"Jangan jadi murung gitu dong, Lil," ucapnya.

"Mending, lo minta Theo dateng ke pertandingan lu nanti, deh," sambung Mahesa.

Lilly menghela nafas. "Ketemu orangnya aja susah, gimana mau minta dia dateng ke pertandingan ntar?" ujar Lilly putus asa.

"Jangan bilang lo selama ini cuma nyari-nyari dia di sekolah doang dan nggak hubungin dia entah lewat SMS atau chat?" terka Mahesa. Dengan terpaksa, Lilly menyengir. "Hubungin Theo dong, Lil!" serunya.

"Gue pengin ngomongin ini semua langsung, nggak lewat hp," kata Lilly.

"Iya tapi lo nggak ketemu-ketemu kan, sama orangnya?" sergah Mahesa. Lilly mengangguk lesu. "Ya lo hubungin dia, dong!"

"Tapi gue pengennya ngomong langsung, He!"

"Eh eh, Sa, Lil, udah, jangan debat lagi. Gini, Lil. Kalo kamu mau ngomong langsung sama Theo soal perasaan kamu, nggak apa-apa. Tapi, kalo kamu mau minta Theo dateng ke pertandingan kamu, nggak ada salahnya kan, kalo kamu ngundangnya lewat chat? Dari pada kamu nunggu-nunggu dia terus dan kalian nggak ketemu-ketemu, ntar malah akhirnya kamu nggak jadi minta dia dateng." Lavina berusaha menengahi Lilly dan Mahesa. Alhasil, keduanya berhenti berdebat.

"Kalau pun sampai pertandingan nanti kamu nggak berhasil bicara sama Theo, kamu pasti pengen banget kan, Theo dateng buat kamu?" lanjut Lavina. Lilly menatap Lavina lama dengan mata berkaca-kaca, lalu mengangguk. "Nah, ayo SMS atau chat dia. Sekadar minta dia dateng."

Lilly merogoh sakunya untuk mengambil ponsel. "Yakin? Gue chat dia nih, ya?" tanya Lilly sambil memandang Mahesa dan Lavina bergantian.

"Iya!" sahut Mahesa dan Lavina berbarengan.

Jempol Lilly bergerak menyentuh layar ponsel, lalu mulai mengetikkan sesuatu di sana.

[Halo, Theo. Apa kabar? Dateng ke match gue lusa ya. Thanks.]

Semula Lilly ragu. Namun keyakinannya untuk menyentuh gambar kotak bertuliskan send lebih besar dibanding keraguannya.

Date The DevilTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang